Oleh. Erny
(Penulis Kota Blora)
Pesta politik tak lama lagi akan digelar sebagai hajatan besar di negeri ini. Suara rakyat diperebutkan untuk memperoleh kemenangan. Tak jarang juga dilakukan dengan cara-cara yang melanggar aturan baik hukum maupun agama seperti money politik.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat.
Menag Yaqut juga meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. "Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil islami, tok," ujarnya. (Republika.co.id 04-09-23)
Pernyataan Yaqut sekilas terlihat bisa dibenarkan. Namun mengandung makna yang membahayakan jika dicermati secara dalam. Bagaimana tidak, pernyataan Menag tersebut jelas menyudutkan agama Islam sebagai penghalang dalam berpolitik, dan ini sungguh sangat disesalkan.
Aturan Islam sangat mulia, aturan yang berasal dari Sang Khalik jika diterapkan akan membawa kemuliaan hidup. Tidak seperti sekarang saat aturan manusia menjadi tuntunan, tatanan kehidupan sosial, politik dan budaya semakin rusak. Marak kriminalitas, hidup liar dengan pergaulan bebas, dan hancurnya peradaban.
Untuk itu, perubahan adalah keniscayaan dan kini rakyat sejatinya mengharapkan ada suatu perubahan ke arah yang lebih baik dengan bergantinya sebuah kepemimpinan.
Maka untuk mewujudkan kepemimpinan yang adil dan kesejahteraan yang bisa dinikmati rakyat banyak, hendaknya dalam berpolitik mengedepankan aturan Allah sang pemilik kehidupan dengan tidak melanggar aturanNya.
Para kandidat pemimpin memiliki unsur takwa, yang menjadikannya amanah dalam memimpin. Tidak mementingkan dirinya sendiri ataupun kelompoknya tapi melayani rakyat dengan sebaik-baik aturanNya.
Selain ketakwaan pemimpin juga ketakwaan masyarakat dan individu, sehingga dalam melakukan perbuatan senantiasa menyandarkan pada hukum Allah Swt.
Bukan sebaliknya, agama dipisahkan dari politik. Agama adalah sebagai dasar dalam berpolitik untuk menentukan arah negara, bukan untuk memecah belah umat. Sedangkan kekuasaan adalah untuk menerapkan hukum-hukum Allah.
Agama dan kekuasaan adalah saudara kembar. Tanpa agama kekuasaan akan runtuh dan agama tanpa kekuasaan akan lenyap.
Pesta politik yang dilandasi agama bukan hanya melahirkan pemimpin yang sholeh tetapi juga masyarakat dan individu yang sholeh juga, karena aturan Allah ditegakkan dan Islam rahmatan lil alamin akan dirasakan. _"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan"_ (QS Al-A'raf: 96). []
0 comments:
Posting Komentar