SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Kamis, 06 Februari 2025

Penulis: Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)





Kasus pagar laut di Tangerang, Banten, bukan sekadar masalah pelanggaran wilayah pesisir. Di balik konstruksi bambu sepanjang 30 kilometer itu, tersembunyi kepentingan bisnis raksasa oligarki yang siap mengorbankan nasib ribuan nelayan dan lingkungan hidup.


Pagar laut yang membentang di 16 desa di 6 kecamatan Tangerang ini telah dilaporkan warga sejak Agustus 2022, namun 


baru menarik perhatian publik belakangan ini. Pagar ini faktual mencaplok 537,5 hektar wilayah laut, menghalangi 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya ikan untuk mencari nafkah. Ombudsman RI menaksir kerugian yang diderita nelayan mencapai Rp8 miliar.


Setelah menjadi sorotan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bergerak cepat. Pagar laut disegel, dan TNI AL diterjunkan untuk membongkar konstruksi ilegal tersebut. Namun, fakta berbicara lain.


Siapa Dalang di Balik Pagar Laut?


Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menuding Agung Sedayu Group sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar laut. Kelompok bisnis properti raksasa ini diduga ingin mengamankan lahan reklamasi untuk proyek properti Pantai Indah Kapuk 2 (PIK2), yang berlokasi bersebelahan dengan area pagar laut.


Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bahkan menyebutkan bahwa ada 234 sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah pagar laut yang dimiliki oleh PT Intan Agung Makmur, dan 20 sertifikat dimiliki oleh PT Cahaya Inti Sentosa. Kedua perusahaan ini terafiliasi dengan Agung Sedayu Group.


Tak hanya itu, Agung Sedayu Group juga berencana membangun proyek PIK Tropical Coastland, yang telah masuk dalam daftar proyek strategis nasional (PSN) sejak Maret 2022. Warga setempat dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mendesak agar PSN ini dihentikan.


Negara Tak Berdaya Melawan Oligarki


Kasus pagar laut ini memicu polemik di antara pejabat pemerintah. KKP dan TNI AL berbeda pendapat terkait pembongkaran pagar laut. Menteri ATR/BPN dan Direktur Penanganan Sengketa Pertanahan Kementerian ATR/BPN pun memiliki pernyataan yang berbeda terkait status sertifikat lahan di wilayah pagar laut.


Silang pendapat ini menunjukkan betapa lemahnya aturan yang ada, sehingga dapat dimanipulasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam kasus ini, raksasa oligarki memanfaatkan celah hukum untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, tanpa mempedulikan dampaknya yang ditimbulkan bagi masyarakat dan lingkungan.


Filosofi kapitalisme, seperti yang dikemukakan Ayn Rand, menekankan kebebasan individu dalam memiliki aset, termasuk sumber daya alam. Akibatnya, eksploitasi terhadap lingkungan dan masyarakat terus terjadi. Negara tidak bisa menghentikan laju kapitalisasi lahan, bahkan ketika rakyat dirugikan.


Negara, yang seharusnya menjadi pelindung rakyat, justru terkesan tak berdaya menghadapi kekuatan oligarki. Alih-alih membela kepentingan rakyat, negara justru menjadi bagian dari mesin bisnis para kapitalis rakus ini.


Pandangan Islam


Dalam Islam, laut dan sumber daya alam merupakan milik umum yang tidak boleh dimiliki individu atau korporasi. Rasulullah saw. bersabda bahwa kepemilikan atas harta milik umum hanya boleh dikelola oleh negara demi kepentingan rakyat. Dengan demikian, sistem Islam akan mencegah praktik pemagaran laut demi keuntungan segelintir pihak.


Syariat Islam mengajarkan agar negara memiliki kedaulatan penuh dalam mengatur kebijakan tanpa intervensi oligarki. Tidak ada ruang bagi kepentingan pribadi yang mengorbankan masyarakat. Sehingga, kasus seperti pagar laut tidak akan terjadi karena negara akan melindungi kepemilikan publik dari eksploitasi korporasi.


Saat ini, rakyat terpaksa berjuang sendiri menghadapi korporasi besar. Tanpa perlindungan negara, mereka berada dalam posisi lemah. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem yang menjamin keadilan dan melindungi hak-hak masyarakat dari dominasi oligarki. 

Wallahualam bissawab. 


0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts