SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Minggu, 06 Agustus 2023

Oleh. Rita Handayani 

(Penulis dan Founder Media)




Ragam Formula - Tiada henti-hentinya sentimen barat terhadap Islam. 


Para pembenci Islam tersebut tidak merasa gentar sedikit pun dengan banyaknya umat Islam di dunia. Karena saat ini kaum Muslimin bagaikan buih di lautan. Meski jumlahnya banyak tapi tidak punya kekuatan.


Lihatlah Swedia dan Denmark mereka "rutin" menjadi lokasi untuk aksi pembakaran Al-Qur'an. Yang terbaru, aksi pembakaran kitab suci agama Islam kembali dilakukan oleh imigran asal Irak, Salwan Momika, di depan Parlemen Swedia, Senin (30/7/2023). Aksi tersebut merupakan yang ketiga kalinya Momika membakar dan menistakan Al-Qur'an. 


Sementara itu, aksi pembakaran Al-Qur'an dilakukan selama tiga hari berturut-turut oleh kelompok anti-Islam, Danske Patrioter. Danske Patrioter melakukan aksi tersebut di depan Kedutaan Turki ke Kopenhagen, Denmark. (CNBC Indonesia, 5/7/2023)


Menyulut Murka


Aksi pembakaran tersebut tentu membuat negara-negara yang berpenduduk Muslim murka. Menteri Perindustrian dan Perdagangan Yaman, Muhammad Sharif al-Mutahar, mengumumkan boikot terhadap produk Swedia di awal bulan Juli 2023. Sekretaris Dewan Tertinggi Koordinasi Ekonomi Iran, Mohsen Rezaei, juga menyerukan boikot pada 23 Juli 2023 lalu.


Beberapa negara yang lain pun telah memanggil duta besar Denmark. Mereka meminta penjelasan terkait aksi pembakaran itu. Patron, negara Muslim Timur Tengah, Arab Saudi, meminta Kopenhagen untuk segera menghentikan aksi yang telah memicu kebencian antar agama tersebut.


Swedia dan Denmark merupakan negara yang paling liberal dan sekuler di dunia. Mereka telah mengabadikan kebebasan berbicara dalam konstitusinya. negara ini juga tidak mempunyai undang-undang (UU) terkait penodaan agama. Sehingga, menghina agama atau menodai teks-teks agama, seperti yang telah dilakukannya pada Al-Qur'an sah-sah saja.


Demikian juga Kementerian Luar Negeri Irak telah memanggil kuasa usaha Swedia di Baghdad pada Minggu (17/4/2022) dan memperingatkan bahwa tindakan itu akan berakibat serius terutama pada hubungan Swedia dan Muslim di dunia. 


Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatib Zadeh turut mengutuk penghinaan atas perasaan umat Islam Swedia dan juga di seluruh dunia. Juru Bicara Pemerintah Iran Ali Bahadori Jahromi mengatakan bahwa kebebasan berekspresi sudah menjadi alat untuk memicu ekstremisme dan rasisme di Barat.


Pemerintah Indonesia juga ikut menunjukkan pengecamannya terhadap aksi tersebut. Dalam pernyataan di situs resmi Kementerian Luar Negeri RI, disampaikan, bahwasanya: “Menggunakan argumentasi kebebasan berekspresi untuk melecehkan agama dan kepercayaan satu kelompok adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan terpuji.”


"Perlindungan Swedia, di bawah konstitusi Swedia, untuk kebebasan berekspresi, adalah perlindungan terkuat di dunia, bahkan lebih dari amandemen pertama di Amerika Serikat, dan kebebasan berbicara hampir selalu menjadi prioritas pertama dalam semua konflik kepentingan atau nilai," demikian kata profesor hukum di Universitas Stockholm, Marten Schutlz, (CNN International, 5/8/2023)


Sekadar Kecaman Tak Berdampak


Sudah berapa kali berulangnya kasus penistaan terhadap Al-Qur'an oleh orang-orang kafir? Juga sudah berapa banyak kecaman yang digaungkan. Namun seberapa besar dampaknya, hampir tak ada, jikalau pun ada hanya sesaat lalu lewat begitu saja.


Bahkan yang sangat lebih ironis di negeri mayoritas Muslim terbesar di dunia, seperti hal di Indonesia aksi penistaan agama justru kerap terjadi. Ini menunjukkan, hanya sebatas kecaman saja tidak cukup mengatasi islamofobia yang merajalela. Untuk itulah sangat penting upaya secara sistematis dan nyata. Yang bisa menumpas islamofobia hingga ke akarnya.


Bagaimana Solusinya?


Terkesan Islam selalu diprovokasi, disudutkan, hingga diinjak-injak. Tentu semua itu tidak lepas dari sejarah panjang atas kebencian Barat kepada Islam yang telah berlangsung lama. Setidaknya sejak abad pertengahan.


Barat dengan ideologi kapitalismenya sangat sadar betul akan kekuatan Muslim, jika bersatu menerapkan ideologi Islam. Islam menjadi satu-satunya ancaman terbesar bagi hegemoni Barat. Sehingga mereka akan berupaya keras untuk melakukan berbagai cara demi melemahkan umat Islam.


Islamofobia dijadikan peluru oleh mereka untuk melemahkan kaum Muslim. Pada era pertarungan pemikiran serta benturan peradaban sekarang ini. Berbagai pihak turut memanfaatkan momen ini demi melampiaskan kebencian, memenangkan kepentingan politik dan ekonomi, serta untuk mengekalkan kebusukan peradaban batilnya.


Tindakan membakar Al-Qur’an sendiri dengan tujuan untuk menghinakannya merupakan dosa besar. Jika si pelaku seorang Muslim, maka ia telah kafir. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Qadhi Iyadh, “Ketahuilah siapa yang merendahkan Al-Qur’an atau terhadap mushaf, sesuatu yang ada dalam Al-Qur’an, atau mencela keduanya, maka ia telah kafir berdasarkan ijmak kaum Muslim.” (Asy-Syifâ bi Ta’rîf Huqûq al-Musthafâ, 2/110).


Sementara jika pelakunya adalah kafir zimi dan orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum Muslim atau negara bersyariat Islam. Maka tindakannya telah membatalkan perjanjiannya, dan hilang pula jaminan keamanan bagi si pelaku. Sehingga pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati. Demikianlah pendapat dari Imam asy-Syafii (Ash-Shârim al-Maslûl ‘alâ Syâtim ar-Rasûl, hlm. 13).


Sedangkan terhadap negara-negara kafir yang telah mendukung dan melindungi para pelaku penistaan Al-Qur’an, maka kaum Muslim harus memutuskan hubungan diplomatik dengan mereka. Kemudian wajib mengancam untuk menyerang segala kepentingan mereka.


Sebagaimana yang telah diajarkan dalam sejarah. Khalifah Sultan Abdul Hamid II mengultimatum Inggris dan Prancis yang pada waktu itu akan memberi izin untuk pementasan drama yang menghina Rasulullah saw.. Akhirnya pemerintah Prancis dan Inggris pun ketakutan dan membatalkan pementasan drama tersebut. 


Seperti itulah seharusnya sikap para pemimpin Dunia Islam. Bukan hanya bermain retorika tanpa aksi yang nyata. Karena tegas dalam membela Islam, hukumnya wajib. Tidak boleh ada satu pun pihak yang berani menistakan agama ini. 


Inilah pentingnya bagi kaum Muslim untuk memiliki kepemimpinan yang layaknya menjadi perisai pelindung agama sesuai yang disabdakan Nabi saw.,


“Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung kepada dirinya.” (HR Bukhari dan Muslim).


Untuk itu, agar bisa mengatasi islamofobia dan menghukum para penistaan Al-Qur’an dan agama Islam, wajib untuk mengembalikan kekuatan Islam seperti sedia kala. Semua ini hanya bisa terwujud jika umat memiliki kembali pelindung atau perisainya (junnah). Yang akan menjaga darah juga kehormatan kaum Muslim. Itulah Ad-daulah Al-khilafah Islamiah.


Wallahualam bissawab. 





0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts