Oleh. Arimbi Nikmah Utami
(Penulis Kota Blora)
Membahas masalah perubahan pasti tidak akan ada habisnya, tak berujung. Karena perubahan adalah suatu hal yang pasti terjadi dalam fase kehidupan manusia.
Dari sel telur menjadi janin, dari bayi menjadi manula, dari digendong, merangkak, berjalan hingga berlari, dari bermain-main, belajar di sekolah, lalu bekerja. Itulah beberapa fase perubahan yang dilalui manusia.
Perubahan pasti terjadi, perubahan telah menanti di depan mata.
Namun apakah kita cukup mengaminkan proses perubahan itu? Mengikuti alurnya sedemikian rupa tanpa berusaha sedikitpun?
Tentu tidak.
Meski perubahan itu pasti, namun perubahan seperti apa yang ingin kita alami, kitalah yang memiliki andil untuk menuju ke sana.
Perubahan seperti apa yang ingin kita lalui, pasti adalah perubahan yang bersifat lebih baik, perubahan ke arah yang lebih positif. Bukan sebaliknya, perubahan ke arah negatif, ke keadaan yang lebih buruk dan lebih rendah dari sebelumnya. Tentu bukan itu yang kita inginkan.
Lalu bagaimana menjalani proses perubahan itu sehingga mampu menimbulkan dampak yang kita inginkan?
Kita bisa berubah dengan dua jalan. Yang pertama adalah jalan yang terpasang rambu-rambu dari Sang Pencipta.
Jalan lainnya adalah jalan tanpa rambu-rambu, jalan yang bisa kita tentukan aturannya sesuka hati kita.
Mana jalan yang kita pilih?
Jalan dengan rambu-rambu yang akan memandu kita, memberi petunjuk pada kita sehingga kita bisa melewati perjalanan dengan aman dan sampai tujuan dengan selamat.
Ataukah jalan tanpa rambu-rambu yang bisa kita lalui semau kita. Yang justru berpotensi membahayakan diri kita dan orang lain.
Jalan yang kita anggap lebih baik karena lebih bebas justru menjadi sarana primary self destruction.
Jalan yang kita pilih dengan gelimang kebebasannya justru menghancurkan diri kita sendiri, orang lain dan alam.
Kebebasan berperilaku menyebabkan generasi muda negeri ini banyak terjerumus kepada perzinahan. Terjebak gaya hidup hedonis yang menggilas moral.
Kebebasan kepemilikan menyebabkan masyarakat berkubang dalam riba, demi tren barang branded sesaat.
Tangan-tangan zalim penguasa mengeruk sumber daya alam, merusak kekayaan negeri mereka sendiri lalu menjualnya ke negeri asing. Menggembungkan kantong-kantong uang mereka di saat rakyatnya mengencangkan ikat pinggang karena tak ada makanan yang melewati kerongkongan.
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah : 50)
Maka pilihan kita harus berubah.
Saat pilihan kita sesuai dengan keinginan Sang Pencipta maka insyaAllah perubahan yang kita inginkan akan terwujud. Perubahan yang lebih baik.
Perubahan yang benar tidak sekedar berubah, tapi perubahan yang berdampak pada diri sendiri, orang lain dan alam.
Penerapan syariat Islam secara kaffah adalah jalan pilihan yang benar dan tepat untuk mendapatkan perubahan yang berdampak, tidak hanya di dunia namun juga di akhirat.
Wallahu’alam bishawab.
0 comments:
Posting Komentar