SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Selasa, 17 Desember 2024

Oleh. Rita Handayani

Penulis dan Founder Media 





Di tengah pesatnya pembangunan di beberapa daerah, masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup dalam keterisolasian akibat minimnya akses transportasi. Jalan rusak, jembatan putus, dan angkutan umum yang terbatas menjadi pemandangan sehari-hari bagi mereka. 


Seperti kondisi jalan yang rusak parah yang dikritik warganya sendiri, pemuda Dusun Kejuron Timur, Desa Tempuran, Kecamatan Pasrepan, hingga videonya viral. Bahkan, Sekretaris Desa Tempuran, Andri, membenarkan kondisi jalan di Dusun Kejuron Timur memang sangat parah dan hingga saat ini belum ada perbaikan yang signifikan. (WartaBromo.com, 9/12/2024)


Jalan Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur tersebut bukan satu-satunya yang dalam kondisi rusak parah. Di kampung Bergang Aceh Tengah pun jalan rusak hingga berlumpur, sampai menghambat aktivitas warganya. Jalan di Kampar Riau pun sama jalannya berlumpur, hingga tersebar dan viral video 2 orang bidan naik alat berat Vibro Roller untuk bisa sampai ke posyandu, tempatnya bekerja. Jalan raya Ponorogo Pacitan juga rusak parah hingga amblas tergerus luapan air. Itu beberapa kasus yang terliput media, tentu banyak kondisi jalan rusak lainnya lebih banyak.


Dampak Buruknya Infrastruktur Jalan


Kondisi rusaknya infrastruktur jalan, tidak hanya menghambat mobilitas, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Karena infrastruktur jalan merupakan elemen penting penghubung antar wilayah yang mendukung pengembangan ekonomi dan pembangunan, atau merupakn urat nadi ekonomi rakyat. 


Ketidakadaan infrastruktur jalan yang memadai menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan ibadah. Kondisi darurat seperti mengangkut pasien atau ibu hamil menjadi semakin rumit dan berisiko akibat lambatnya akses menuju fasilitas kesehatan.


Jalan rusak tidak hanya menghambat mobilitas, tetapi juga mengancam nyawa. Keterlambatan penanganan medis akibat kondisi jalan yang buruk dapat berujung pada kematian.


Kendala Utama


Penyebab utama masalah infrastrukturyang sering disebut-sebut adalah kondisi geografis dan keterbatasan anggaran. Namun, akar masalah sebenarnya adalah kegagalan negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat. Pemerintah lebih mementingkan keuntungan bisnis dan investasi daripada kesejahteraan rakyat.


Sistem yang ada telah menjadikan pemerintah lebih sebagai pelayan bisnis daripada pelayan masyarakat. Keputusan pembangunan infrastruktur lebih didorong oleh potensi keuntungan ekonomi daripada kebutuhan mendesak masyarakat.

 

Alih-alih fokus pada pemenuhan hak dasar rakyat, pemerintah lebih tergiur oleh proyek-proyek besar yang menguntungkan segelintir kelompok. Akibatnya, pembangunan infrastruktur seringkali tidak merata dan tidak berpihak pada masyarakat banyak.


Fakta bahwa usulan perbaikan jalan yang diajukan secara berulang oleh masyarakat tidak pernah ditanggapi oleh pemerintah merupakan bukti nyata bahwa pemerintah abai terhadap kebutuhan dan aspirasi rakyat.


Infrastruktur Jalan dalam Islam 


Dalam pandangan Islam, penyediaan infrastruktur jalan yang memadai adalah kewajiban negara terhadap rakyatnya. Negara harus memastikan bahwa seluruh rakyat dapat mengakses fasilitas transportasi yang berkualitas, tanpa adanya diskriminasi. Dengan menerapkan syariat Islam secara kafah, negara memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat tanpa bergantung pada pihak swasta.


Dalam sistem Islam, seluruh sumber daya negara dikelola untuk kepentingan rakyat. Pembangunan infrastruktur jalan yang memadai adalah salah satu bentuk nyata dari pengelolaan sumber daya yang adil dan merata.


Negara dalam Islam memiliki mekanisme pembiayaan yang kuat melalui baitulmal, yang memungkinkan negara untuk secara mandiri melaksanakan proyek-proyek infrastruktur, termasuk pembangunan jalan. Sumber-sumber pendapatan baitulmal yang berasal dari berbagai sektor, seperti sektor pertambangan dan sumber daya alam, mencukupi untuk membiayai pembangunan tersebut.


Sementara Islam memandang bahwa, pembangunan infrastruktur jalan yang memadai merupakan kewajiban hukum bagi seorang khalifah demi mewujudkan kesejahteraan rakyat.


Dasarnya adalah kaidah, “Mâ lâ yatim al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib.” Artinya, suatu kewajiban yang tidak bisa terlaksana dengan baik karena sesuatu maka sesuatu tersebut hukumnya menjadi wajib.


Jalan yang layak adalah hak dasar setiap warga negara. Negara harus memastikan bahwa hak ini terpenuhi, tanpa terkecuali. Pembangunan infrastruktur jalan tidak boleh terhalang oleh pertimbangan ekonomi semata.


Penerapan syariat Islam yang kafah mendorong negara untuk membangun jalan yang baik bagi seluruh masyarakat. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menganjurkan untuk memberikan kemudahan bagi sesama, termasuk dalam hal aksesibilitas jalan.


Pemerintah dalam Islam akan berupaya keras untuk memfasilitasi mobilitas masyarakat dalam memenuhi berbagai kebutuhannya. Hal ini mencerminkan dedikasi pemimpin dalam melayani masyarakat. Tidakkah kita menginginkannya?

Wallahualam bissawab. 


Oleh. Apt. Arimbi N.U, S .Farm

Penulis





Salah satu nikmat terbesar yang dimiliki manusia adalah nikmat sehat. Nikmat yang sayangnya jarang disadari dan disyukuri sampai manusia tersebut kehilangan kesehatannya alias jatuh sakit.


Dalam kondisi tersebut, seseorang akan merasakan dua hal. Pertama, sakit secara fisiknya dan yang kedua "sakit" secara materi atau finansialnya. Karena kita tahu bahwa biaya berobat di Indonesia tidaklah murah. Belum lagi untuk orang-orang yang jauh dari fasilitas kesehatan sehingga perlu upaya lebih untuk menyembuhkan sakitnya.


Itulah fakta saat ini, dimana fasilitas kesehatan di Indonesia masih sangat tidak merata, terutama antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Hal ini menciptakan kesenjangan yang lebar terhadap layanan kesehatan yang layak yang bisa diakses masyarakat.


Di banyak daerah terpencil, akses ke rumah sakit, klinik, dan tenaga medis yang berkualitas sangat terbatas, sementara di kota besar, fasilitas kesehatan terbilang cukup memadai dan bisa ditemukan dengan mudah. Bahkan di beberapa kota metropolitan, fasilitas dan tenaga kesehatan jumlahnya menumpuk.


Ketimpangan ini menyebabkan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya yang tinggal di pelosok, terhambat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang seharusnya mereka terima.


Salah satu faktor utama dalam ketidakmerataan ini adalah pengelolaan sektor kesehatan yang cenderung dikapitalisasi. Penyediaan fasilitas kesehatan sering kali berorientasi pada keuntungan, bukan pada kebutuhan rakyat. Rumah sakit swasta, misalnya, lebih memilih untuk mendirikan fasilitas di kota besar di mana keuntungan lebih mudah didapat, alih-alih menjangkau daerah-daerah yang lebih membutuhkan. Akibatnya, banyak masyarakat miskin dan yang tinggal di wilayah terpencil terpaksa menanggung biaya pengobatan yang relatif lebih besar.


Sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk menyediakan layanan kesehatan bagi seluruh warga negara, pemerintah seharusnya lebih berperan aktif dalam menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai dan merata.

Dalam hal ini, peran pemerintah seharusnya bukan hanya sebagai pengawas yang mengawasi kualitas layanan kesehatan, tetapi juga sebagai penyedia fasilitas kesehatan, terutama di daerah yang kekurangan layanan. Pemerintah harus membangun dan mengelola rumah sakit serta klinik di daerah-daerah yang minim fasilitas kesehatan, mengalokasikan anggaran yang cukup, dan memastikan distribusi tenaga medis yang merata ke seluruh pelosok negeri.


Selain itu, pemerintah juga perlu mengembangkan kebijakan yang memprioritaskan akses masyarakat miskin terhadap layanan kesehatan dengan memberikan subsidi atau jaminan kesehatan yang memadai. 


Pada masa kekhalifahan Islam, rumah sakit didirikan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan medis kepada semua kalangan tanpa membedakan status sosial. Bahkan, pengobatan di rumah sakit ini tidak hanya untuk orang kaya, melainkan juga untuk orang miskin, dan biaya pengobatan ditanggung oleh negara. Keberadaan rumah sakit ini menjadi bukti bahwa pelayanan kesehatan yang merata dan berkualitas adalah bagian dari kewajiban pemerintah kepada rakyatnya.


Saat ini, kapitalisme yang menyebabkan kapitalisasi layanan kesehatan mengurangi jangkauan bagi masyarakat yang kurang mampu. Pemerintah, sebagai pengelola negara, harus mengembalikan fungsi pelayanan kesehatan sebagai hak dasar warga negara, bukan semata-mata sebagai komoditas bisnis. Layanan kesehatan yang adil dan merata harus menjadi prioritas utama, dengan mengutamakan kesehatan dan kesejahteraan rakyat daripada keuntungan semata.


Sudah saatnya bagi penguasa untuk memegang peran lebih besar sebagai penyedia fasilitas kesehatan yang merata di seluruh pelosok negeri. Melalui kebijakan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat, bukan keuntungan, sistem pelayanan kesehatan yang adil dan merata bisa terwujud, sebagaimana yang dicontohkan pada masa kekhilafahan. Dengan sistem Islam, insyaAllah mampu terwujud kesehatan untuk semua.


Wallahualam bissawab. 


Minggu, 15 Desember 2024

Oleh. Rita Handayani 

(Penulis dan Founder Media)




Bencana alam seperti tanah longsor, banjir, angin kencang, dan pergerakan tanah melanda berbagai wilayah, termasuk Sukabumi. Data terbaru dari BPBD Kabupaten Sukabumi menunjukkan ratusan lokasi terdampak bencana tersebar di 39 kecamatan. Jenis bencana yang terjadi di setiap wilayah pun beragam.


Bencana alam tidak hanya melanda Sukabumi, tetapi juga Cianjur dan Pandeglang. Di Cianjur, pergerakan tanah meluas di 15 kecamatan. Sementara itu, banjir akibat luapan Sungai Cilemer merendam permukiman warga di Pandeglang. (republik.co.id, 13/12/2024)


Krisis Lingkungan 


Bencana alam di Kota Sukabumi telah berlangsung selama sebulan terakhir, dimulai sejak awal November. Banjir, longsor, dan pohon tumbang yang terjadi di 66 titik telah mengakibatkan kerusakan rumah dan pengungsian warga.


Banjir bandang yang terjadi di Sukabumi tersebut, selain disebabkan oleh hujan lebat juga karena sistem drainase yang buruk.


Sukabumi, dengan keanekaragaman bentang alamnya, sangat rentan terhadap berbagai jenis bencana alam. Hal ini disebabkan oleh letak geografisnya yang berada di zona dengan aktivitas tektonik yang tinggi serta topografi yang bervariasi.


Penebangan hutan untuk pertanian dan permukiman, ditambah dengan perubahan pola hujan akibat pemanasan global, membuat Sukabumi semakin rentan banjir dan longsor. Masalah ini diperburuk oleh kurangnya sistem peringatan dini dan infrastruktur penanggulangan bencana yang memadai.


Masalah utama lingkungan di Sukabumi adalah sampah yang terus meningkat dan sistem pengelolaannya yang belum memadai.


Selain sampah, kualitas dan kuantitas air di Sukabumi juga memprihatinkan. Pencemaran sungai yang terus terjadi, ditambah dengan pendangkalan sungai, menjadi salah satu faktor penyebab banjir besar yang baru-baru ini melanda wilayah tersebut.


Tidak Cukup Sekadar Solusi Teknis


Walaupun curah hujan tinggi menjadi pemicu, banjir bandang di Sukabumi sebenarnya lebih disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia.


Proyek eksplorasi panas bumi di Cikakak yang dimulai pada tahun 2021 menjadi bukti konkret komitmen pemerintah untuk mengembangkan energi panas bumi sebagai salah satu sumber energi utama dalam rangka mewujudkan kemandirian energi nasional.


Pembangunan tersebut telah menimbulkan sejumlah masalah bagi warga sekitar, terutama terkait gangguan lingkungan akibat lalu lintas kendaraan berat dan ketidakjelasan status legalitas kegiatan eksplorasi panas bumi berdasarkan RTRW.


Tujuan utama pembangunan di Kabupaten Sukabumi, sebagaimana tertuang dalam RPJMD, adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan infrastruktur yang lebih baik dan konektivitas yang lebih luas.


Alih fungsi hutan akibat pembangunan telah mengancam keseimbangan ekosistem. Meskipun berbagai upaya teknis seperti pengelolaan sampah dan tata ruang telah dilakukan, namun belum cukup untuk mengatasi bencana alam yang semakin sering terjadi akibat kerusakan lingkungan.


Bencana alam di Sukabumi bukanlah kejadian kebetulan, melainkan hasil dari sistem yang bermasalah. Meskipun data risiko bencana selalu diperbarui, namun implementasi langkah-langkah mitigasi di lapangan masih belum efektif.


Bencana yang terus terjadi di wilayah yang sama membuktikan bahwa pemerintah telah gagal dalam menjalankan tugasnya melindungi rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa solusi-solusi teknis yang selama ini diterapkan tidak efektif dan perlu adanya pendekatan yang lebih mendasar untuk mengatasi masalah ini.


Penerapan Islam kafah, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-A'raf ayat 57, akan membawa keberkahan bagi umat manusia, layaknya hujan yang menghidupkan kembali tanah yang tandus.


Juga dalam ayat, “Kami turunkan air dari langit dengan suatu ukuran. Lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi dan sesungguhnya Kami Maha Kuasa melenyapkannya.”(QS Al-Mukminun [23]: 18).


Dari ayat ayat di atas, Allah sudah mendesain alam dengan seimbang, demikian juga dengan fungsi ekologis hujan tersebut bagi suatu kawasan. Namun, saat terjadi kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, maka yang terjadi rahmat berubah menjadi bencana, na’użu billāh


Maka, Satu-satunya jalan keluar adalah dengan kembali kepada aturan Allah sebagai pedoman dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam kebijakan pemerintahan. Pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam harus didasarkan pada nilai-nilai Islam, bukan sekadar mengejar popularitas atau keuntungan materi semata.


Julukan 'banjir tahunan' atau 'bencana langganan' seharusnya membuat para pemimpin merasa malu. Ini adalah bukti nyata kegagalan mereka dalam mengantisipasi dan mengatasi bencana. Mereka seharusnya lebih serius dalam menjalankan tugasnya mengurus rakyat.


Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).


Saatnya Muhasabah 


Muhasabah negeri merupakan kewajiban bagi setiap muslim juga merupakan proses evaluasi mendalam terhadap kondisi suatu negara, baik dari segi politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun keagamaan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kekurangan, kesalahan, dan keberhasilan yang telah dicapai, serta merumuskan langkah-langkah perbaikan di masa depan.


Dengan melakukan muhasabah secara berkala, kita dapat membangun negara yang adil, makmur, dan berkah. Mari kita bersama-sama mewujudkan cita-cita untuk membangun negara yang Baldatun Tayyibatun wa Rabbun Ghafur.


Pembangunan dalam Islam


Pembangunan dalam Islam tidak hanya sekadar membangun fisik, tetapi juga memperhatikan aspek fungsionalitas dan keberlanjutan. Bangunan-bangunan peninggalan Islam yang masih berfungsi dengan baik hingga kini adalah bukti kualitas tinggi dari peradaban Islam.


Pembangunan dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umat. Proyek pembangunan yang tidak memberikan manfaat bagi masyarakat atau justru merugikan mereka tidak dibenarkan dalam Islam.


Pemerintah harus memiliki rencana tata ruang yang jelas dan berkelanjutan. Lahan pertanian yang subur harus dipertahankan fungsinya untuk menjaga ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan. Mengubah fungsi lahan secara sembarangan akan berdampak buruk bagi generasi mendatang.


Tata guna lahan yang baik akan meminimalisir dampak bencana alam. Lahan pesisir harus difungsikan sebagai penahan abrasi, sementara hutan harus dilestarikan sebagai penahan air hujan dan habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna


Pembangunan yang berorientasi pada nilai-nilai Islam akan membawa keberkahan bagi seluruh umat. Ini sesuai dengan janji Allah dalam Al-Qur'an bahwa jika kita menjalankan perintah-Nya, maka kita akan mendapatkan kehidupan yang baik dan sejahtera.


Khatimah 


Saatnya muhasabah dan bertobat dengan terus berupaya agar syariat Allah bisa segera tegak kembali di bawah kepemimpinan Islam. Kepemimpinan Islam akan membangun tanpa merusak sehingga bencana bisa diminimalisir. Negara berperan sebagai raa'in dan junnah sehingga rakyat hidup sejahtera penuh berkah. (QS. Al-A’raf:96)


Wallahualam bissawab 



Selasa, 03 Desember 2024

Oleh. Yanti Novianti

(Pegiat Dakwah)


ä 

Rencana pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dimulai Januari 2025. Kebijakan ini tentu menuai kritik karena dianggap menjadi beban tambahan bagi masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang sulit.


Sejak pandemi COVID-19, perlambatan ekonomi global telah memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Berdasarkan dari sumber data (Satudata.kemnaker.go.id, 20/9/2024), Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 46.240 pekerja terkena PHK sepanjang Januari-Agustus 2024. Dalam beberapa bulan terakhir juga telah terjadi penurunan daya beli masyarakat (Tempo.co, 17/10/2024). Kondisi ini membuat rakyat semakin tercekik dan menderita.


Pajak: Kezaliman Sistemis yang Diharamkan


Sistem kapitalis dalam memungut pajak sungguh tidak adil karena cenderung menguntungkan kelompok kaya dan korporasi besar. Pajak yang dikenakan pada masyarakat umumnya lebih berat bagi kelas menengah dan bawah, sementara kelompok kaya dan perusahaan besar dapat menghindari pajak melalui celah-celah hukum atau perencanaan pajak yang rumit. Selain itu, dalam sistem kapitalis pula, pemerintah sering kali lebih memprioritaskan kepentingan ekonomi dan pasar bebas yang dapat menyebabkan kesenjangan sosial yang semakin lebar. Hal ini juga menambah ketidaksetaraan ekonomi dan memperburuk kesenjangan antara si kaya dan si miskin.


Kebijakan yang dilakukan pemerintah saat ini berupa menaikkan besaran pajak jelas merupakan tindakan yang sangat kejam/zalim yang diharamkan. Dalam Al-Qur'an surah Asy-Syura ayat 42 Allah Swt. berfirman bahwa perbuatan zalim akan mengundang azab yang pedih, "Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih."


Rasulullah saw. bersabda,


إِنَّ صَاحِبَ الْمَكسِ فِيْ النَّارِ


“Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diazab) di neraka." (HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah: 7)


Padahal sungguh pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan warganya. Dengan kebijakan yang tidak hanya fokus pada peningkatan pendapatan negara, tetapi juga pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Seperti pendidikan, kesehatan, pangan, dan tempat tinggal yang layak. Alih-alih diwujudkan, faktanya di sistem kapitalis hal ini jauh panggang dari api. Maka dari itu kezaliman yang ada kini bersifat sistemis, dikarenakan diterapkannya sistem kapitalis yang sekuler.


Membangun Kesejahteraan Tanpa Pajak 


Landasan dalam mengatur negara sesuai dengan aturan Islam berpedoman pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur'an, hadis, ijmak (kesepakatan sahabat), dan qiyas (analogi). 


Dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), negara dipimpin oleh seorang khalifah yang bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus umat berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam, menjaga kemaslahatan umat, serta menegakkan hukum-hukum Islam secara kafah. Begitu juga perekonomian serta sumber daya alam yang dimiliki, dikelola oleh negara dengan prinsip syariat kafah pula. 


Harta milik umum seperti sumber daya alam atau kekayaan negara haram untuk diserahkan kepada individu atau pihak swasta, apalagi dikuasai oleh pihak asing. Hal ini sesuai dengan penjelasan Syaikh Abdul Qadim Zallum dalam bukunya Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (hlm. 48-66) yang menekankan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan harta milik umum harus tetap berada di tangan negara atau umat, dan tidak boleh dikuasai oleh pihak yang tidak berhak.


Negara Indonesia sangat berlimpah sumber daya alamnya. Mulai dari kekayaan mineral, energi, hutan tropis, hingga hasil laut yang melimpah. Negara ini dikenal sebagai salah satu penghasil utama berbagai komoditas. Seperti batu bara, minyak, gas alam, kelapa sawit, kopi, karet, dan banyak lagi.


Potensi pemasukan bagi negara pun sangatlah besar. Jika dikelola dengan optimal, tentulah akan bisa memberikan pemasukan yang sangat besar bagi APBN sehingga tidak diperlukan lagi pungutan pajak atau utang terlebih dari luar negeri apalagi dengan mekanisme Ribawi yang tidak membawa berkah. Tentunya, syarat utama untuk mencapai potensi pemasukan negara yang besar adalah pengelolaan semua sumber daya tersebut berdasarkan ketentuan syariat Islam, seperti yang dijelaskan dalam Muis, Al-Waie, Edisi Maret 2024. 


Namun demikian, karena problem yang terjadi bukan hanya dari aspek ekonomi saja, melainkan bersifat sistemis, maka jika diharapkan perubahan yang tuntas agar menyejahterakan dan berkeadilan bukan sekadar dibutuhkan penerapan sistem ekonomi basis syariat saja, melainkan semua aturan Islam dipeluk secara kafah dalam bingkai pemerintahan yang dinamakan khilafah.


Khatimah


Saatnya umat dan bangsa ini sadar untuk bangkit dengan merujuk pada syariat Islam dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam pengelolaan perekonomian dan APBN. Menegakkan sistem Islam bukanlah hal yang mustahil, karena sejarah mencatat bagaimana Khilafah Islam selama lebih dari 13 abad berhasil menciptakan kesejahteraan dan keadilan tanpa membebani rakyat dengan pajak yang menyengsarakan.


Wallahualam bissawab. 



Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts