Oleh. Apt, Arimbi N.U, S.Farm
(Work at Home)
“Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintang untuk aku, anakmu
Ibuku sayang, masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah, penuh nanah”
Lirik lagu yang melekat erat di benak, tentang kasih sayang dan perjuangan seorang ibu kepada anaknya.
Lagu berjudul Ibu ini diciptakan dan dirilis salah seorang seniman fenomenal Indonesia Iwan Fals pada tahun 1988. Single dalam album 1910 ini mengangkat kisah perjuangan seorang ibu untuk anaknya.
Namun, sosok ibu yang seperti malaikat tanpa sayap itu perlahan memudar.
Banyak sekali berita terkait seorang ibu yang tega membunuh anaknya, salah satu alasannya adalah kemiskinan. Seperti insiden tragis di Desa Membalong, Kabupaten Belitung, di mana seorang ibu rumah tangga berusia 38 tahun diduga membunuh dan membuang bayi yang lahir secara normal di kamar mandi.
Kejadian itu terjadi pada Kamis, 18 Januari 2024, sekitar pukul 21.00 WIB.
Motif dari tindakan mengerikan ini diduga terkait dengan faktor ekonomi, dimana ibu tiga anak tersebut merasa terdesak secara finansial. (bangka.tribunnews.com, 23/01/2024)
Keibuan adalah salah satu aspek kemanusiaan yang paling mendasar. Namun, dalam dunia modern berasaskan kapitalisme yang dipenuhi dengan tekanan dan tuntutan, fitrah keibuan sering kali terkikis.
Tingginya beban hidup telah menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh banyak perempuan di seluruh dunia, dan dampaknya terhadap fitrah keibuan bisa sangat mematikan.
Fitrah keibuan mengacu pada naluri alami seorang ibu untuk melindungi, merawat, dan mencintai anak-anaknya. Namun, ketika beban hidup menjadi terlalu berat, fitrah keibuan sering kali terhambat atau bahkan terkubur di tengah-tengah tekanan dan stres.
Banyak perempuan yang harus mengatasi banyak tanggung jawab sekaligus, seperti pekerjaan di luar rumah, mengurus rumah tangga, dan merawat anak-anak. Hal ini sering kali membuat mereka memiliki sedikit waktu untuk memperhatikan kebutuhan emosional dan fisik anak-anak mereka dengan sepenuh hati. Bahkan hampir-hampir tak memiliki waktu untuk diri mereka sendiri.
Beban hidup yang tinggi sering kali terkait dengan masalah finansial, seperti kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Ini dapat mengakibatkan tekanan tambahan pada seorang ibu untuk mencari solusi finansial, yang kadang-kadang mengorbankan waktu yang seharusnya dihabiskan dengan anak-anak. Mereka menjelma dari tulang rusuk menjadi tulang punggung.
Pada akhirnya perempuan kehilangan keseimbangan antara peran sebagai ibu dan individu. Fitrah keibuan, yang seharusnya menjadi sumber kekuatan dan cinta, menjadi terkekang oleh stres dan kelelahan.
Bagaimana Islam memandang fenomena ini dan menyediakan solusi?
Islam memberikan kesempatan yaitu berupa kebolehan seorang wanita untuk bekerja selama tidak melanggar syariat. Bekerja adalah mubah, bukan kewajiban.
Islam mendorong adil dalam pembagian tugas antara suami dan istri. Dalam konteks ini, suami diberi tanggung jawab untuk memberikan dukungan fisik, emosional, dan finansial kepada istri dalam menjalankan peran keibuan.
Islam juga mengajarkan untuk menghargai peran ibu. Rasulullah Saw. bersabda bahwa surga terletak di bawah telapak kaki ibu, menyoroti kedudukan mulia seorang ibu dalam agama ini.
Masyarakat Islam juga dianjurkan untuk memberikan dukungan kepada ibu dalam menjalankan tugasnya. Dukungan dari keluarga, tetangga, dan masyarakat secara keseluruhan sangat penting dalam memperkuat fitrah keibuan.
Tak kalah penting adalah peran negara. Negara akan memberikan santunan kepada warga yang terkategori fakir atau miskin. Seperti kisah Khalifah Umar bin Khaththab ra. yang memanggul sekarung gandum untuk seorang ibu yang merebus batu. Kisah ini menggambarkan perhatian negara terhadap nasib kaum ibu.
Ragamers, sebenarnya Islam sudah memberikan panduan hidup dan solusi bagi kita semua, dalam aspek kehidupan apapun.
Sayangnya, banyak dari kita yang abai terhadap syariat. Oleh karena itu, kita bisa melihat dan merasakan kerusakan yang terjadi pada masyarakat kita saat ini.
Bila kita ingin menyelesaikan masalah-masalah yang carut marut seperti saat ini, satu-satunya cara adalah kembali pada syariat.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar