Oleh. apt. Dwi Sri Utami, S.Farm
(Apoteker dan Pemerhati Remaja)
Lagi-lagi kembali terjadi. Di akhir pemerintahan, Jokowi kembali mengeluarkan kebijakan yang cukup kontroversial yaitu PP Nomor 28 tahun 2024 yang baru saja disahkan pada Jumat, 26 Juli 2024. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa pengesahan PP Nomor 28 tahun 2024 adalah salah satu langkah dalam transformasi kesehatan. Ia berharap PP ini dapat membangun sistem kesehatan Indonesia yang kuat, mandiri, dan inklusif.
Polemik
Salah satu pasal yang menimbulkan kontroversi dan kritikan dari masyarakat diantara pasal-pasal dalam PP tersebut adalah pada pasal 103 ayat (1) yang berbunyi “Upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan kesehatan reproduksi.” Kemudian, pada ayat (4) menyatakan “Pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitas, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.” Pasal inilah yang menuai kontroversi karena di dalamnya tidak memuat penjelasan yang detail, seolah-olah siswa dan remaja diperbolehkan dalam menggunakan alat kontrasepsi. (mui.or.id, 19/08/2024)
Kewajiban menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk penyediaan alat kontrasepsi untuk anak sekolah, dan remaja atas nama seks aman, akan mengantarkan pada liberalisasi perilaku yang merusak moral masyarakat. PP ini pun menjadi isu yang kontroversial di tengah masyarakat. Meskipun langkah ini diklaim aman, dan dapat mencegah masalah kesehatan, tetapi dikhawatirkan mengantarkan pada budaya seks bebas.
Liberalisasi Perilaku dalam Sistem Demokrasi
Penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja sejatinya bisa memberikan pemahaman yang salah tentang seks bebas. Akibatnya banyak timbul kontroversi dan kritikan dari berbagai kalangan masyarakat. Wakil ketua DPR RI Abdul Fikri Faqih mengkritisi terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja yang diatur dalam PP Nomor 28 tahun 2024. Menurutnya, aturan ini sama saja dengan membolehkan tindakan seks bebas kepada pelajar. Aturan ini juga tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama yang telah diprakarsai oleh para pendiri bangsa Indonesia. (kompas.tv, 5/08/2024)
Padahal fakta yang ada sekarang, kondisi generasi kita sedang tidak baik-baik saja. Bahkan sudah pada tahap mengkhawatirkan. Merujuk pada data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada 2017, BKKBN mengungkapkan bahwa 60% remaja usia 16-17 tahun telah melakukan hubungan seksual, usia 14-15 tahun sebanyak 20%, dan usia 19-20 tahun sebanyak 20%. Dampak seks bebas ini juga menimbulkan segudang permasalahan baru pada remaja yaitu naiknya angka kehamilan di luar nikah, aborsi, dan penularan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan, tahun 2023, 80% dispensasi nikah akibat faktor hamil di luar nikah. Sejak 2016 dispensasi nikah melonjak hingga tujuh kali lipat. Data pengadilan agama pada 2022 menunjukkan bahwa dispensasi nikah yang dikabulkan hakim mencapai 52.338 dengan angka tertinggi berasal dari Jawa Timur, yakni sebanyak 29,4% atau 15 ribu. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI) melaporkan pada tahun 2017 jumlah remaja menderita penyakit kelamin terus meningkat. Di sejumlah rumah sakit umum daerah banyak pasien di rentang usia 12-22 tahun menjalani pengobatan karena mereka mengidap infeksi menular seksual.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah melaporkan di tahun 2022 kelompok usia 15-19 tahun yang dikategorikan sebagai remaja menjadi kelompok yang paling banyak terinfeksi HIV. Terdapat sebanyak 741 remaja atau 3,3% terinfeksi HIV.
Apakah jadinya jika perilaku seks bebas justru difasilitasi? Bukankah dengan akses mudah mendapatkan kontrasepsi, yang diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024, memungkinkan terjadinya liberalisasi perilaku? Dimana remaja mungkin merasa lebih bebas untuk melakukan hubungan seksual, karena merasa negara membolehkannya. Akibatnya semakin terbuka lebar pintu perzinaan dan perilaku seks bebas remaja akan semakin parah. Padahal dalam Islam, perzinaan hukumnya haram.
Namun beginilah sistem demokrasi yang dianut oleh negeri kita. Peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa akan selalu menghasilkan peraturan yang bertolak belakang bahkan bertentangan dengan norma agama. Dalam demokrasi, Undang-undang yang dihasilkan merupakan buah pemikiran manusia yang serba terbatas.
Faktanya, Undang-undang yang dilegalisasi oleh pemimpin negeri kita selama ini selalu berkaitan dengan kepentingan politik dan ekonomi para elite politik serta para korporasi. Begitu juga dengan disahkannya PP No 28 tahun 2024. Aturan ini menunjukan bahwasanya Indonesia adalah negara sekuler yang mengabaikan aturan agama dalam pengambilan kebijakannya. Dengan landasan kebebasan, dan memisahkan agama dari kehidupan menjadikan perilaku masyarakat semakin rusak tak terkendali. Liberalisasi perilaku remaja kian marak, kerusakan perilaku remaja pun tak terelakkan. Bagaimana nasib masa depan generasi ini?
Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini pun turut berkontribusi, karena tidak memberikan landasan moral, dan spiritual yang kuat pada para siswa. Sistem pendidikan sekuler hanya berorientasi pada nilai akademik semata, yang menjadikan materi, dan kepuasan jasmani sebagai tujuan hidup. Oleh karena itu pergaulan bebas dianggap lumrah.
Solusi Islam
Keluarnya PP No 28 tahun 2024 adalah solusi khas ideologi sekulerisme-liberalisme. Negara yang memakai sekuler-liberal memang menjamin kebebasan individu, termasuk di dalamnya kebebasan hak reproduksi. Salah satunya adalah kebebasan perilaku seks di luar nikah.
Solusi yang ditawarkan oleh sistem sekuler untuk mencegah kehamilan dan infeksi penyakit menular seksual, masyarakat didorong bahkan difasilitasi dengan pelayanan alat-alat kontrasepsi. Upaya ini justru akan menjerumuskan masyarakat. Terutama bagi generasi muda, para pelajar dan remaja ke dalam jurang kehancuran yang makin dalam.
Dalam pandangan Islam untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat dan menjaga agama merupakan kewajiban bagi negara yang tidak boleh diabaikan. Negara adalah pihak yang paling bertanggungjawab dalam mewujudkan sejumlah tujuan keberadaan masyarakat Islam yang telah ditetapkan syara’. Diantaranya ialah menjaga agama, akal, jiwa, dan juga keturunan.
Atas dasar tersebut, kebijakan pelayanan kesehatan islam bagi terjaganya kesehatan sistem reproduksi dan potensi berketurunan generasi berlangsung di atas prinsip sahih. Sehingga upaya promotif, preventif, dan kuratif bebas dari unsur fahisyah (perbuatan keji) dan industrialisasi. Di antara prinsip sahih itu adalah sebagai berikut.
Pertama, Islam berpandangan bahwa Allah Swt. menciptakan naluri seks adalah demi kelestarian ras manusia. Firman Allah Swt., “ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabbmu yang menciptakan kamu seorang diri, dan darinya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (Q.S An-Nisa’ ayat 1).
Kedua, setiap aktivitas kehidupan manusia wajib terikat hukum syara’ dengan dorongan untuk meraih rida Allah Swt. sebagai puncak kebahagiaan yang diupayakan secara sungguh-sungguh oleh setiap muslim, termasuk yang terkait pemenuhan naluri seks. Firman-Nya, “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (Q.S Adz-Dzariyat ayat 56).
Ketiga, Islam berpandangan bahwa kesehatan merupakan puncak kepentingan dan kenikmatan yang bakal dimintai pertanggungjawabannya di yaumil akhir. Hal itu ditegaskan oleh Rasulullah saw. ,”Sesungguhnya perkara seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah bahwasanya ia akan ditanya, ‘Bukankah telah diberikan kesehatan jasadmu.’” (HR Hakim). Sehingga setiap individu akan berupaya merawat kesehatannya dan dimanfaatkan untuk ketaatan kepada Allah Swt.
Keempat, Islam telah menjadikan kesehatan sebagai suatu kebutuhan pokok bagi publik bukan bentuk jasa dan komoditas komersial. Rasulullah saw. bersabda,” Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari).
Kelima, negara dalam ajaran Islam menjadi pihak yang berada di garda terdepan. Negara bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap segala penyelenggaraan pelayanan kesehatan, berikut berbagai pilar sistem kesehatan. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang Imam itu laksana perisai. Ia akan dijadikan perisai yang orang-orang akan berperang di belakangnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Juga sabda beliau, “Imam/khalifah itu laksana gembala, dan hanya ialah yang bertanggungjawab terhadap yang digembalakannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Penutup
Penerapan secara praktis prinsip tersebut membutuhkan kehadiran negara Islam sebagai satu-satunya model negara yang kompatibel dengannya. Dengan demikian, kembalinya kehidupan Islam, peradaban Islam hari ini, adalah satu-satunya jawaban. "Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila Dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu.” (QS Al-Anfal ayat 24).
Pustaka
mui.or.id, 19/08/2024
kompas.tv, 5/08/2024
muslimahnews.net
Kaffah No.355
0 comments:
Posting Komentar