Oleh. Sendy Novita, S.Pd,M.M
(praktisi pendidik)
Ramadan kita kenal sebagai bulan istimewa, dimana terdapat banyak kemuliaan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Rahmat Allah yang tercurah begitu besar, dengan dibukanya pintu-pintu surga dan ditutupnya pintu-pintu neraka, dimana bulan dikabulkanya doa-doa. Allah menjadikan bulan Ramadan sebagai bulan suci, bulan pengampunan dengan beribu-ribu kebaikan yang kebaikannya melebihi seribu bulan.
Sayangnya momentum Ramadan tidak lantas mampu menghentikan segala kemaksiatan. Ditemukannya kasus-kasus prostitusi online baru-baru ini tentu membuat kita berpikir seribu kali, bahwa bulan Ramadan ternyata tak mampu menghadirkan keimanan secara totalitas.
Contoh nyata adalah maraknya prostitusi online lewat berbagai aplikasi salah satunya aplikasi Michat. Mirisnya sang suami yang menawarkan istrinya sebagai pekerja seks komersial. Sepasang suami istri tersebut diamankan di sebuah kontrakan di wilayah Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sekretaris desa setempat, Ahmad Humaedi Agung mengatakan penggerebekan dilakukan oleh aparat pemerintahan setempat (tribunnews.com/18/1/2024)
Di lain tempat, Kapolresta Bogor Kota Polda Jabar, Kombes Bismo Teguh Prakoso menggelar press conference ungkap kasus Prostitusi online jaringan nasional di Mako Polresta Bogor kota Jl. Kapten Muslihat Kota Bogor (tribratanews.polri.go.id/15/3/2024)
Keberhasilan dalam mengungkap dan menangkap pelaku prostitusi online jaringan nasional yang berinisial Sdr. DTP warga Bogor yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 24 Februari 2024 sekitar pukul 23.30 WIB di Hotel 101 Jl. Surya Kencana Kec. Bogor Tengah Kota Bogor, karena adanya laporan dari masyarakat yang memberi informasi tentang maraknya praktek prostitusi online di Kota Bogor.
Pelaku terbukti melanggar UU No 21 tahun 2007 Bab 2 tentang Tindak pidana Perdagangan Orang, pasal 2 ayat 1 dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun. Turut hadir dalam giat tersebut antara lain Kapolresta Bogor Kota, Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota, Kasi Propam Polresta Bogor Kota, Kasi Humas Polresta Bogor Kota dan Rekan Wartawan media cetak dan online (tribatanews.polri.go.id/15/3/2024)
Lagi, berita yang serupa, terjaringnya Lima pasangan bukan suami istri dan empat wanita dalam tim gabungan saat razia ke sejumlah tempat di Tanjungpandan Kabupaten Belitung, Rabu (13/3/2024) malam.
Tim gabungan melibatkan jajaran Satpol PP bersama tim gabungan dari Polres Belitung, BNNK serta stakeholder terkait ini menggelar razia rutin memasuki bulan suci Ramadan 2024 dengan menyisir beberapa hotel di sekitaran Kota Tanjungpandan. (tribunnews.com/15/3/2024)
Kasus prostitusi bukanlah trending topic, tetapi suatu fenomena yang tak pernah hilang. Kasus-kasus tersebut merupakan bagian kecil dari ribuan kasus prostitusi lainnya, baik yang terungkap maupun tidak.
Jika kita lihat lebih jauh, ada alasan yang menyebabkan mereka terjerumus dalam kasus tersebut. Faktor ekonomi merupakan faktor terbesar banyak wanita terjerat kasus prostitusi. Kebutuhan yang tinggi ditambah dengan minimnya keahlian dan pendidikan menyebabkan banyak yang gelap mata.
Meski tak jarang gaya hidup mewah dan tuntutan hidup yang tinggi atau hedonisme juga menjadi penyebabnya. Gaya hidup ini mengarah pada perilaku konsumtif. Hedonisme berasal dari bahasa Yunani, dengan kata dasar hedone berarti kesenangan, sebuah cara pandang yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kesenangan sebanyak mungkin.
Menilik kemiskinan sebagai pintu utama pembuka prostitusi, karena permasalahan kemiskinan di negeri ini masih menjadi pekerjaan rumah yang hingga kini belum bisa diselesaikan. Bahkan, kemiskinan terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Peneliti Lembaga Riset Institute for Demographic And Poverty Studies (IDEAS) bidang ekonomi makro Askar Muhammad memprediksi, tingkat kemiskinan di negeri ini berpotensi mengalami peningkatan di tahun 2022 menjadi 10,81% atau setara dengan 29,3 juta penduduk.
Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan. Seperti, memberikan bantuan sosial, bantuan modal kerja, dan lain lain. Namun sayangnya, solusi ini tidak mampu mengatasi kemiskinan.
Sungguh ironi, Indonesia adalah negeri yang kaya, negeri yang memiliki sumber daya alam melimpah, minyak bumi, hasil tambang, hasil hutan, hasil laut, tetapi tetap tak mampu mengentaskan kemiskinan yang telah terjadi selama bertahun-tahun.
Alasan utamanya adalah sistem kapitalis sekuler sebagai sistem yang diterapkan dengan ide kebebasan, salah satunya kebebasan kepemilikan. Kebebasan tersebut telah menyebabkan penguasa memberikan pengelolaan SDA yang melimpah kepada swasta dan asing.
Hal inilah yang mengakibatkan terciptanya kemiskinan massal di tengah masyarakat. Tidak hanya itu, beban rakyat semakin bertambah berat dengan adanya kenaikan PPN dan dicabutnya berbagai subsidi.
Sebab, kebijakan itu mengakibatkan semakin tingginya harga sejumlah barang kebutuhan pokok. Kondisi ini semakin diperparah dengan abainya penguasa akan tanggung jawabnya dalam tugasnya sebagai pengurus rakyat.
Negara hanya berorientasi untuk menurunkan angka kemiskinan semata, sehingga solusi yang dihadirkan tidak menyentuh akar permasalahan.
Hal ini sungguh berbeda dengan Islam. Islam memandang kemiskinan merupakan permasalahan sistemis yang sudah pasti membutuhkan solusi yang sistemis pula. Islam memandang masalah kemiskinan erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan akan terwujud apabila kebutuhan asasi rakyat terpenuhi. Karenanya, negara Islam akan memenuhi kebutuhan asasi rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Negara akan mengelola sumber daya alam yang dimiliki secara mandiri, sehingga negara akan memiliki keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara gratis.
Islam melarang siapapun baik perorangan, perusahaan apalagi asing untuk mengelola SDA yang dalam jumlah melimpah. Karena, SDA tersebut merupakan kepemilikan rakyat. Rasulullah SAW bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Selain itu, dalam paradigma Islam, sistem pendidikan diarahkan untuk mencetak generasi yang beradab dan berakhlak mulia, berpikir dan berpola sikap islami, berintelektual tinggi dan faqih dalam hal agama. Sehingga lahirlah generasi-generasi terbaik yang paham bahwa hidupnya diatur oleh Sang Pencipta. Paham bahwa segala perbuatannya akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Sehingga ia akan berhati-hati dalam mengarungi kehidupan.
Pendidikan adalah perkara yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa, karena lewat pendidikan akan dilahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul, yang akan meneruskan kepemimpinan suatu bangsa. Namun melihat bagaimana upaya pemerintah menjadikan pendidikan agar sejalan dengan dunia bisnis, dimana sistem pendidikan harus mampu menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai dengan keahlian tertentu dan tidak memperhatikan pembentukan karakter pada generasi, tampak jelas tujuan pendidikan di negeri ini mulai mengalami pergeseran.
Sebagaimana disebutkan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Kini pendidikan hanya dijadikan ‘mesin pencetak’ tenaga kerja, hal ini dapat dilihat dari program-program pemerintah yang terkesan lebih mengutamakan bidang pemenuhan ekonomi semata. Sungguh miris teori yang dimiliki negeri ini mengenai pendidikan namun tidak sejalan dengan kenyataan.
Lagi-lagi, sistem kapitalisme dengan asas nya pemisahan agama dari kehidupan (sekuler). Kapitalisme telah menghilangkan peran agama dari kehidupan dari pemerintahan, dan juga menghilangkan peran agama dari pendidikan, akibatnya generasi yang lahir dari sistem pendidikan kapitalisme kosong dari nilai nilai agama.
Hal yang paling utama adalah sanksi, dimana sanksi tersebut harus dapat memberikan efek jera yang hanya bisa diberikan sesuai dengan hukum yang telah Sang pencipta berikan. Secara syariat zina merupakan dosa besar. Di dalam Islam, pelaku zina yang belum menikah maka akan dihukum dengan hukuman cambuk sebanyak 100 kali. Ini merujuk kepada firman Allah Swt. di dalam surah An-Nur ayat 2. Adapun bagi pelaku zina yang sudah menikah, maka hukumannya adalah hukuman rajam.
Peraturan dan solusi Islam ini hanya bisa diterapkan, dengan adanya peran negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Oleh karena itu, segala persoalan yang terjadi di tengah-tengah umat saat ini akan terselesaikan jika mau dan rela dengan aturan sang pencipta. Sungguh, Allah Swt. telah memuliakan kita dengan Islam. Oleh karenanya, sudah saatnya kita kembali kepada Islam untuk mendapatkan solusi yang tuntas dan menyelamatkan.
Wallahualam bissawab.