Oleh. Arimbi
(Thinking Mom & Pemerhati Publik)
Ragam Formula - Memasuki bulan Ramadan, ada fenomena yang selalu terulang, selalu, tidak pernah tidak. Ya, fenomena misterius kenaikan harga bahan-bahan pokok yang seolah menjadi kebiasaan setiap tahun.
Menurut Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) kenaikan harga tertinggi akan terjadi selalu pada tiga hari menjelang puasa. Sebagaimana dikutip dari pemberitaan detikcom, kenaikan harga itu terjadi karena permintaan masyarakat yang tinggi menjelang bulan puasa. Masyarakat akan berupaya membeli bahan makanan untuk stok di rumah.
Dilansir dari opendata.jabarprov.go.id, secara umum kenaikan harga sembako di bulan Ramadan biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor;
Pertama, ketidakseimbangan jumlah supply dan demand sembako, konsumsi atau permintaan sembako di bulan Ramadan biasanya meningkat, tidak diiringi dengan kenaikan pasokan sembako di pasaran.
Kedua, panjangnya rantai distribusi sembako sedangkan terjadi kenaikan permintaan yang meningkat di berbagai daerah. Sehingga, mengakibatkan beban ongkos distribusi menjadi lebih besar terlebih di tempat yang jauh dari produsen.
Selain itu, tidak dipungkiri masih adanya pihak yang tidak bertanggung jawab yang ingin meraup keuntungan lebih. Pihak yang nakal ini biasanya membeli barang atau produk dari petani dengan jumlah besar. Kemudian ditimbun dan dijual pada saat persediaan pasar menipis dengan harga yang tinggi.
Masyarakat sepertinya mulai terbiasa dan menerima hal ini, alih-alih menyuarakan keberatannya. Mungkin masyarakat sudah apatis dan pesimis terhadap situasi dan kondisi yang ada. Sehingga alih-alih protes dan mendapat respon yang tidak diharapkan (atau justru tidak direspon?), mungkin mereka berpikir lebih baik terima saja.
Dikutip dari kompas.id, yang memberitakan bahwa warga bersiasat telah mempersiapkan kebutuhan pokok dua pekan sebelum bulan Ramadan. Karena harga kebutuhan pokok dirasa cukup mahal jika dibeli saat bulan Ramadan.
Pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk mengantisipasi kenaikan harga ini. Diantaranya dilansir dari kemendag.go.id, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memantau lebih intensif harga dan stok berbagai kebutuhan pokok di seluruh Indonesia. Melalui Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP), khususnya jelang Ramadan dan Lebaran.
Kemendag juga melakukan beberapa langkah untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan minyak goreng. Diantaranya, dengan meningkatkan suplai minyak goreng kemasan dan curah hingga 450 ribu ton per bulan. Naik 50 persen dari kebutuhan nasional sebesar 300 ribu ton per bulan.
Namun langkah-langkah ini belum menunjukkan hasil yang nyata. Faktanya kenaikan harga berulang setiap tahunnya.
Suasana Ramadan dan lebaran, seharusnya menjadi suasana yang menyenangkan juga menenteramkan bagi masyarakat, bukan suasana yang menyesakkan dada dan pikiran karena kenaikan harga.
Bagaimana seharusnya memecahkan misteri kenaikan harga tahunan ini?
Pengamat kebijakan publik Emilda Tanjung, M.Si. menilai gonjang-ganjing harga pangan serta kondisi ketahanan dan kedaulatan pangan yang terus menurun merupakan cerminan kegagalan tata kelola pangan dalam sistem kapitalisme neoliberal.
Ia menyatakan, kegagalan sistem ini menjamin pemenuhan pangan karena hilangnya fungsi politik negara yang sahih. Sebagai penanggung jawab untuk menyediakan pangan secara berkelanjutan, berkualitas, dan harga yang terjangkau.
Peran negara terbatas hanya sekadar regulator dan fasilitator.
Di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar diberikan keleluasaan untuk menguasai seluruh rantai pengadaan pangan. Mulai dari produksi, distribusi, dan konsumsi. Hal itu berada di tangan swasta yang tentunya berorientasi mencari untung.
Akibat penguasaan negara yang minim. Juga lemahnya pengawasannya pada rantai pangan. Mengakibatkan para mafia tumbuh subur dan penimbunan merajalela.
Emilda menyampaikan, dibutuhkan evaluasi secara mendasar dan komprehensif dalam tata kelola pangan kita. Yaitu dengan penerapan sistem pengelolaan pangan Islam.
Islam memang tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual saja. Namun juga, mengatur masalah-masalah manusia yang lain, hingga permasalahan dalam skala negara pun ada solusinya dalam Islam. Pengelolaan pangan hanya satu diantaranya.
Islam mengharuskan kehadiran negara secara penuh sebagai penanggung jawab semua kebutuhan rakyat. Pemerintahlah yang wajib mengatur semua rantai pangan, yaitu produksi, distribusi, sampai konsumsi. Negara harus menjamin semua individu rakyat mampu memenuhi kebutuhan pangan dengan layak, berkualitas, dan harga yang terjangkau.
Islam memiliki sistem ekonomi yang adil dan menyejahterakan seluruh rakyat. Terdapat penjelasan tentang hak kepemilikan harta dan cara mendistribusikan kekayaan yang benar. Sehingga akan terwujud pemerataan ekonomi di masyarakat.
Sistem sanksi dalam Islam juga memiliki konsep pengawasan yang ketat dengan adanya kadi muhtasib (Hakim yang bertugas melaksanakan hisbah, yaitu kewajiban amar makruf nahi mungkar), yang akan mengawasi dan menegakkan hukum secara tegas bagi para pelanggar aturan, seperti mafia, penimbun dan lain sebagainya.
Untuk itu, jika semua cara dan strategi yang dilakukan saat ini tidak berhasil. Sudah saatnya kita harus menggunakan aturan dari Islam. Maka misteri pun akan terpecahkan dan kita akan menyambut Ramadan dengan riang, bukan dengan meriang karena kenaikan harga yang akan menjelang.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar