Oleh. Anizah
(Penulis dan Aktivis Kota Blora)
Pembahasan tentang kasus penularan HIV/AIDS memang tak ada habisnya, penularannya yang masif kini menyasar kepada para pelajar dan mahasiswa. Mungkin dulu kita lihat orang yang terinfeksi HIV hanya orang yang tinggal di kota besar saja, tapi kini telah merambah ke kota-kota kecil juga.
Dikutip dari laman Suara JawaTengah.id pada kamis 27/6/2024 ditemukan sebanyak 101 orang di Kabupaten Blora menderitaHIV/AIDS pada pertengahan tahun 2024 ini.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten ì
di sekolah menengah harus diberikan edukasi mendalam terkait HIV/AIDS karena kelompok pelajar dan pemuda rentan tertular.
Prih juga menyebutkan saat ini banyak remaja dan para pelajar mulai tidak terkontrol dalam pergaulannya.
Dari data yang diperoleh, lanjut Prih, pada tahun 2021 jumlah yang terpapar HIV/AIDS adalah 96 orang, pada tahun 2022 mengalami peningkatan sebanyak 213 orang dan pada tahun 2023 menurun menjadi 190 orang.
Berbicara tentang HIV/AIDS, tentu bukanlah hal yang baru dikalangan masyarakat.
Hari ini, bahkan kita berdampingan dengan mereka Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Terlebih ketika mengamati data dan fakta dilapangan. Yang mana, angka penderita HIV/AIDS dikalangan pemuda dan pelajar mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di Blora sendiri jumlah peningkatan kasus HIV lebih dari 50 persen setiap tahunnya (InfoPublik 15/9/2016).
Terlebih lagi, melihat pergaulan yang terjadi dikalangan pemuda hari ini, mulai dari budaya hedonisme, hura-hura, narkotika, miras hingga seks bebas dan LGBT.
Dan lebih menyedihkan lagi, mayoritas penderita HiV/AIDS adalah pelaku LGBT.
Menurut laporan Badan Narkotika Nasional (BNN), sepanjang tahun 2022 lalu ada 52.955 kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 27,54% atau 14.583 HIV terkait dengan faktor resiko homoseksual (databoks,4/7/2023).
--------
Sekularisme Dalangnya
Selama ini kebijakan dan strategi penangan HIV/AIDS, baik di Indonesia maupun secara global menggunakan paradigma sekuler liberal. Tidak ada upaya yang serius untuk mengatasi kasus HIV ini.
Seharusnya negara melakukan penanganan yang tepat serta menutup celah munculnya penyimpangan perilaku yang menyebabkan penyebaran HIV. Sayangnya ketegasan semacam ini hal yang tidak akan mampu dilakukan oleh kebijakan berbasis paradigma sekuler liberal.
Mengapa disebut sekuler?
Karena paradigma ini menjauhkan kehidupan dunia dari agama. Akibatnya, standar untuk menilai apapun bukanlah halal haram, baik buruk, terpuji atau tercela, melainkan kemanfaatan yang lebih bersifat fisik/ materi.
Mengapa disebut liberal?
Karena paradigma ini menjadikan kebebasan individu termasuk didalamnya kebebasan seksual sebagai hal yang diagung-agungkan dan harus dijamin oleh negara secara mutlak atas nama Hak Asasi Manusia (HAM).
-----
Omong Kosong HAM
Hak Asasi Manusia (HAM) selama ini menjadi alibi terkuat untuk menepis stigma terhadap pelaku bebas dan LGBT. Seks bebas diposisikan sebagai aspek individualisme yang menjadi jargon besar pemikiran sekuler yang lahir dari ideologi kapitalisme.
Demikian halnya LGBT, para pelaku dan pembelanya selama ini matian-matian mencari celah untuk memperjuangkan nasib LGBT yang kono selalu tersingkir dan terdiskriminasi oleh masyarakat umum. Tidak heran, mayoritas negara maju pengasong sekularisme pun ramai-ramai melegalkan pernikahan sesama jenis demi tunainya kebebasan berperilaku yang tidak lain adalah salah satunya pilar sistem kapitalisme demokrasi yang mewadahi penerapan kapitalisme.
Penerapan sistem kapitalisme menjadikan manfaat sebagai asas dalam kehidupan serta kebebasan. Baik kebebasan beragama, berpendapat, berke pemikiran, bahkan berperilaku. Sistem kapitalisme merupakan biang keladi munculnya berbagai macam pemikiran dan tingkah laku yang menyimpang. Terlebih lagi, sistem ini mengusung HAM yang makin mengukuhkan kebebasan.
Kasus HIV/AIDS adalah data yang selalu disembunyikan agar pelaku LGBT mendapatkan ruang dalam tata pergaulan normal di tengah masyarakat. Padahal, keberadaan mereka sejatinya adalah racun yang sangat menghancurkan masyarakat dan pejuang atas nama HAM yang mereka dengungkan selama ini.
Sejatinya adalah omong kosong besar agar ide busuk mereka dapat selalu terkemas manis dan terus tersebar untuk menghancurkan generasi,terkhusus di negeri-negeri muslim.
-----
Solusi Islam
Islam memiliki aturan tegas perihal seks bebas dan LGBT. Islam adalah aturan yang bersumber dari Allah Ta'ala, sang Khalik yang menciptakan manusia dan yang Maha Mengetahui fitrah manusia. Allah Ta'ala menyediakan aturan yang juga pasti sesuai fitrah manusia itu sendiri.
Pembangkangan manusia pada aturan Allah telah menyebabkan kebebasan berperilaku tumbuh subur, khususnya dalam negara yang bersistem kapitalisme dengan aturan sekuler yang menjadi pemulusnya.
Jika mayoritas kasus HIV/AIDS disebabkan oleh pelaku seks bebas terutama pasangan sesama jenis, lihatlah bahwa Islam sungguh telah menyediakan aturan mengenai haramnya hubungan sesama jenis. Islam juga mengharamkan seks bebas dengan lawan jenis. Islam bahkan telah menutup pintu-pintu menuju perilaku zina, seperti pergaulan bebas, bercampur baur dengan lawan jenis (ikhtilat), dan berdua-duan dengan lawan jenis (khalwat) tanpa disertai mahram.
Di dalam Islam untuk pelaku LGBT yang tergolong gay akan mendapatkan hukuman mati, baik yang masih bujang ataupun sudah menikah. Dikecualikan dalam hal ini adalah para korban kekerasan seksual gay tersebut. Para korban akan direhabilitasi fisik dan jiwanya agar mereka tidak menjadi gay dikemudian hari.
Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam
"siapa saja yang kalian dapati kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya."
(HR. Al khamsah, kecuali An-Nasa'i)
Berbeda dengan pelaku lesbian atau suka sesama perempuan maka akan dijatuhi hukuman takzir, dan untuk pezina maka hukumannya di rajam bagi yang belum nikah dan 100 kali cambuk untuk yang sudah menikah. Sanksi yang tegas dalam Islam ini untuk menjadikan efek jera supaya tidak terulang lagi.
Karena itu untuk menghentikan arus LGBT dan seks bebas ini tidak cukup hanya dengan seruan atau kecaman saja, harus ada kekuatan politik dan hukum yang melindungi umat. Hal ini akan terwujud jika diterapkannya aturan Islam secara kaffah dalam naungan khilafah.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar