SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Selasa, 10 Januari 2023


 
Oleh. Rita Handayani
(Penulis dan Founder Media)
 

Katanya Indonesiaku sudah merdeka dari tangan penjajah belanda? hingga tak ada lagi upeti, yang menjerat urat nadi. Tapi fakta di depan mata, lain dalam bercerita sebab terasa leher rakyat tetap tercekik olehnya. Setelah coba kutelusuri ternyata usai upeti pupus, munculah pajak yang kembali memalak rakyat.
 

Kemalangan Rakyat di Pergantian Tahun

 
Aturan baru yang diteken pada pergantian tahun kian menjadikan rakyat semakin malang. Inilah kado untukku dan segenap rakyat dari para penggawa negeriku.
 
Menurut dari kanal media Investor yang terbit pada tanggal 28 Desember 2022 lalu. Aturan resmi tentang tarif baru pajak penghasilan alias bahasa kerennya PPh, berlaku pada 1 Januari 2023, teruntuk perorangan maupun karyawan, Ini tertuang dalam PP 55/2022 tentang pengaturan dalam Bidang PPh.
 
Kudapati penjelasan dari objek pajak ini adalah penghasilan yang sifatnya progresif. Sederhananya sih artinya, kalau aku memiliki penghasilan pajak yang semakin besar otomatis pajak yang menjeratku pun jadi lebih  besar.
 
Usut demi usut setidaknya terdapat 5 lapis pada tarif pajak edisi baru ini, diantaranya penghasilan yang mencapai Rp60 juta harus menyetorkan 5% PPhnya, penghasilan Rp60 Juta sampai Rp250 juta dipungut PPh 15%, sedangkan untuk penghasilan Rp250 juta hingga Rp500 juta kena pajak 25%, sementara jika penghasilannya Rp500 juta sampai Rp5 miliar berlaku PPh 30%, dan kalau memiliki penghasilan di atas Rp5 miliar akan ditimpa pajak 35%.
 

Keresahanku Sebagaimana Keresahan Rakyat

 
Apalah daya klaimnya sih aturan pajak ini untuk keberpihakan kepada masyarakat yang memiliki pendapatan rendah. Namun, nyatanya rakyat kian resah, karena fakta yang ada karyawan bergaji 5 juta juga dikenai PPh.
 
Apabila kebijakan baru tersebut digunakan untuk ketentuan berhitung, maka aku sebagai karyawan yang bergaji 5 juta ini dalam perbulan atau misal 60 juta dalam per tahun maka artinya aku harus dong menyetorkan setiap tahunnya Rp300.000 atau Rp25.000 dalam setiap bulannya.
 
Akhirnya aku pun merespon seperti halnya para warga kebanyakan itu memberi respon, bahwa selalu saja rakyat yang kembali jadi sasaran empuk untuk dipalak. Sementara pejabat yang kaya raya malah dibiarkan, juga pengusaha beromzet triliunan mudah sekali mendapat keringanan pajak. Tampaknya memang pemerintah kian tidak memihak pada rakyat cilik
 
Sedangkan untuk ukuran hidup sederhana saja bagiku gaji 5 juta perbulan itu belum cukup bisa memenuhi kebutuhan hidup yang layak untuk keluargaku. Karena memang semua harga semakin mahal tidak hanya harga pangan pokok saja. Tetapi juga, tarif listrik, air, iuran BPJS, ditambah sejumlah fasilitas umum baik itu kesehatan atau pendidikan semua tidak sebanding dengan gaji yang kuterima dalam tiap bulannya.
 

Klaim Pajak 'Dari, Oleh, dan Untuk' Rakyat
 

Yah meskipun bebanku terasa semakin berat sebagaimana rakyat kebanyakan. Namun pembuat kebijakan pun telak mengaku regulasi yang baru ini tidak membebani rakyat. Malah sebaliknya, mengklaim bahwa ini adalah bukti mereka berpihak pada rakyat yang punya pendapatan rendah.
Karena setiap masyarakat yang memiliki penghasilan besar akan dikenai pajak semakin tinggi.
 
Seolah untuk meredam emosiku dan emosi rakyat, para penggawa itu memberi penegasan, bahwasanya tujuan dari PPh adalah untuk menambah pemasukan negara. Jadi dalam aturan PPh, karyawan sepertiku yang bergaji 5 juta dan kena pajak adalah untuk negara yang nantinya untuk rakyat juga.
 
Bahkan penguasa terus memberi imbauan supaya seluruh rakyat taat untuk bayar pajak sehingga negara dapat menjalankan roda kepemerintahannya. Jargon tentang pajak pun mengemuka sebagaimana jargon ideologinya, demokrasi yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
 
Penjelasan dari menteri ekonomi, pajak yang aku bayarkan itu dikumpulkan untuk pembiayaan berbagai sektor publik seperti elpiji 3 kg, BBM pertalite, dan TDL, juga berbagai fasilitas umum seperti rumah sakit, puskesmas, sekolah, jalan raya, kereta api, kapal selam, internet, serta gaji para PNS seperti polisi, guru, dokter hingga gaji para prajurit semua berasal dari pajak.
 
Walaupun para pembuat kebijakan itu ngotot alasan kenaikan pajak semata hanya untuk rakyat. Nyatanya aku tak merasakan kebermanfaatan akses umum yang tegak dari pajak. Karena semua fasilitas umum yang sudah dijelaskan itu, yang katanya disubsidi dan dibangun dari pajak semua serba mahal.
 
Misalnya saja pertalite, air, atau listrik yang katanya disubsidi harganya tetap saja melangit tinggi. Demikian juga dengan akses umum, seperti sekolahan, rumah sakit, jalan tol, kereta api, semua biayanya sangat mahal.
 
Aku pun harus membayar iuran perbulan biaya kesehatan untuk bisa mengakses BPJS. Terlebih lagi dengan akses jalan tol selain tarifnya mahal, keberadaannya juga tidak bisa kunikmati setiap hari. Bahkan hanya sedikit rakyat yang menggunakan fasilitas itu
 

Kesalahan dalam Regulasi Pajak

 
Persoalan pelik yang menimpa rakyat akibat regulasi pejabat dalam hal pajak. Setidaknya dalam pandanganku menjadikan pajak sebagai sumber utama untuk pendapatan negara adalah hal yang keliru. Karena hal itu akan menjadikan negara selalu mencari legitimasi untuk menambah suku pajak. Meski pada dasarnya hal itu sangat membebani kehidupan masyarakat.
 
Mau tidak mau, aku harus menyadari memang itulah konsekuensi dari sistem yang diadopsi saat ini. Pajak memang menjadi sumber utama pendapatan bagi negara demokrasi.
 
Akhirnya aku memahami kekayaan alam milik rakyat yang seharusnya dikelola oleh negara kemudian hasilnya untuk kebutuhan masyarakat. Namun atas nama liberalisasi kepemilikan. Swasta mudah memiliki kekayaan alam secara sah. Hasilnya sumber daya alam negeriku banyak dikuasai oleh swasta baik asing maupun lokal.
 
Imbasnya segala jenis harga produk maupun jasa kian meninggi. Hal itu pun berdampak pada kehidupan rakyat termasuk aku semakin terimpit, dan kemiskinan pun semakin mengapit.
 
Akupun memahami, hal ini wajar terjadi jika negara menjadikan pajak sebagai sumber penghasilannya. Negara terus menerus harus mencari legitimasi demi menambah pendapatannya, berupa pungutan pajak yang berasal dari rakyat. Hingga terkesan tidak peduli meski hal itu membebani rakyatnya di tengah kesulitan hidup yang mengatup.

Bahasan Pajak dalam Islam

 
Inilah paradigma dari sistem buatan manusia, demokrasi kapitalis. Berbeda dengan sistem yang berasal dari pencipta manusia, yakni syariat Islam.
 
Dalam penatakelolaan keuangan sistem Islam tidak menjadikan pajak (dharibah) sebagai sumber pendapatan utama untuk kas negara atau baitulmal.
 
Dharibah dalam skema pemungutannya tidak seperti pajak pada skema demokrasi. Dharibah tidak menjadi tumpuan untuk kas negara, juga tidak dibebankan untuk seluruh warga negara. Tetapi hanya kaum muslimin kaya saja yang akan dikenakan dharibah.
 
Dharibah ini sifatnya hanya sementara dengan syarat jika kas negara kosong dan ketika dibutuhkan dana yang sangat mendesak saja. pemungutan dharibah akan berakhir jika keperluan tersebut terselesaikan atau jika kas negara sudah terisi lagi.
 
Sepanjang sejarah tegaknya daulah Islam, sangat jarang terjadinya baitulmal yang kosong. Tentu karena sumber pendapatan negara sangat melimpah. Diantaranya adalah; Kepemilikan umum SDA yang diharamkan untuk dikuasai swasta sehingga hasilnya mengalir deras untuk baitulmal (kas negara), selain itu ada kharaj, fai, ghanimah, jizyah, 'ushr, dan khumus, serta zakat. Sebagai sumber tetap pemasukan negara.
 
Dari persoalan pajak ini aku jadi yakin apabila syariat Islam diterapkan maka rakyat tidak akan lagi terbebani dengan pajak. Dalam Islam rakyat akan menjadi tuan yang harus dipenuhi seluruh kebutuhannya oleh pemerintah. Akupun jadi membayangkan kehidupan yang sejahtera untuk seluruh rakyat.
 
Wallahualam bissawab. []
 
 
 
 

 

0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts