Oleh. Sulistyowati
(Pegiat Literasi)
Belakangan ini,kita pasti merasakan cuaca yang begitu terik dan menyengat. Ketika musim kemarau tiba,masyarakat pun harus bersiap diri menghadapi bencana kekeringan dari tahun ke tahun.
BMKG memprediksi Indonesia akan mengalami kekeringan panjang pada bulan Juli hingga akhir tahun 2023.(katadata.co.id,11/06/23).
Senada dengan ungkapan BMKG, Kepala Pelaksana Hariannya (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blora Sri Widjanarsih, SE., M.Si mengungkapkan dari 16 wilayah kecamatan di Kabupaten Blora, ada sebanyak 125 Desa yang telah diusulkan dan dipetakan dari 14 Kecamatan mengalami kekeringan musim kemarau 2023.
Hingga saat tulisan ini dibuat, jumlah desa yang mengalami kekeringan terus bertambah hingga mencapai 188 desa dari yang awalnya diusulkan oleh kecamatan sebanyak 125 desa.
Tentunya desa yang dilanda kekeringan kekeringan saat ini sedang berharap mendapatkan bantuan air bersih. Lebih lanjut, diperkirakan bisa bertambah lagi desa-desa yang akan dilanda kekeringan mengingat curah hujan masih sangat rendah.
Untuk wilayah paling parah terdampak kekeringan itu berada di beberapa Desa dan Dukuhan di Kecamatan Jati dan Randublatung.
Selama ini, BPBD telah melakukan droping air bersih ke sejumlah desa yang mengalami kekeringan tersebut. Bahkan pengiriman air dilakukan setiap hari.
BPBD Blora mencatat musim kemarau di Blora, sudah terjadi sejak awal bulan Juli lalu. Dan diprediksi akan mencapai puncaknya pada bulan September 2023.
*Penyebab kekeringan di Blora dan Berbagai Wilayah di Indonesia*
Kabupaten Blora dengan luas wilayah administrasi 1820,59 km2 (182058,797 ha) memiliki ketinggian 96,00-280 m diatas permukaan laut, Wilayah Kecamatan terluas terdapat di Kecamatan Randublatung dengan luas 211,13 km2 sedangkan tiga kecamatan terluas selanjutnya yaitu Kecamatan Jati, Jiken dan Todanan yang masing-masing mempunyai luas 183,62 km2, 168,17 km2 dan 128,74 km2. untuk ketinggian tanah kecamatan Japah relatif lebih tinggi dibanding kecamatan yang lain yaitu mencapai 280 meter dpi.
Kabupaten Blora dengan luas wilayah 1820,59 Km2, terbesar penggunaan arealnya adalah sebagai hutan yang meliputi hutan negara dan hutan rakyat, yakni 49,66 %, tanah sawah 25,38 % dan sisanya digunakan sebagai pekarangan, tegalan, waduk, perkebunan rakyat dan lain-lain yakni 24,96 % dari seluruh penggunaan lahan.
Luas penggunaan tanah sawah terbesar adalah Kecamatan Kunduran (5559,2174 Ha) dan Kecamatan Kedungtuban (4676,7590 Ha) yang selama ini memang dikenal sebagai lumbung padinya Kabupaten Blora. Sedangkan kecamatan dengan areal hutan luas adalah Kecamatan Randublatung, Jiken dan Jati, masing-masing melebihi 13 ribu Ha.
Berdasarkan laporan Bappenas, ketersediaan air di sebagian besar wilayah Pulau Jawa dan Bali saat ini sudah tergolong langka hingga kritis.
Di antara penyebab kekeringan yang terjadi, antara lain;
Pertama, kelangkaan hutan yang memicu terjadinya krisis air baku, terutama pulau-pulau tutupan hutannya rendah, seperti Jawa, Bali, Nusa Tenggara.
Pada 2045 Indonesia diprediksi kehilangan tutupan hutan sebanyak (38%) dari luas tutupan hutan di Indonesia.
Semua itu terjadi akibat kebijakan kapitalistik yang mengalihfungsikan lahan hutan menjadi bisnis kayu jati diperjual belikan oleh para pemodal baik untuk industri dalam negeri, atau ekspor, juga disewakan untuk para petani yang bermodal
Kedua, berkurangnya daerah resapan. Pengalihan fungsi lahan terbuka hijau menjadi tempat tinggal,ladang dengan tanaman panen pendek, jelas memengaruhi kondisi cadangan air di tanah. Jika serapan air minim, cadangan air dalam tanah akan sedikit yang mana akan memicu kekeringan.
Ketiga, kerusakan hidrologis seperti rusaknya fungsi wilayah hulu sungai akibat pencemaran
Krisis air akan berdampak pada produktivitas pertanian. Jika hasil pertanian menurun karena petani gagal panen, akan menyebabkan terganggunya persediaan pangan, sanitasi buruk, kekurangan gizi, dan kelaparan akut. Jika hal ini terus terjadi, ancaman krisis pangan bukan lagi prediksi, melainkan fakta mengerikan bagi negeri ini, termasuk di Blora.
*Upaya Pemerintah Blora dalam Mitigasi Bencana Kekeringan*
Selama ini memang pemerintah telah berupaya dalam menghadapi kekeringan yang rutin terjadi di Wilayah Blora dan sekitarnya. Antara lain;
Bupati berkoordinasi dengan dinas terkait untuk pemetaan, yang rawan mengalami kekeringan parah dan memasang tandon air, dan mencari sumber mata air tambahan di beberapa wilayah.
Lebih lanjut, pemda setempat juga mengajak Diaspora Blora dan warga Blora dimana pun berada untuk berdonasi air bagi masyarakat Blora.
Selain itu, digalakkan juga gerakan membangun embung, Kerja sama dengan perbankan jika ada potensi gagal panen dan sebagainya dengan skema kredit murah, mudah ( program Gubernur Ganjar, Republika 16 juni 2023).
Dari sekian banyak program yang telah diupayakan oleh pemda ataupun wilayah nasional dalam mengatasi kekeringan dan krisis air bersih ternyata belum secara keseluruhan memberikan dampak yang signifikan.
Bahkan tiap tahun fenomena alam yang berubah bahkan terjadi anomali, sering terjadi di blora bahkan di berbagai wilayah di Indonesia. Tentunya hal ini harus mendapatkan perhatian serius oleh pemerintah kita untuk melakukan antisipasi menghadapinya.
Pemangku jabatan harus berusaha keras mencari solusi, agar kekeringan, dan kekurangan air bersih tidak menjadi bencana rutin negeri ini. Bukan hanya memasang alarm agar rakyat waspada tanpa peralatan yang mumpuni, dan effort kuat negara untuk mengantisipasi sedini mungkin.
Sudah seyogianya penguasa negeri ini harus cermat melihat setiap hasil dari pengamatan tehnologi, masa kini. Namun semua sulit dilakukan jika sistem kapitalisme masih bercokol di negeri ini.
*Solusi Tuntas Islam Hadapi Bencana Kekeringan*
Kekeringan yang terjadi tentu tidak boleh dibiarkan berlarut larut, akan ada banyak dampak negatif yang akan diakibatkannya.
Negeri ini butuh sistem, yang berpihak kepada hajat hidup rakyat, bukan sekedar kepentingan para kapital. Sistem sohih itu tak lain adalah Sistem Islam yang berasal dari Dzat Yang Tak Terbatas dan Maha Sempurna yaitu, Allah SWT.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Berdasarkan hadist ini, penguasa sudah semestinya memberikan hal-hal yang memang menjadi hak warganya, apalagi jika itu termasuk kebutuhan primer (pangan, sandang, papan). Penguasa juga wajib menjamin berbagai hal lain yang menyangkut hajat hidup rakyat.
Air adalah sumber kehidupan bagi umat manusia. Meski sudah ada UU 17/2019 yang mengatur sumber daya air, realitasnya masih banyak masyarakat kesulitan mengakses dan memanfaatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Indonesia butuh visi politik SDA yang berorientasi pada kemaslahatan rakyat. Mengingat negeri ini memiliki wilayah perairan yang lebih luas ketimbang daratannya, maka sungguh ironis jika negeri maritim ini malah mengalami krisis air berulang kali.
Seperti apa visi politik SDA yang harus dilakukan negara?
Pertama, mengembalikan kepemilikan SDA yang terkategori milik umum kepada rakyat. Hutan, air, sungai, danau, laut adalah milik rakyat secara keseluruhan. Sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Liberalisasi air terjadi akibat penerapan ideologi kapitalisme. Sedangkan dalam Islam, status kepemilikan air yang notabene milik rakyat akan dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat.
Kedua, negara mengelola secara langsung dalam proses produksi dan distribusi air. Negara melakukan pengawasan atas berjalannya pemanfaatan air, seperti peningkatan kualitas air dan menyalurkan kepada masyarakat melalui industri air bersih perpipaan hingga kebutuhan masyarakat atas air terpenuhi dengan baik.
Terhadap sumber daya kepemilikan umum ini, negara tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada individu/swasta. Negara harus memberdayakan para ahli terkait agar masyarakat bisa menikmati air bersih dengan mudah.
Ketiga, negara melakukan rehabilitasi dan memelihara konversi lahan hutan agar resapan air tidak hilang. Negara akan mengedukasi masyarakat agar bersama-sama menjaga lingkungan, melakukan pembiasaan hidup bersih dan sehat, serta memberi sanksi tegas terhadap pelaku kerusakan lingkungan.
Demikianlah prinsip Islam dalam melakukan tata kelola SDA dengan terperinci. Kesalahan dalam mengelola SDA berakibat malapetaka bagi umat manusia. Di tangan para kapitalis rakus, kerusakan lingkungan meluas hingga menyebabkan perubahan iklim ekstrem dan kekeringan. Wallahu'alam bishawab
Oleh karenanya, jika menginginkan negeri ini mendapat berkah, tidak ada jalan lain selain mengambil Islam sebagai solusi menyeluruh, termasuk dalam mengatasi krisis air bersih dan darurat kekeringan.
Wallahualam bissawab
Hanya Islam,solusi semua masalah
BalasHapus