SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Jumat, 03 Oktober 2025

Oleh:  Rati Suharjo 

(Pengamat Kebijakan Publik)





Sepanjang tahun 2025, Indonesia diguncang serangkaian kasus pembunuhan disertai mutilasi yang mengerikan. Peristiwa-peristiwa ini bukan sekadar kriminalitas biasa, melainkan potret runtuhnya moral generasi muda di tengah gaya hidup bebas dan sekularisme yang kian mengakar. Fenomena mutilasi menjadi alarm keras bahwa nilai agama dan kemanusiaan telah tergeser oleh budaya kebebasan tanpa batas.

Rentetan Tragedi Kemanusiaan

Rentetan kasus mutilasi ini menorehkan luka mendalam dan menampilkan wajah kelam generasi muda yang kehilangan kendali moral dan rasa kemanusiaan:

  • Ngawi, Jawa Timur: Publik dikejutkan oleh pembunuhan Uswatun Khasanah oleh RTH alias Antok yang kemudian memasukkan jasad korban ke dalam koper.
  • Jombang, Jawa Timur: Agus Soleh tewas di tangan Eko Fitrianto, di mana kepala korban dipenggal hanya karena perselisihan sepele.
  • Serang, Banten: Kasus SA, seorang perempuan hamil yang dicekik pacarnya ML lalu dimutilasi karena desakan menikah.
  • Padang Pariaman, Sumatera Barat: SJ membunuh tiga orang, termasuk SA, lalu memotong jasad korban menjadi sepuluh bagian hanya karena persoalan utang.
  • Surabaya, Jawa Timur: Alvi Maulana (24) membunuh pacarnya, Tiara (25), lalu memutilasi jasadnya menjadi ratusan potongan yang disebar ke berbagai lokasi (detikNews, 8/9/2025).

Rangkaian kasus ini memperlihatkan bahwa fenomena mutilasi tidak bisa dipandang sebagai kasus kriminal semata, melainkan gejala rapuhnya fondasi moral generasi.

Akar Persoalan: Rapuhnya Fondasi Moral

Ada akar persoalan yang jauh lebih mendasar yang berkontribusi pada krisis moral ini:

  1. Sekularisme yang Mengikis Peran Agama: Nilai halal dan haram tidak lagi dijadikan batasan, melainkan dianggap penghalang kebebasan.
  2. Normalisasi Kohabitasi (Kumpul Kebo): Budaya ini menormalisasi hubungan tanpa ikatan pernikahan. Akibatnya, generasi muda terbiasa hidup tanpa komitmen dan tanggung jawab.
  3. Hilangnya Praktik Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Masyarakat cenderung permisif, membuat penyimpangan seperti zina, pergaulan bebas, hingga kekerasan semakin subur.
  4. Lemahnya Penegakan Hukum: Hukuman yang ringan tidak memberi efek jera bagi pelaku kejahatan, menambah keruh keadaan.

Semua faktor ini berpadu membentuk generasi yang menuhankan kebebasan, tetapi kehilangan akhlak, kendali diri, dan nurani kemanusiaan. Padahal, Islam telah menegaskan bahwa membunuh satu jiwa setara dengan membunuh seluruh umat manusia (QS. Al-Maidah: 32).

Solusi Islam: Mengembalikan Kontrol Moral Generasi

Di tengah krisis moral ini, Islam menawarkan solusi menyeluruh yang menyentuh ranah individu, keluarga, masyarakat, hingga negara:

1. Pembinaan Individu dan Keluarga

  • Pembinaan Akidah dan Akhlak: Islam menekankan pentingnya pembinaan ini sejak dini. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, dan orang tuanyalah yang membentuknya. Tanggung jawab orang tua dalam menanamkan iman, ibadah, dan akhlak mulia tidak bisa digantikan.
  • Pernikahan sebagai Benteng Moral: Islam menjadikan pernikahan sebagai jalan halal untuk menyalurkan naluri biologis (QS. An-Nur: 32) dan mengharamkan zina (QS. Al-Isra: 32). Pernikahan melahirkan keluarga yang menjadi benteng pertama pembinaan generasi. Hilangnya komitmen terhadap pernikahan dan maraknya kohabitasi justru membuka pintu kerusakan moral.

2. Penegakan Hukum dan Pencegahan Sosial

  • Hukum Hudud dan Qishas: Islam menetapkan hukum setimpal sebagai bentuk perlindungan nyawa dan kehormatan, sekaligus memberi efek jera (QS. Al-Baqarah: 178–179 dan QS. Al-Maidah: 45). Qishas bukanlah balas dendam, melainkan sarana menjaga kehidupan. Tanpa penerapan hukum yang tegas, pelaku kejahatan akan merasa aman.
  • Amar Ma’ruf Nahi Munkar: Ini adalah kewajiban kolektif masyarakat. Setiap individu memiliki peran menjaga lingkungannya. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa siapa saja yang melihat kemungkaran harus mencegahnya dengan tangan, lisan, atau minimal dengan hati. Apabila praktik ini hilang, kejahatan seperti mutilasi akan terus bermunculan.

Mutilasi: Pelanggaran Syariat yang Serius

Islam secara tegas melarang praktik mutilasi. Rasulullah ﷺ melarang mutilasi bahkan dalam peperangan (HR Ahmad). Dalam riwayat lain, beliau menyamakan mematahkan tulang mayat dengan mematahkan tulang orang hidup (HR Malik, At-Tirmidzi). Larangan ini menegaskan betapa Islam menjunjung tinggi kehormatan manusia, baik saat hidup maupun setelah mati. Dengan demikian, praktik mutilasi bukan hanya kejahatan hukum, tetapi juga pelanggaran syariat yang serius.

Tragedi mutilasi sejatinya adalah alarm keras bahwa kontrol moral generasi telah runtuh. Menangisi korban atau memperberat pasal pidana tidak akan cukup jika akar masalah tidak diselesaikan. Solusi sejati hanya akan hadir dengan mengembalikan kehidupan pada tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Penerapan syariat Islam secara kaffah akan membangun generasi yang memiliki benteng akidah, akhlak, dan hukum yang tegas. Tanpa itu, bangsa ini hanya akan terus menjadi saksi tragedi kemanusiaan yang mengerikan.

Wallahu a’lam bish-shawab.

0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts