Oleh. Arimbi N.U
(Mompreneur)
Pemerintah akan mulai m oo pop POengenakan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun 2024 ini. Cukai ini dikenakan terhadap minuman produk MBDK yang mengandung gula, pemanis alami, ataupun pemanis buatan.
Melalui Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2023, target dari peneriman cukai tersebut sebesar Rp4,39 triliun di tahun pertama ditetapkan yakni 2024.
Menurut WHO, pajak minuman berpemanis, tembakau, dan alkohol telah terbukti sebagai cara yang hemat biaya untuk mencegah penyakit, cedera, dan kematian dini.
“Pajak atas minuman berpemanis dapat menjadi alat yang ampuh untuk meningkatkan kesehatan karena menyelamatkan nyawa dan mencegah penyakit, sambil memajukan pemerataan kesehatan dan memobilisasi pendapatan bagi negara-negara yang dapat digunakan untuk mewujudkan cakupan kesehatan universal,” kata Ruediger Krech, Direktur Promosi Kesehatan WHO kala itu soal minuman berpemanis yang kena cukai. (cnnindonesia.com)
Tidak bisa dipungkiri, memang Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus diabetes tertinggi di dunia. Menurut data International Diabetes Federation (IDF) 2021, saat ini Indonesia menempati posisi kelima dalam daftar.
Merujuk data International Diabetes Federation (IDF), orang dewasa, kisaran umur 20-79 tahun, yang mengidap diabetes di Indonesia mencapai 19,5 juta jiwa pada 2021. Nilainya bahkan diproyeksi menyentuh 28,57 juta jiwa pada 2045.
Namun cukai minuman manis merupakan langkah yang kontroversial dalam upaya mengatasi masalah kesehatan terkait konsumsi gula berlebihan. Meskipun dapat memberikan pendapatan tambahan bagi pemerintah dan mendorong penurunan konsumsi minuman manis, masih diragukan apakah cukai tersebut efektif secara keseluruhan.
Dalam jangka pendek, Indonesia sebetulnya bisa meniru kebijakan di Singapura. Negara tersebut menjadi salah satu negara yang tidak menerapkan kebijakan cukai atau pajak minuman berpemanis. Singapura sejatinya sempat mempertimbangkan penggunaan pajak untuk minuman manis yang sudah digaungkan sejak 2017. Hal ini mengingat saat itu, sekitar 10 persen populasi Singapura mengidap diabetes. Akan tetapi, penolakan dari masyarakat, pakar kesehatan, dan industri, membuat Singapura akhirnya mencari alternatif lain. Studi menyebutkan bahwa masyarakat Singapura lebih terbuka akan opsi yang sifatnya meningkatkan kesadaran, alih-alih pemaksaan, seperti pajak.
Sebagai gantinya, Singapura memberlakukan Nutri-Grade. Sejak akhir 2023, gerai makanan dan minuman di Singapura diwajibkan mencantumkan label nutrisi pada menu mereka. Langkah ini bertujuan untuk membantu pelanggan mengambil keputusan yang tepat ketika membeli minuman dan mengembangkan ketentuan mengenai minuman kemasan. Sebagai contoh untuk minuman kemasan, sistem penilaian berkisar dari A hingga D, dengan D sebagai yang paling tidak sehat. Produk dengan kandungan gula dan lemak jenuh tertinggi akan mendapat peringkat C atau D dan diharuskan mencantumkan label Nutri-Grade pada kemasannya. Label tersebut diberi kode warna – A (hijau tua), B (hijau muda), C (oranye), dan D (merah). Minuman dengan peringkat D akan dilarang diiklankan. (Tirto.co.id)
Dalam Islam kesehatan tubuh dianggap sebagai amanah yang harus dijaga. Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang merugikan kesehatan merupakan ajaran yang dianjurkan. Meskipun makanan atau minuman yang akan dikonsumsi adalah halal, masih ada saringan selanjutnya yaitu tayib atau baik. Bila halal namun tidak baik untuk kesehatan, misal dikonsumsi secara berlebihan dan mengandung bahan yang dapat merusak kesehatan, maka disarankan untuk dihindari.
Oleh karena itu, solusi yang diambil seharusnya tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi, tetapi juga mencakup pendekatan holistik yang memperhatikan kepentingan kesejahteraan jasmani dan rohani.
Solusi Islam yang lain terkait cukai minuman manis bisa melibatkan pendekatan edukasi, pengaturan pasar yang lebih sehat, serta penerapan kebijakan yang mempromosikan kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Jangan melulu yang diterapkan adalah peraturan yang menghasilkan pemasukan negara namun mencekik rakyatnya.
Dengan penerapan kebijakan-kebijakan yang bijak dari negara, edukasi yang benar dan kerjasama semua komponen masyarakat, tentu akan terwujud perubahan yang lebih baik.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar