Oleh. Rita Handayani
(Penulis dan Founder Media)
Katanya alam semakin tak bersahabat. Musim penghujan rawan banjir. Musim kemarau kekeringan melanda. Lantas patutkah alam dipersalahkan? Sementara semua terjadi akibat ulah tangan manusia.
Musim kemarau yang sudah terjadi sejak bulan April berlanjut hingga bulan September 2023. Mulai dari wilayah Indonesia bagian Timur meluas hingga ke seluruh wilayah bumi pertiwi. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya fenomena El Nino.
Fenomena El Nino adalah fenomena yang diakibat dari pemanasan suhu muka laut (SML) di kawasan Samudra Pasifik mulai dari bagian tengah sampai timur. Hal tersebut menjadikan meningkatnya potensi pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah. Juga mengurangi curah hujan di bagian wilayah yang ada di sekitarnya, termasuk di Indonesia. Bahkan fenomena itu bisa berpotensi mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi lebih kering.
Dampak Kekeringan
Berbulan-bulan kekeringan terjadi di sejumlah daerah. Dampaknya adalah mudahnya terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Selain itu kekeringan yang semakin meluas juga mengakibatkan puluhan ribu masyarakat sulit mendapatkan air bersih.
Kekeringan yang terjadi juga berisiko pada ketahanan pangan. Kesulitan air untuk aktivitas bertani akan menyebabkan sebagian daerah menunda masa tanam sampai dengan masuknya musim penghujan. Bahkan saat para petani memaksa untuk bercocok tanam akibatnya sebagian besar gagal panen.
Tak hanya itu, rakyat pun dilanda dengan masalah air bersih. Krisis air bertambah semakin parah. Kekeringan yang diakibatkan oleh bencana hidrometeorologi memang merupakan bagian dari fenomena alam. Tetapi, minimnya langkah antisipasi juga mitigasi dari pemerintah menyebabkan semakin parahnya akibat yang harus dirasakan oleh masyarakat, khususnya krisis dalam mendapatkan air bersih.
Namun harus dipahami juga bahwasanya krisis air bersih ini bukan kali pertama terjadi. Bahkan bukan hanya disebabkan dari musim kemarau saja, ini adalah permasalahan tahunan yang sudah berulang. Saat ini, dengan adanya bencana kekeringan menimbulkan akibat yang makin parah. Terjadi meluas di seluruh wilayah baik di pedesaan juga di perkotaan.
Akar Persoalan
Indonesia sebenarnya terhitung menjadi negara terkaya yang ke-5 dalam hal ketersediaan air tawar, yakni mencapai 2,83 triliun meter kubik dalam per tahun. Dari jumlah yang besar itu, yakni 691 miliar meter kubik per tahun yang baru dimanfaatkan hanya sekitar satu per tiganya, yakni dari 222,6 miliar meter kubik.
Sedangkan untuk bisa memanfaatkan potensi itu, diperlukan konsep tata kelola yang benar dan tepat. Selain itu juga perlu pembangunan infrastruktur dengan teknologi terbaik.
Buruknya konsep pengelolaan sumber daya air serta lingkungan. Mengakibatkan sumber yang berlimpah itu tidak menghasilkan manfaat yang besar untuk negeri dan rakyat. Akibatnya jutaan rakyat harus menderita krisis air bersih setiap tahunnya. Utamanya ketika terjadinya bencana banjir hingga kekeringan.
Konsep yang dipakai dalam pengelolaan sumber daya air saat ini adalah prinsip sekuler kapitalis. Ia lahir dari kebijakan politik demokrasi neoliberal dan juga politik ekonomi kapitalistik. Paradigmanya adalah memosisikan air sebagai bahan komoditas ekonomi. Akibatnya, air menjadi objek untuk bisnis yang bisa dikelola oleh siapa pun dalam mencari untung.
Kebijakan privatisasi ini memudahkan korporasi penyedia air bersih maupun korporasi air minum, menguasai sumber mata air. Ini mengakibatkan tertutupnya akses rakyat secara mayoritas terhadap mata air. Selanjutnya, rakyat harus membayar mahal untuk mendapatkan dan mengonsumsi air, baik air untuk diminum maupun air bersih.
Di lain sisi kebijakan politik yang berlaku tidak adanya keberpihakan pemerintah terhadap rakyat termasuk mengurusi pemenuhan air bersih. Peran yang diambil negara hanya sebagai regulator dan fasilitator, mereka lepas tangan dan tidak bertanggung jawab secara langsung.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penyerahan berbagai infrastruktur dalam penyediaan air bersih kepada korporasi. Baik swasta maupun pelat merah. Ujung-ujungnya mereka mengelola secara komersial.
Komersialisasi memang merupakan prinsip dan karakter dari korporasi kapitalistik. Akibatnya akan selalu ada rakyat yang kesulitan dalam mengakses air bersih. Sementara daerah yang minim akan sumber daya air, terus-menerus dilanda krisis karena pemerintah abai.
Kepengurusan negara yang nampak buruk juga terlihat dari adanya ketidaktegasan atau pembiaran sikap pemerintah pada tindakan perusakan lingkungan yang terus terjadi di negeri ini. Perusakan itu terjadi pada sumber air baku permukaan. Seperti waduk, danau, dan sungai. Akibat dari adanya pembuangan limbah industri yang sangat masif. Maupun perusakan yang berupa deforestasi. Juga perubahan tata guna lahan yang memicu terjadinya peningkatan intensitas kekeringan.
Solusi Hakiki Berasal dari Islam
Persoalan tersebut hakikatnya terjadi akibat dari penerapan sistem kapitalisme neoliberal. Krisis yang semakin intens, termasuk masalah kekeringan hingga air bersih. Bahkan, dunia sudah diprediksi akan menghadapi krisis yang semakin buruk serta kesulitan air bersih di masa mendatang.
Untuk itu, tidak ada solusi yang bisa mengakhiri fenomena kekeringan dan dampak bawaannya selama negara masih menerapkan sistem kapitalistik neoliberal. Solusi satu-satunya yang bisa rakyat harapkan hanyalah solusi yang berasal dari Allah Swt. yakni solusi yang sudah termaktub dalam syariat Islam.
Islam yang merupakan agama sekaligus ideologi. Punya konsep unggul juga paripurna yang bisa diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Penyelesaian kekeringan hanya bisa teratasi dengan konsep Islam yang tampak, baik dalam kebijakan politik maupun ekonominya.
Secara politik, Islam mewajibkan negara untuk hadir sebagai pengurus dan penanggung jawab serta pelindung rakyat. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw. “Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Pemerintah yang bertanggung jawab akan meniscayakan negara dalam melakukan berbagai kebijakan. Baik dalam hal mitigasi ataupun mengatasi kesulitan air. Mulai dari pembiayaan risetnya, pengembangan teknologi, sampai pada pengimplementasian dalam mengatasi masalah. Semua itu harus dijalankan langsung oleh negara, tidak boleh diserahkan kepada pihak lain, terlebih korporasi.
Pemerintah juga wajib menghentikan tindakan perusakan lingkungan. Apapun alasannya, meski atas nama pembangunan atau proyek strategis nasional. Pembangunan dalam Islam harus berpijak pada landasan, hadis Rasul: “Janganlah memberikan kemudaratan pada diri sendiri, dan jangan pula memudarati orang lain.” (HR Ibnu Majah dan Daruquthni).
Pemerintah harus melakukan pembangunan hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Serta memenuhi kewajiban dakwah dan jihad. Di samping haruslah tetap memperhatikan karakter alamiah alam. Sehingga keselamatan alam dan umat manusia tetap terjaga. Demikianlah pembangunan dijalankan atas dasar prinsip syariat, pasti akan maslahat.
Selain itu, pemerintah wajib menerapkan sistem ekonomi Islam secara kafah termasuk dalam pengelolaan harta negara. Islam telah menetapkan bahwasanya air termasuk harta milik publik. Sebagaimana halnya energi, sungai, laut, hutan, serta sebagainya. Harta itu adalah milik seluruh rakyat. Kewajiban negara adalah mengelolanya agar harta itu bisa dinikmati rakyat.
Konsep pengelolaan Sumber Daya Alam ini semata-mata untuk pelayanan bukan untuk berbisnis. Sehingga negara tidak diperbolehkan memperjualbelikan kepada swasta. Yang akhirnya digunakan untuk kepentingannya saja.
Dengan demikian, maka sumber daya air yang berlimpah, yang telah dianugerahkan Allah, akan termanfaatkan secara optimal. Sehingga kebutuhan rakyat pun akan terpenuhi.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar