SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Kamis, 09 Oktober 2025


Oleh: Anizah

(Aktivis dan Penulis)




Praktik kumpul kebo atau tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan, dulunya dianggap sebagai aib sosial yang besar. Pelakunya bisa mendapat stigma, dikucilkan, bahkan diusir dari lingkungan tempat tinggalnya. Namun hari ini, fenomena tersebut justru mulai dianggap lumrah dan bahkan menjadi tren, terutama di kalangan remaja dan milenial.

Berbagai alasan dikemukakan, mulai dari alasan ekonomi hingga keinginan untuk saling mengenal lebih jauh sebelum menikah. Istilah "kumpul kebo" pun kini bergeser menjadi living together, sebuah istilah yang terkesan lebih modern, keren, dan trendy.

Namun, benarkah tinggal bersama sebelum menikah akan membuat pasangan lebih saling mengenal dan memperkuat hubungan? Faktanya, tidak sedikit kasus kekerasan bahkan pembunuhan yang bermula dari hubungan semacam ini.

Potret Buram Gaya Hidup Bebas

Contoh nyata adalah kasus pembunuhan sadis yang terjadi pada akhir Agustus lalu. Seorang pria bernama Alvi Maulana (24) membunuh kekasihnya, TAS (25), yang merupakan pasangan kumpul kebo. Tragisnya, korban dimutilasi hingga ratusan potong.

Peristiwa ini mengguncang masyarakat, menjadi potret buram dari gaya hidup bebas tanpa ikatan pernikahan. Dan ini bisa jadi hanyalah satu dari sekian banyak kasus kejahatan moral yang tidak terekspos media.

Akar Masalah: Sistem Kapitalis Sekuler

Fenomena ini tidak lepas dari sistem hidup yang dianut masyarakat saat ini, yakni sistem kapitalis sekuler. Sistem ini menempatkan kebebasan individu di atas segalanya, termasuk dalam hal moral dan gaya hidup. Agama dipisahkan dari kehidupan publik dan pemerintahan, sehingga standar benar atau salah ditentukan oleh manusia, bukan oleh wahyu atau nilai-nilai ilahi.

Dalam sistem ini, pacaran dan tinggal bersama tanpa pernikahan dianggap hal biasa. Media, pendidikan, dan budaya populer seolah melegitimasi gaya hidup bebas ini. Kurikulum pendidikan semakin sekuler, nilai-nilai agama dikikis, dan pendidikan Islam hanya diajarkan secara dangkal, tidak menyentuh akar pembentukan keimanan dan moral.

Negara pun dianggap gagal dalam membentengi generasi muda dari pengaruh pergaulan bebas dan pornografi. Sanksi hukum terhadap kumpul kebo pun lemah. Berdasarkan Pasal 411 ayat (1) dan Pasal 416 KUHP, pelaku hanya dapat dipenjara maksimal satu tahun atau didenda maksimal sepuluh juta rupiah, dan itu pun hanya jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan secara langsung. Masyarakat umum tidak memiliki kewenangan hukum untuk melaporkan.

Amar ma’ruf nahi munkar pun kian tergerus. Masyarakat yang berani menegur perbuatan maksiat justru kerap dianggap ikut campur urusan pribadi, bahkan bisa dilaporkan balik.

Solusi Islam Menutup Pintu Perzinahan

Islam memandang zina sebagai perbuatan keji dan dosa besar, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Isra ayat 32:

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”

Islam tidak hanya melarang zina, tetapi juga menutup semua jalan menuju perzinaan, termasuk tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan. Dalam sistem Islam, negara bertugas sebagai penjaga moral rakyat.

Melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam, generasi dididik agar memiliki keimanan yang kuat dan menjauhi perbuatan maksiat. Media, konten, dan pergaulan pun diatur agar tidak merusak akhlak masyarakat. Masyarakat didorong untuk aktif dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, saling mengingatkan dan menasehati dalam kebaikan. Sanksi tegas juga diberlakukan untuk memberikan efek jera, yakni 100 kali cambukan bagi pezina belum menikah, dan rajam bagi pezina yang telah menikah.

Semua itu hanya bisa terwujud jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dalam bingkai institusi negara, yaitu Khilafah. Tanpa penerapan sistem ini, upaya menghapus praktik perzinaan hanya akan jadi mimpi kosong.

Khatimah

Fenomena kumpul kebo bukan sekadar masalah gaya hidup atau pilihan pribadi, melainkan bagian dari krisis moral yang lebih besar akibat diterapkannya sistem sekuler. Solusi tuntas terhadap masalah ini bukan dengan sekadar memperkuat hukum atau kampanye moral, melainkan dengan mengganti sistem kehidupan yang ada saat ini dengan sistem Islam yang paripurna.

0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts