Oleh. Rosy Anna A.md.M
(Pemerhati Sosial dan Aktivis Kota Blora)
Semakin bergesernya zaman semakin berbeda-beda pula cara pandang seseorang, Generasi yang banyak sekali menjadi perbincangan publik saat ini merupakan Generasi Z yang sering dikenal sebagai Gen-Z atau Zoomers. Lahir pada tahun 1997 sampai 2011. Generasi pertama yang sejak dini sudah mengenal teknologi digital.
Sering kita jumpai perspektif Gen-Z yang berlalu lalang di sosial media dan jagat raya. Perspektif hidup yang tak mau diatur, ingin melakukan segala sesuatu berlandaskan keinginannya sendiri, hidup hanya sekali harus dinikmati, dsb. Cara pandang yang bebas ini seolah hidup tak memiliki aturan, bahwasannya kelak tak akan dimintai suatu pertanggungjawaban.
Perspektif Gen-Z yang tak kalah mencengangkan adalah gagasannya yang menyatakan tidak terhadap pernikahan, survei yang dilakukan oleh IDN Research Institute and Advisia, melibatkan 629 responden di 10 kota besar dan aglomerasi-Indonesia menyatakan belum menikah. Hanya 2% menyatakan dirinya sudah menikah, 36% menyatakan niatnya di masa depan, dan responden lainnya melihat pernikahan sebagai sebuah hal yang jauh dalam lintasan hidup mereka.
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi Gen-Z terhadap pernikahan, diantaranya faktor ekonomi, kesiapan mental, pilihan hidup yang lebih fleksibel,dsb. Perspektif siap secara ekonomi kalo sudah punya rumah, atau minimal tanah, siap mental dengan kata lain terbebas dari masalah keluarga, kalau bisa memilih, mereka cenderung mencari pasangan yang yatim piatu, tidak memiliki saudara kandung, dan bukan generasi sandwich, dan kewaspadaan paparan terhadap konten digital dan berita masalah kehidupan pernikahan lainnya, misalnya kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, dan perceraian.
Fenomena tak biasa terkait pernikahan di Indonesia dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, secara nasional angka pernikahan mengalami penurunan secara drastis, sedangkan kasus perceraian terbanyak berasal dari Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat dengan 98.890 kasus, urutan kedua Jawa Timur 89.093 kasus, dan Jawa Tengah dengan 74.030 kasus. Ini alasan generasi Z tidak tertarik dalam sebuah hubungan pernikahan. Namun, benarkah hanya faktor di atas penyebab Generasi Z tidak tertarik menikah?
Paham yang keliru
Tidak tertarik menikah karena beranggapan bahwa pernikahan hanya akan mengundang masalah, terlebih ada trauma karena perpisahan orang tua, tidak mau repot mengurus rumah dan anak, dsb. Ketika ada rasa ketertarikan dengan lawan jenis muncul, ada rasa untuk tidak memilih hubungan pernikahan. Justru lebih memilih untuk hubungan tanpa status, pacaran, dan pergaulan bebas.
Tidak tertarik menjalin pernikahan karena khawatir berujung perceraian, muncul dari pemahaman yang lemah dan rendah, serta takut untuk menjalin sebuah komitmen, pernikahan ibarat penjara yang mengerikan, takut bosan dan jenuh dengan aktivitas dan orang yang sama setiap harinya. Anehnya mereka bisa menjalin sebuah hubungan yang tidak halal atau diluar pernikahan bertahun-tahun lamanya. Jadi jelas. Bahwa pemikiran ini dari paham kebebasan yang selama ini menggerogoti generasi.
Kehidupan ala Barat menjadi standar sebuah pernikahan, pernikahan yang mereka takuti tidak bisa harmonis, enggan terikat dengan komitmen, tidak mau untuk menjalani kewajiban seorang suami yang harus menghidupi, menafkahi, dan membina keluarga, atau menjadi istri yang harus mengurus, menjaga, dan merawat rumah tangga bahkan takut untuk memiliki anak.
Perspektif dalam Islam
Bahagia bukan tujuan utama dari pernikahan karena pada faktanya, banyak orang yang menikah, bukannya bahagia, justru lebih banyak menambah tanggung jawab, yang berarti menambah masalah dalam hidupnya. Karena pernikahan tidak menjamin kebahagiaan. Misalnya Nabi Ayyub a.s yang memiliki istri dan anak yang durhaka. Apakah beliau Bahagia? Tentu tidak.
Lalu apa tujuan menikah? “Ibadah” Pernikahan merupakan ibadah panjang untuk menggapai tujuan bersama, ridho Allah. Semua hal di dalamnya adalah rangka ibadah kita pada Allah Subhanahu Wata’ala. Ujian didalamnya menambah pahala sabar, kebahagiaan di dalamnya menambah pahala syukur. Misalnya seorang suami yang mendapatkan istri yang cerewet, atau seorang istri yang mendapati suami yang galak, atau orang tua yang suka ikut campur.
Orang beriman akan memandang itu sebagai pahala sabar. Karena pahala sabar “ajrohum bighoiri hisab” yaitu akan dibalas tanpa hisab, berbeda dengan pahala lainnya yang memiliki ukuran, artinya pahala sabar adalah pahala yang sangat besar, karena tak terbatas oleh ukuran. Bahkan malaikat menyambut penghuni surga dengan ucapan. “selamat datang wahai orang yang sabar”
Menjalin sebuah hubungan pernikahan tidak semudah mengembalikan telapak tangan, terlebih lagi jika pernikahan tidak dibarengi dengan ilmu dan hanya mengandalkan perasaan. Maka salah jika fakta pernikahan berujung perpisahan menjadi alasan untuk tidak menikah.
Bahwa sejatinya pernikahan yang berhasil bukan dilandaskan pasangan tersebut saling mencintai. Tidak cukup, tetapi keduanya ada rasa ihtisab (saling berharap). Karena semua Tindakan seorang muslim memiliki ruh, kesadaran, yang artinya semua kegiatan kita lakukan selalu bertautan pada Allah Subhanahu Wata’ala.
Maka seseorang melakukan amal solih seperti menikah, karena mereka yakin akan bertemu Allah. Ketika ada ujian dalam pernikahan datang, mereka akan bersabar diatas segala penderitaan, dan ketika mendapatkan kebahagiaan akan bersyukur
Tujuan pernikahan kedua ialah dengan niat yang benar, karena ibadah saja pun belum cukup. Tujuan ideologis seorang mukmin ialah menjadikan Islam sebagai “The Way of Life”, maksudnya. Islam dijadikan standar hidupnya. Contohnya datang dari seorang laki-laki dan Wanita yang ingin melahirkan anak yang membebaskan Baitul Maqdis, lalu Allah pertemukan dan menikahkan mereka dan lahirlah Salahuddin Ayyubi, Sang pembebas Baitul Maqdis.
Jadi pernikahan itu bukan terlihat bahagia atau perasaan saja. Tapi lihatlah dari sisi ideologisnya, yaitu yang menjadikan Islam sebagai jalan pernikahan tersebut. Maka tujuan pernikahan adalah “Ihyatun sunnah” atau menghidupkan sunah nabi, seperti melahirkan para mujahid. Karena secara fitrah manusia menginginkan untuk melanjutkan keturunan. Melalui pernikahan, keinginan ini dapat terwujud. Memiliki keturunan dan keluarga yang Sakinah, mawadah, dan warohmah.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar