Oleh. Apt, Arimbi N.U, S.Farm
(Work at Home)
Sedih, miris, khawatir, prihatin... rasanya semua perasaan-perasaan itu belum cukup mewakili apa yang terasa di dalam dada.
Pikiran berkecamuk, melanglang buana, membayangkan dan mempertanyakan bagaimana kiranya masa depan generasi penerus bangsa. Semua terjadi setelah membaca artikel di sebuah portal berita tanah air mengenai tren pergaulan bebas anak muda jaman sekarang.
Lebih detail disebutkan di sana bahwa Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat usia remaja di Indonesia sudah kerap kali berhubungan seksual di luar nikah. Paling muda direntang umur 14 hingga 15 tahun sudah tercatat sebanyak 20 persen. Lalu diikuti dengan rentang umur 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen.
Hal itu diungkapkan BKKBN menurut data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017.
“Usia hubungan seks semakin maju, sementara itu usia nikah semakin mundur, dengan kata lain semakin banyak seks di luar nikah,” kata ketua BKKBN Hasto Wardoyo.
Perilaku pergaulan bebas tidak didominasi oleh anak-anak muda di perkotaan, bahkan perilaku tersebut bisa dikatakan merata hingga di daerah-daerah pelosok negeri.
Sebut saja di Blora, kota dengan slogan Blora Mustikanya ini juga tak luput dari gempuran pergaulan bebas di kalangan muda-mudinya. Hal ini tampak dari kasus pengajuan dispensasi nikah pada Pengadilan Agama Blora.
Panitera Muda Hukum PA Blora Anjar Wisnugroho mengungkapkan, rekap data pengaju diska Januari hingga Juli terdapat 205 perkara. Dengan persentase usia 18 tahun sebanyak 90 persen dan 10 persen lainnya berada di bawah usia 17 tahun. Mirisnya, sekitar 20 diantaranya hamil di luar nikah.
“Karena darurat, karena kecelakaan (hamil duluan). Namun tidak semua hamil duluan kita kabulkan. Seperti yang SMP sama SD itu tidak dikabulkan. Karena usianya terlalu kecil, karena usia kurang ini terkait kondisi kandungan, pemikiran, masih labil,” ungkap Fathul Hadi, Panitera Hukum Muda Pengadilan Agama Blora.
Dalam upaya mengintervensi angka pernikahan di bawah umur yang masih tinggi di Kabupaten Blora, Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dalduk-KB) Kabupaten Blora Lucius Kristiawan mengatakan pihaknya akan membentuk Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) di setiap sekolah di Blora.
“Karena angkanya saat ini masih tinggi, terutama di wilayah kecamatan bagian barat Blora seperti Kunduran, Todanan” tandas Lucius Kristiawan.
Cukupkah langkah tersebut untuk dilakukan? Mengingat banyak sekali faktor yang mempengaruhi perilaku pergaulan bebas. Apalagi sistem pendidikan Indonesia masih belum dapat menerima kurikulum menyangkut bahaya seks bebas. Kondisi ini diperparah gaya masyarakat yang malas membaca.
Tentunya pengawasan orang tua dan guru di lingkungan sekolah sangat dibutuhkan, terlebih pengawasan terhadap gadget utamanya smartphone yang dapat memicu anak melakukan tindakan yang tidak diinginkan. Karena konten-konten negatif sangat mudah diakses melalui digital dan media sosial.
Namun hal itu juga belum cukup, karena peran negara harus hadir untuk memblokir konten-konten negatif tersebut. Tidak bisa tidak, karena hanya negara yang mampu dan punya wewenang untuk itu.
Satu hal lagi yang harus ada adalah pemahaman agama. Jauhnya anak-anak dengan pemahaman agama memperparah perilaku mereka yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran asing yang bebas nilai. Oleh karena itu, untuk menghentikan bola liar pergaulan bebas ini, kita harus menancapkan pemahaman agama yang kuat pada diri kita, anak-anak kita.
Didukung oleh masyarakat yang juga saling nasehat-menasehati, saling mengingatkan dalam kebaikan, jauh dari sikap acuh tak acuh dan individualis.
Yang terpenting adalah hadirnya negara yang mampu membentengi rakyatnya dengan perlindungan dari serangan pemikiran-pemikiran asing yang merusak, menerapkan hukum dan sanksi sesuai dengan aturan agama yang bersumber dari Allah SWT, sehingga terwujud masyarakat yang bertakwa, harmonis dan sejahtera.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar