SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Minggu, 19 Maret 2023

Oleh. Erny 

(Penulis Blora kota)




Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, pada tanggal 10 Maret 2023 lalu melakukan kunjungan kerja di kabupaten Blora. Salah satu agenda kunjungan tersebut adalah penyerahan sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan) kepada warga kawasan Wonorejo Cepu. Masa berlaku sertifikat itu bisa mencapai 80 tahun. (Detik Jateng, 10/3/2023)


Tanah di Wonorejo telah menjadi sengketa sejak tahun 1974. Bermula dari warga menempati tanah yang merupakan kawasan hutan petak seluas 81,835 hektar (Haloblora.co, 14/3/2023). 


Tanah tersebut dikelola oleh Perusahaan Umum Perhutani. Sengketa terjadi akibat tanah yang dimiliki Perhutani ini akan dilakukan penggusuran massal. Pemerintah dengan berbagai cara mengupayakan agar warga tidak digusur yaitu dengan cara pengajuan penggantian tanah perhutani di beberapa wilayah di Blora (kec. Japah, Ngawen, Blora dan Tunjungan) di tahun 1986 (Blorakab.go.id, 25/09/2020). 


Namun, beberapa tahun kemudian muncul permasalahan antara pemerintah dan warga. Warga menuntut kepada pemerintah untuk mengubah tanah tersebut. Yaitu, dari tanah negara menjadi tanah hak milik warga. 


Sengketa tanah tak kunjung selesai hingga pergantian Bupati tidak mampu menyelesaikannya. Bahkan pada tahun 2019 sempat terjadi aksi demonstrasi oleh warga Wonorejo. Mereka menuntut kejelasan status tanah yang ditempatinya (SuaraBanyuurip.com, 11/3/2019).


Tahun ini sengketa tersebut berhasil diselesaikan dengan diterbitkannya sertifikat HGB. Dengan tidak mengubah status tanah negara dan warga merasa tenang karena mempunyai sertifikat.


Penerbitan sertifikat HGB tersebut sesuai persetujuan rapat dari jajaran Pemkab Blora dan Kepala Kanwil ATR BPN Jateng, Dwi Purnama, untuk selanjutnya dibentuk tim kajian hukum agar bisa dikoordinasikan dengan Kemendagri, KPK dan BPK RI. Harapannya langkah yang akan dilakukan ke depan tidak sampai menyalahi aturan hukum yang berlaku.


Namun adilkah penyelesaian dengan sertifikat HGB tersebut? Warga hanya berhak menempati dan jika suatu saat Perhutani membutuhkan tanah tersebut warga tetap harus berpindah. Sertifikat HGB hanyalah bukti hitam di atas putih yang dimiliki warga sebagai bukti mereka mempunyai hak atas tanah tersebut dan bisa untuk diperjualbelikan. Sedangkan status kepemilikannya tetap menjadi milik perum perhutani.


Dalam sistem Islam, tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun dan kemudian digunakan oleh orang lain secara otomatis orang lain tersebut berhak atas tanah itu. Atau jika tidak ada yang menggunakan akan diambil alih oleh negara. Seperti dalam hadis Rasul, disampaikan bshwa "Siapa saja yang memiliki tanah, kemudian dia biarkan tiga tahun dan tidak dia makmurkan, lalu kaum lainnya memakmurkan tanah itu, maka kaum yang lain itu lebih berhak atas tanah tersebut.” (HR Abu Yusuf, Ibnu Zanjawayh, dan Yahya bin Adam). 


Sistem Islam adalah satu-satunya solusi untuk setiap permasalahan. Penerapan sistem dengan aturan dari sang pemilik kehidupan akan membawa keberkahan, berkeadilan dan kedamaian bagi seluruh alam.


Wallahualam bissawab



0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts