Oleh. Agustia Wahyu Tri Anggraeni, S.Pd
(Penulis dan Praktisi pendidikan)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan hingga 23 November 2023, penyaluran bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) telah mencapai 100% dari target yakni. disalurkan kepada 18.109.119 penerima dan terjadinya peningkatan akses layanan pendidikan sepanjang 2022. Bahkan, terjadi pula peningkatan partisipasi pendidikan pada kelompok pendapatan terendah, khususnya untuk SMA/sederajat. Sebelumnya, bantuan senilai Rp9,7 miliar setiap tahunnya diberikan kepada 17,9 juta siswa. Pada tahun 2024, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menaikkan target pendidikan menengah atas sebanyak 567.531 siswa dan jenjang lembaga pendidikan vokasi sebanyak 99.104 siswa. Peningkatan jumlah target tersebut bersamaan dengan peningkatan bantuan unit bantuan siswa SMA dan SMK dari Rp 1.000.000 (tahun) menjadi Rp 1.800.000 (tahun). Sedangkan Rp450. 000 per tahun pada tingkat SD dan Rp750.000 per tahun pada tingkat SMA. (Republik, 26.1.2024). Nadiem juga menyatakan bahwa Program Indonesia Pintar (PIP) memberikan manfaat positif pada anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan.
Seperti diketahui, PIP hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin. PIP dirancang untuk membantu anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin/rentan miskin /prioritas tetap mendapatkan layanan pendidikan sampai tamat pendidikan menengah, baik melalui jalur formal SD sampai SMA/SMK dan jalur non formal paket A sampai paket C dan pendidikan khusus. melalui program ini pemerintah berupaya mencegah peserta didik dari kemungkinan putus sekolah, dan diharapkan dapat menarik siswa putus sekolah agar kembali melanjutkan pendidikannya. PIP juga diharapkan dapat meringankan biaya personal pendidikan peserta didik, baik biaya langsung maupun tidak langsung, PIP diperuntukkan bagi peserta didik dari keluarga miskin/rentan miskin dan/atau dengan pertimbangan khusus , termasuk penyandang disabilitas, sasaran prioritas pemegang KIP, peserta didik yang mengalami kelainan fisik, korban musibah, dari orang tua yang mengalami pemutusan hubungan kerja, di daerah konflik, dari keluarga terpidana, berada di Lembaga Pemasyarakatan, memiliki lebih dari 3 (tiga) saudara yang tinggal serumah.
Nadiem berpendapat, kualitas pelaksanaan program PIP merupakan bagian dari upaya pemerataan hak dan mutu pendidikan. Tujuan dari bantuan PIP ini adalah untuk memenuhi kebutuhan siswa selama belajar di sekolah. Sehingga diharapkan seluruh anak di Indonesia dapat merasakan manfaat dari program ini. Oleh karena itu, peserta didik diharapkan mampu mengelola penerimaan PIP yang dialokasikan. Namun jika dilihat dari nominal bantuan yang diberikan per tahunnya, hal tersebut tidak terlalu sebanding dengan harga kebutuhan sekolah siswa. Coba kita hitung, misalnya sampai tingkat sekolah dasar. Jika besaran bantuannya Rp 450.000 per tahun, maka bantuannya hanya Rp 37.500 per bulan. Untuk bahan belajar, jumlah tersebut cukup untuk membeli satu pak berisi 10 buku saja. Sekolah membutuhkan lebih dari sekedar buku catatan. Ada pula kebutuhan lain seperti alat tulis, buku pelajaran, seragam, dan uang saku harian anak. Belum lagi banyaknya program ekstrakurikuler seperti Kegiatan Tengah Semester (KTS) yang wajib dilaksanakan setiap pertengahan semester, yang tentunya membutuhkan keuangan pribadi peserta didik.
Lalu disusul oleh sebuah fakta terjadinya penurunan skor Programme for International Student Assessment atau Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) Indonesia tahun 2022 mencerminkan krisis pembelajaran di Indonesia parah dan harus diatasi secara serius dan berkelanjutan. Karena itu, pemerintah diminta tak membuat narasi seolah-olah kondisi pembelajaran relatif baik karena penurunan skor di bawah rata-rata internasional dan ada kenaikan peringkat. Pengamat dan praktisi pendidikan, Indra Charismiadji, di Jakarta, Rabu (6/12/2023), menilai, narasi Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terkait PISA 2022 menyesatkan, seolah-olah terjadi peningkatan signifikan. Padahal, faktanya terjadi penurunan skor PISA Indonesia.
Sekilas, program ini sepertinya menunjukkan kepedulian negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Namun ternyata program ini sama sekali tidak menunjukkan dukungan pemerintah terhadap seluruh warga negara untuk memperoleh layanan pendidikan yang terjangkau. Berdasarkan Susenas tahun 2022, jumlah pemuda Indonesia (16-30 tahun) diperkirakan berjumlah 65,82 juta jiwa atau hampir seperempat dari total penduduk Indonesia (24,00%). Dari segi tingkat pendidikan, baru sekitar 10,97% generasi muda yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi. Hal ini juga dicapai oleh kaum muda yang tinggal dalam kelompok berbagi biaya rumah tangga yang besar. Artinya, kelompok miskin biasanya tidak memiliki akses terhadap pendidikan tinggi.
Secara keseluruhan, rata-rata lama sekolah pemuda Indonesia pada tahun 2022 adalah 10,94 tahun, atau mendekati kelas XI SMA/sederajat. Remaja perkotaan bersekolah satu tahun lebih lama dibandingkan remaja pedesaan (11,48 tahun berbanding 10,21 tahun). Statistik ini menunjukkan bahwa peluang masyarakat untuk mendapatkan pendidikan masih sangat rendah, terutama pada pendidikan tinggi. Pada tahun 2022, PIP hanya diperuntukkan bagi 200.000 siswa, padahal terdapat lebih dari 26 juta generasi muda berusia 19-25 tahun (usia sekolah normal) (40,1% generasi muda). Jadi jelas betapa terbantunya jumlah peserta didik PIP yang jumlahnya sedikit.
Secara umum, jika dilihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh, 39,60% generasi muda tamat SMA/sederajat, 35,78% generasi muda tamat SMA/sederajat, dan 10,97% generasi muda tamat. pendidikan yang lebih tinggi. Pada saat yang sama, 13,64% generasi muda hanya menyelesaikan sekolah dasar atau pendidikan rendah. Keadaan ini juga belum bisa dikatakan baik, karena ternyata masih banyak generasi muda yang hanya tamat SD. Meski masih banyak faktor lain yang berkontribusi seperti lingkungan, budaya dan lain sebagainya, namun program bantuan keuangan ini sebenarnya tidak menyelesaikan masalah. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa PIP hanyalah program tambal sulam negara di bidang pendidikan.
Permasalahan pada dunia pendidikan tidak berhenti sampai di situ saja. Di sisi lain, kita tidak bisa menutup mata terhadap anak putus sekolah. Seiring dengan meningkatnya anggaran sekolah dari tahun ke tahun, jumlah anak putus sekolah di Indonesia pun semakin meningkat. Menurut Kementerian Keuangan, anggaran pendidikan pada tahun 2023 sebesar Rp 612,2 triliun. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2022 yang sebesar Rp 574,9 triliun. Informasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan bahwa pada tahun ajaran 2022/2023 jumlah lulusan sekolah mengalami peningkatan dibandingkan tahun ajaran sebelumnya, kecuali sekolah dasar (SMP). Sepanjang tahun ajaran 2022/2023, tercatat 40.623 orang putus sekolah pada jenjang SD, 13.716 orang pada jenjang SMP, 10.091 orang pada jenjang SMA, dan 12.404 orang pada jenjang SMK.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa mayoritas (76%) keluarga menyatakan penyebab utama anak mereka putus sekolah adalah karena alasan ekonomi. Sebagian besar (67,0%) di antaranya tidak mampu membayar biaya sekolah, sementara sisanya (8,7%) harus mencari nafkah. Kemiskinan bisa memicu anak-anak menjadi putus sekolah karena mereka terpaksa harus membantu orang tuanya mencari nafkah. Angka putus sekolah pun didominasi oleh siswa laki-laki. Jumlah siswa putus sekolah laki-laki lebih besar 15,29% daripada perempuan.
Padahal, permasalahan yang ada di bidang jasa pendidikan saat ini adalah dampak dari manajemen pendidikan yang bersifat kapitalis, yaitu membingkai pendidikan sebagai suatu jasa yang telah dikomoditisasi (sesuai dengan Konvensi Perdagangan Jasa), pendidikan diselenggarakan menurut pasar kapitalis. Mereka yang bermodal bisa memanfaatkannya, sedangkan masyarakat miskin harus siap menanggung biaya pendidikan yang semakin meningkat atau bahkan tidak menerimanya. Apalagi PTNBH harus mengatur keuangannya sendiri, karena negara meminimalkan atau menghilangkan subsidi, lagi-lagi karena politik kekuasaan good governance kapitalis. Wajar jika perguruan tinggi tak segan-segan lagi memungut uang dari masyarakat (mahasiswa), meski biayanya sangat mahal. Jika demikian, wajar pula jika akses masyarakat terhadap pendidikan minim. Meskipun pemerintah mengeluarkan peraturan seperti UU Pendidikan Tinggi 12/2012 yang mengamanatkan peningkatan akses dan kesempatan belajar di perguruan tinggi serta mempersiapkan masyarakat Indonesia yang cerdas dan kompetitif, namun hal tersebut tidak berjalan dengan baik. PIP adalah hanya sebagian program. Ketulusan pemerintah dalam menyediakan layanan pendidikan terjangkau patut dipertanyakan. Jika ini tulus, negara harus menghapuskan peraturan dan tata kelola kapitalis yang menyebabkan tingginya biaya pendidikan. Negara juga harus serius dalam meningkatkan kesejahteraan dengan meninggalkan pengelolaan ekonomi kapitalis agar semua masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
Negara sejatinya bisa menjamin layanan pendidikan secara murah bahkan gratis jika saja mau menerapkan sistem Islam secara kafah, baik dalam tatanan politik maupun ekonomi. Dalam tatanan politik, negara secara tegas berfungsi sebagai penanggung jawab dan pelaksana langsung pengelolaan pendidikan. Negara tidak akan melemparkan tanggung jawab kepada swasta (korporasi) ataupun masyarakat. Negara pun tidak boleh mengomersialkan pendidikan kepada rakyat. Adapun secara ekonomi, negara menerapkan sistem ekonomi Islam sehingga memiliki sumber-sumber pemasukan negara bagi pembiayaan pendidikan. Biaya pendidikan akan diambil dari pengelolaan kepemilikan umum dan negara. Semua diatur melalui mekanisme Baitulmal. Pendidikan merupakan kebutuhan primer masyarakat yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara secara langsung. Negara akan memastikan seluruh rakyat mendapatkan pelayanan tersebut, tidak mengenal miskin atau kaya, pintar atau tidak. Semuanya dilayani dan diberi kemudahan akses. Demikianlah pengaturan pendidikan dalam sistem Islam (Khilafah). Akses layanan pendidikan mudah, kemajuan masyarakat pun bukan hal sulit. Bukan hanya Indonesia emas saja yang terwujud, dunia pun akan gemilang karenanya.
Wallahualam bissawab.
Sumber :
https://muslimahnews.net/2023/02/07/17392/
https://muslimahnews.net/2024/01/31/26746/
https://muslimahnews.net/2024/01/17/26404/
0 comments:
Posting Komentar