SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Sabtu, 13 Juli 2024

Oleh. Sendy Novita, S.Pd,M.M 

(penulis dan praktisi pendidik)




Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan siap membantu Pemerintah Kabupaten Blora untuk mengajukan judicial review (JR) UU nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tujuannya, agar perolehan Dana Bagi Hasil (DBH)) Migas Blok Cepu untuk Blora bisa naik (TRIBUNJATENG.COM, BLORA ). 


Pasalnya, diketahui, perolehan DBH Migas Blok Cepu untuk Kabupaten Blora pada tahun 2024 lebih kecil dibanding tahun 2023. Yakni Rp 160,63 Miliar pada 2023 yang turun menjadi Rp 125,05 Miliar pada 2024. Hal ini yang akhirnya mendorong kembali munculnya rencana JR untuk menguji Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) ke Mahkamah Konstitusi (MK). 


Beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tersebut mengatur pembagian DBH Migas di Indonesia, termasuk Migas Blok Cepu. Rencana JR yang akan dilakukan Pemkab Blora itu muncul dan didukung oleh Ketua MAKI, Boyamin Saiman yang menyampaikan secara langsung keprihatinannya atas apa yang dialami oleh Kabupaten Blora. Menurutnya, Blora masuk Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Blok Cepu sebesar 37 persen, hanya karena mulut sumurnya di Bojonegoro, jadi DBH -nya kecil, yakni hanya dihitung sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah mulut sumur produksi yang seharusnya Blora bisa masuk sebagai daerah penghasil, karena WKP -nya ada 37 persen disini. Kantor Pertamina nya juga ada di Kabupaten Blora (Cepu), saat hadir dalam kegiatan Forum Group Discussion (FGD) DBH Migas, di ruang pertemuan Setda Blora, Sabtu (1/6/2024).


Menurut Boyamin, berdasarkan data DBH Migas, apa yang diperoleh Bojonegoro sangatlah besar. Yakni di tahun 2023 Bojonegoro mendapatkan DBH sebesar Rp 2,2 Triliun, dan 2024 mendapatkan Rp 1,8 Triliun. Hasil ini tentulah tidak berimbang jika dibandingkan Blora padahal sama-sama masuk WKP Blok Cepu yang pada akhirnya menimbulkan kecemburuan sosial masyarakat di kedua kabupaten.


Bojonegoro dapat menjalankan pembangunan infrastruktur yang begitu masif hingga masuk ke desa-desa perbatasan dengan anggaran DBH Migas, sementara Blora masih banyak infrastruktur yang rusak dan belum bisa tertangani akibat keterbatasan kemampuan anggaran. Mirisnya lagi, ada beberapa kabupaten di Jawa Timur yang berbatasan dengan Bojonegoro, tidak masuk WKP Blok Cepu, justru menerima DBH Migas lebih besar dari Blora. 


Senasib dengan Blora, Mengutip laman resmi Badan Pusat Statistik (BPS), Jumat (7/4/2023), Kabupaten Meranti juga termasuk dalam deretan 50 daerah paling miskin di Indonesia tingkat kabupaten/kota. Kepulauan Meranti ada di peringkat ke-44 kabupaten/kota dengan persentase paling banyak penduduk miskinnya. Yang mana, 50 besar persentase paling miskin didominasi kabupaten/kota dari Papua dan NTT. Padahal, wilayah Meranti adalah salah satu penghasil minyak dan gas besar di Indonesia. 


Bukanlah rahasia jika Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tambang minyak dan gas (migas) terbesar di dunia. Sayangnya daerah-daerah penghasil tambangnya masuk dalam kelompok daerah termiskin di Tanah Air (Merdeka.com). Setidaknya ada 4 wilayah penghasil migas terbesar tetapi daerahnya masih miskin. Daerah tersebut tersebar di beberapa wilayah diantaranya Aceh, Riau, Kalimantan Timur dan Papua. Termasuk Provinsi Riau yang meraih poling penghasil terbesar minyak bumi se indonesia (365RB B/H), namun Riau masih miskin baik kesejahteraan masyarakatnya dan infrastruktur pembangunannya (Riau, Granatnews, Kamis 29/09/2022). Daerah Riau mampu menghasilkan 365.827 barel per hari. Pembagiannya, 359.777 barel minyak mentah dan kondensat sebanyak 6.050 barel. Semua hasil minyak ini berasal dari Kepulauan Natuna yang terdiri atas 6 blok pertambangan, yaitu Rokan, Mountain Front Kuantan, Siak, Coastal Plains & Pekanbaru, Selat Malaka, dan Selat Panjang.



Riau sendiri merupakan daerah penghasil minyak terbesar di Indonesia. Menurut situs resmi pemerintahan Riau, secara geografis daerah ini memiliki luas laut dan perairan 21,4 km2 atau 19,89% dari keseluruhan luas Provinsi Riau. Sumber daya alamnya dikelola oleh Chevron, Petroselat, Bumi Siak Pusako, Pertamina, Kondur Petroleum dan Pembangunan Riau. Melihat dari kacamata provinsi Riau memiliki minyak Bumi serta minyak kelapa sawit namun penghasilannya terbesar ini tidak mensejahterakan rakyat provinsi Riau.


Jauh di Sumatera sebelah timur, Wilayah Dumai yang berada pada posisi antara 1010.23".37´ - 1010.8".13´ bujur timur dan 10.23".23´ - 10.24".23´ lintang utara terdapat kilang Pertamina yang menghasilkan produksi minyak bumi dan banyak perusahan swasta CPO tetapi hasil pajak semuanya tidak didapatkan untuk kota Dumai, bahkan laut Dumai hanya mendapat limbah CPO dan polusi udara. Ali Syamsurizal sekretaris Jokowi Center Dumai menyampaikan, hasil dari pajak CPO yang besar namun kota Dumai hanya dapat limbah dan debu saja.

Jika dilihat paparan diatas maka dapat dimengerti bahwa permasalahan minyak dan gas ini begitu kompleks. Meliputi hulu hingga ke hilir. Dari hulu yang terkait penguasaan dan kemampuan pengelolaan hulu minyak dan gas, penyerahan kepada swasta, hingga ke hilir yang terkait masalah distribusi. Semua akan terselesaikan jika masalah mendasarnya juga bisa disentuh. 


Permasalahan utamanya adalah tentu pengelolaan minyak dan gas dengan sistem liberalis kapitalis.


Berbicara tentang migas, tentu tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pengelolaan ekonomi dan politik. Migas merupakan SDA yang diatur dan dikelola negara dan kesalahan pengelolaan migas di Indonesia berpangkal dari kebijakan pemerintah yang melakukan liberalisasi di sektor yang menjadi hajat hidup masyarakat. Oleh karena itu solusi yang ditawarkan haruslah menyentuh paradigma, konsep dan sistem yang dikembangkan untuk pengelolaan sektor minyak dan gas ini. Maka tak heran jika Indonesia yang terkenal sebagai negara penghasil terbesar minyak dan gas bumi justru wilayah-wilayah penghasilnya bisa dikatakan miskin dan tertinggal.


Konsep Sistem Ekonomi Islam dalam Pengelolaan Sumber daya alam dan Migas

Tambang minyak, tambang migas dan yang semisalnya yang mempunyai cadangan deposit besar, dalam sistem ekonomi Islam termasuk kategori milik umum atau milik rakyat yang wajib dikelola oleh negara. Status pemiliknya selamanya adalah rakyat yang tidak boleh dipindahtangankan kepada individu, swasta terlebih kepada swasta asing. 


Pengelolaannya dilakukan oleh negara, sedangkan pemanfaatannya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Rasulullah saw. telah menjelaskan sifat sumber daya yang diriwayatkan Abu Khurasyi dari sebagian sahabat Nabi Saw, beliau bersabda “Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR Abu Dawud), dalam Hadis riwayat Anas ra. hadis tersebut ditambah dengan redaksi: wa tsamanuhu haram (harganya haram). Artinya, dilarang untuk diperjualbelikan.


Oleh karena itu, Barang-barang tambang seperti minyak bumi seperti bensin, gas, dan lain-lain, serta hal yang serupa dengannya yakni listrik, hutan, air, padang rumput, api, jalan umum, sungai dan laut semuanya telah ditetapkan oleh syariah sebagai kepemilikan umum.


Adapun larangan dikuasainya harta milik rakyat yang jumlahnya melimpah oleh individu, swasta apalagi swasta asing, adalah berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Abidh bin Hamal al-Mazaniy: “Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majlis, ‘Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir’. Akhirnya beliau bersabda: ‘(Kalau begitu) tarik kembali darinya’”. (HR. Tirmidzi)


Menurut Abdul Qadim Zallum dalam bukunya, Al-Amwal fi Daulah Khilafah, tindakan Rasulullah saw yang meminta kembali (tambang) garam yang telah diberikan kepada Abidh bin Hamal dilakukan setelah mengetahui bahwa (tambang) garam tersebut jumlah (deposit)-nya sangat banyak dan tidak terbatas. 


Menurut Zallum, larangan tersebut tidak terbatas pada (tambang) garam saja, cakupannya umum, yaitu meliputi setiap barang tambang apapun jenisnya, asalkan memenuhi syarat bahwa barang tambang tersebut jumlah (deposit)-nya laksana air yang mengalir, yakni tidak terbatas.


Sedangkan pemanfaatan minyak dan gas, karena jenis harta ini adalah milik umum dan pendapatannya menjadi milik seluruh kaum Muslim, dan mereka berserikat di dalamnya, maka setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari harta milik umum sekaligus pendapatannya. Tidak ada perbedaan apakah individu rakyat tersebut laki-laki atau perempuan, miskin atau kaya, anak-anak atau dewasa, orang saleh ataupun orang jahat.


Adapun pengelolaannya, karena minyak dan gas tidak bisa dimanfaatkan secara langsung melainkan harus melalui tahapan proses pengeboran, penyulingan, dan sebagainya serta memerlukan usaha keras dan biaya untuk mengeluarkannya maka negaralah yang mengambil alih penguasaan eksploitasinya mewakili kaum Muslim. Kemudian menyimpan pendapatannya di Baitul Mal kaum Muslim. Kepala negara adalah pihak yang memiliki wewenang dalam hal pendistribusian hasil dan pendapatannya, sesuai dengan ijtihadnya, yang dijamin hukum-hukum syara’, dalam rangka mewujudkan kemaslahatan kaum Muslim.

Kepala negara dapat melakukan pembagian hasil pendapatan minyak dan gas tersebut untuk membiayai seluruh proses operasional produksi minyak dan gas, pengadaan sarana dan infrastruktur, sejak riset, eksploitasi, pengolahan, hingga distribusi.

Negara juga berwenang untuk menggunakan hasil pendapatan minyak dan gas tersebut untuk dibagikan kepada rakyat, membagikan minyak bumi dan gas kepada yang memerlukannya untuk digunakan secara khusus di rumah-rumah mereka dan pasar-pasar mereka, secara gratis. 

Perlu diingat bahwa penanganan dan pengelolaan sektor sumber daya alam ini tidak bisa berdiri sendiri karena menjadi bagian dalam sebuah sistem kehidupan maka perlu pengaturan yang jelas begitu pula hukum-hukumnya. Oleh karena itu penerapan konsep ekonomi islam ini harus menyertakan konsep islam sehingga tidak terjadi ketimpangan pelaksanaan yang mengakibatkan masalah. Kembali pada hukum syara yang telah Allah tetapkan maka insyaAllah kemiskinan tentu mampu untuk diselesaikan. 

wallahualam bissawab. 




0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts