Oleh. Sendy Novita, S.Pd, M.M
(praktisi pendidik)
Demam Berdarah Dengue atau biasa yang disingkat DBD adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue. Ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes. Biasanya banyak dijumpai di daerah tropis dan sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya DBD antara lain: rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat, kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan dimana banyak timbul genangan-genangan air di sekitar pemukiman seperti talang air, ban bekas, kaleng, botol, plastik, gelas bekas air mineral, lubang pohon, pelepah daun dan lain-lain.
Gejala awal demam berdarah dengue antara lain, demam tinggi mendadak berlangsung sepanjang hari, nyeri kepala, nyeri saat menggerakkan bola mata dan nyeri punggung, kadang disertai adanya tanda-tanda perdarahan, pada kasus yang lebih berat dapat menimbulkan nyeri ulu hati, perdarahan saluran cerna, syok, hingga kematian.
Seperti yang baru-baru ini terjadi, dimana kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan yang signifikan. Bahkan, pada awal 2024 terdapat ratusan warga yang terjangkit DBD. Laporan kasus tersebut berdasarkan data dari beberapa rumah sakit di Kabupaten Cianjur. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Cianjur dr Yusman Faizal mengatakan bahwa kasus DBD pada Januari 2024 mengalami peningkatan yang signifikan. Dalam sebulan terdapat 219 kasus yang dengan rentang usia 6 sampai 14 tahun dan 2 diantaranya meninggal ( Kamis, 1 Februari 2024, Pikiran Rakyat).
Peningkatan kasus DBD salah satu faktornya adalah disebabkan oleh musim hujan, sehingga menyebabkan banyak genangan air maka salah satu pencegahan yang dilakukan adalah dengan fogging, tambahnya. Sayangnya fogging mengalami kendala karena keterbatasan pembiayaan, alat, dan SDM. Sehingga fogging pun tidak dapat dilakukan secara masif. Sehingga pelaksanaan fogging dilakukan hanya sesuai dengan permintaan dari warga yang sebelumnya harus menerjunkan tim surveilans untuk memastikan adanya korban dan pencarian jentik nyamuk Aedes aegypti juga Aedes albopictus. Setelah dipastikan ada barulah dilakukan fogging. Jika tidak ditemukan adanya jentik nyamuk di daerah yang dilaporkan warga, maka penyelidikan epidemiologi (PE) dinilai negatif dan disarankan untuk pemberantasan sarang nyamuk dengan menghindari genangan air.
Di daerah kabupaten Banyuasin, disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan bahwa data hingga bulan Januari, empat orang meninggal dunia dari 74 kasus DBD. Ungkap Rini Pratiwi ketika ditemui usai Pencanangan Gerakan Serentak Pemberantasan Sarang Nyamuk (Gertak PSN) di Kabupaten Banyuasin, Selasa (30/1).
Penanggulangan DBD secara masif dan berkelanjutan
Indonesia, sebagai negara endemik dengue, memang menghadapi tantangan yang sama hampir setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) hingga minggu ke-52 tahun 2023 mencatat 98.071 kasus dengan 764 kematian. Demam berdarah dengue atau DBD adalah penyakit yang sangat urgent karena dapat menyebabkan kematian tanpa adanya pengobatan khusus untuk itu perlu sinergi dan peran aktif masyarakat dalam menanggulangi DBD, yang dimulai dari tingkat keluarga karena keterlambatan penanganan dapat berakibat fatal dan risiko terbesar adalah anak-anak. Untuk itu perlu komitmen pemerintah dalam strategi penanganan, inovasi juga pengembangan teknologi. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah merebaknya wabah DBD. Salah satu caranya adalah dengan melakukan PSN 3M Plus.
Menguras, merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang sering menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum dan tempat penampungan air lainnya. Dinding bak maupun penampungan air juga harus digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk yang menempel erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6 bulan.
Menutup, merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang nyamuk.
Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur ulang), kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.
Hanya saja tindakan pencegahan tidak hanya dari masyarakat saja. Negara Pun punya peran besar. Seperti pada kurun abad 9-10 M, Qusta ibn Luqa, ar Razi, Ibn al Jazzar dan al Masihi membangun sistem pengelolaan sampah perkotaan, yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing individu di perkotaan padat penduduk akan berakibat kota menjadi kumuh. Karena kebersihan menjadi salah satu modal sehat selain kesadaran sehat karena pendidikan.
Untuk tenaga kesehatan secara teratur diuji kompetensinya. Dokter khalifah menguji setiap tabib agar mereka hanya mengobati sesuai pendidikan atau keahliannya. Mereka harus diperankan sebagai konsultan kesehatan, dan bukan orang yang sok mampu mengatasi segala penyakit.
Pada abad-9, Ishaq bin Ali Rahawi menulis kitab Adab at-Tabib, yang untuk pertama kalinya ditujukan untuk kode etik kedokteran. Ada 20 bab di dalam buku itu, di antaranya merekomendasikan agar ada peer-review atas setiap pendapat baru di dunia kedokteran. Meskipun madu atau habbatussauda sudah direkomendasikan sebagai obat oleh Rasulullah, tetapi dosis yang tepat untuk penyakit-penyakit tertentu tetap harus diteliti. Ini adalah sisi hulu untuk mencegah penyakit, sehingga beban sisi hilir dalam pengobatan jauh lebih ringan. Meski demikian, negara membangun banyak rumah sakit di hampir semua kota di Daulah Khilafah.
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa kaum Muslim terdahulu memahami bahwa sehat tidak hanya urusan dokter, tetapi juga urusan masing-masing. Ada juga sinergi yang luar biasa dengan negara yang memfasilitasi manajemen kesehatan yang terpadu dan sekelompok ilmuwan Muslim yang memikul tanggung jawab mengembangkan teknologi. Bisa dibayangkan bagaimana kesehatan yang terjaga ketika semua turut andil dalam penjagaannya karena dengan begitu maka antisipasi dan ikhtiar maksimal telah diupayakan sehingga mampu meredam angka kematian tinggi pada suatu kasus yang terjadi.
wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar