SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Selasa, 13 Juni 2023

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)


Cuan seolah menjadi hal yang mampu mengatur dalam segala hal. Mulai dari urusan pribadi hingga urusan negara. Negara yang kempes anggarannya tidak bisa mengurus rakyat. Bahkan tidak mampu berdaulat di negaranya sendiri, meski ia seorang pemimpin.


Itulah sebabnya, dalam alam demokrasi segala cara halal dilakukan. Yang terpenting menghasilkan cuan, meski harus bersinggungan dengan kepentingan rakyat. Bahkan harus mengorbankan ekosistem. Seperti yang terjadi dalam kebijakan ekspor pasir laut yang kembali dibuka.


Indonesia yang pernah menduduki negara pengekspor pasir laut nomor satu dunia kala itu, pemerintah menghentikan izin ekspor. Setelah mengetahui lenyapnya beberapa pulau kecil di Kepulauan Riau. Penetapan SK Menperindag No. 117/MPP/Kep/2/2003, dilakukan oleh presiden ke-5. Tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut guna melindungi ekosistem laut dari kerusakan lingkungan. (Tempo, 31/05/2023).


Demi Cuan Semua Dilakukan


Demi ekonomi, kepemimpinan sekarang justru mengganti aturan penghentian izin ekspor tersebut. Presiden Jokowi mengeluarkan PP 26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang membolehkan kegiatan ekspor pasir laut. Penjelaskan dari Menteri ESDM Arifin Tasrif, keputusan ini dibuat untuk mengolah sedimentasi laut yang membuat pendangkalan wilayah laut.


Dengan alasan sedimentasi itu, yang terdapat pada Pasal 6 beleid tersebut. Jokowi memberikan ruang kepada sejumlah pihak. Untuk mengeruk pasir laut dengan dalih mengendalikan hasil sedimentasi di laut.


Jokowi juga memberikan ruang kepada sejumlah pihak untuk membersihkannya. Pengaturan sarana yang digunakan untuk membersihkan sedimentasi itu adalah kapal isap. Kapal isap yang diutamakan adalah berbendera Indonesia.


Namun, jika tidak tersedia, Jokowi mengizinkan kapal isap asing. untuk mengeruk pasir di Indonesia. Itulah isi dari Pasal 8. 


Sedangkan dalam Pasal 9, Presiden Jokowi mengatur pasir laut yang sudah dikeruk boleh dimanfaatkan. Untuk beberapa keperluan. Seperti; reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh Pelaku Usaha; dan/atau Ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Sementara dalam Pasal 10 Jokowi mengatur agar perusahaan mendapatkan izin usaha pertambangan menteri esdm atau gubernur. Juga dalam pemanfaatan hasil sedimentasi di laut untuk ekspor. Harus mendapat perizinan di bidang ekspor dari menteri perdagangan.


Selanjutnya Jokowi menetapkan agar para pelaku usaha yang telah memiliki izin pemanfaatan pasir laut tersebut. Untuk wajib membayar PNBP. Kemudian selain membayar PNBP, Jokowi juga telah mewajibkan untuk membayar pungutan lainnya.


Dengan kembali dibukanya keran ekspor tersebut, kini pasir laut jadi incaran pemerintah untuk mendulang keuntungan. Keuntungan bagi pemerintah namun kehancuran masa depan ekosistem laut hingga negara. Karena jelas akan menimbulkan kerusakan yang masif hingga bisa mengancam keberadaan pulau-pulau kecil.


Dampak Besar Ekspor Pasir


Susi Pudjiastuti, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, dalam akun resmi Twitternya, Senin (29/5).

Mengungkap harapannya, supaya Presiden Joko Widodo membatalkan keputusannya dalam membuka keran ekspor pasir laut. Karena, kerugian lingkungan akan jauh lebih besar. Bahkan Climate change sudah terasakan dan berdampak. 


Selain Susi, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan juga mengkhawatirkan kebijakan ini akan memberikan dampak negatif. Khususnya bagi ekosistem lingkungan. Terutama pada wilayah pesisir dan pulau kecil. 


Salah satunya adalah kekhawatiran terjadinya abrasi air laut yang bisa berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat. Maupun kerusakan sarana dan prasarana. Yang biaya untuk menanggulanginya dimungkinkan tidak mampu dicover baik oleh daerah ataupun negara. 


Tak hanya itu, pihak Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, juga menyatakan dengan dibukanya ekspor pasir laut kembali. Hal itu akan berdampak pada kerusakan lingkungan yang lebih ekstrem lagi. Seperti tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia.


Kung-Kungan Kapitalisme


Dengan lahirnya kebijakan ini menunjukkan bahwa negara lebih mengutamakan ekonomi. Tanpa mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang akan terjadi. Selama menghasilkan cuan, negara akan menjualnya. 


Hal ini, juga sekaligus menunjukkan bahwasanya negara ini berada dalam cengkeraman kapitalisme. Kapitalis adalah ideologi yang memandang segala sesuatu berdasarkan atas manfaat. Juga menjadikan sistem ekonomi sebagai pijakan penting dan utama dari segala kebijakan.


Dalam kapitalisme para pengusaha bebas mengeruk SDA. Kapitalisme juga membebaskan setiap orang agar memperkaya dirinya dengan cara apa pun. Termasuk bebas dalam mengeksplorasi tambang milik umum.


Manusia yang memiliki watak yang tidak pernah puas. Mendapatkan angin segar dengan kebebasan yang diberikan negara untuk mengeruk SDA. Alhasil timbullah kerusakan dan kerugian bagi banyak pihak.


Sistem kapitalis juga memandulkan peran negara. Negara hanya berfungsi sebagai regulator (pembuat aturan). Yang menguntungkan pengusaha/oligarki. 


Sehingga yang terjadi negara tidak akan memperhatikan terjadinya kerusakan lingkungan. Kecuali fokusnya pada tumpukan pasir. Yang akan menghasilkan cuan.


Padahal ekspor pasir laut ini meski dianggap 'menguntungkan’. Sebenarnya sangat merugikan ekosistem laut. Yang pada akhirnya akan membahayakan kehidupan rakyat.


Peran Negara yang Sesungguhnya


Pasir laut adalah SDA yang ada di laut. Meskipun yang diambil bukan pasir yang mengandung tambang golongan A atau B. Namun tetap bermanfaat bagi kelangsungan ekosistem laut.


Bahkan kandungan dari pasir laut yang mayoritas adalah silikon oksida (SiO2). Ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan manusia. Sehingga pasir laut adalah SDA milik umum.


Untuk itulah dalam sistem Islam pengaturan memanfaatkan SDA, dijelaskan oleh Rasul. Dalam sabdanya Rasulullah saw. menjelaskan; “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).


Makna dalam hadis ini, bahwa seluruh padang rumput. Juga air (laut, danau, dan semua yang ada di dalamnya). Serta api (tambang, minyak bumi, dan gas alam) tergolong harta milik umum.


Islam telah mengharamkan individu maupun pengusaha swasta dalam mengelolanya. Negaralah satu-satunya pihak yang boleh mengelola. Dari sini sangat jelas, Islam tidak akan membolehkan kegiatan ekspor pasir laut. Karena pasir merupakan SDA milik umum. 


Sesungguhnya Indonesia memiliki sumber lain yang bisa memberikan keuntungan jauh lebih besar dibandingkan dengan ekspor pasir laut. Yaitu melalui pengelolaan SDA secara mandiri. Namun, sayangnya saat ini SDA dikelola oleh asing akibat penerapan sistem kapitalis.


Padahal sistem Islam mampu menuntun negara dalam mengelola SDA. Hasil dari pengelolaan tersebut akan dikembalikan kepada rakyat. Baik dalam bentuk fasilitas gratis dalam layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan.


Demikianlah hak membuat hukum hanya ada pada Allah Swt, bukan pada manusia. Islam juga tidak membolehkan membuat keputusan hanya semata pertimbangan ekonomi. Melainkan harus sesuai tuntunan syariat untuk meraih rida Ilahi.


Selain itu, Islam juga tidak akan membiarkan para korporat atau oligarki mempengaruhi kebijakan negara. Islam tidak akan membiarkan asing merenggut kedaulatan negara. Dalam mengatur negerinya sesuai syariat Islam.


Itulah pentingnya penerapan sistem Islam. Yang akan memberikan perlindungan bagi lingkungan, alam, maupun kehidupan manusia. Namun, aturan seperti ini tidak akan bisa terlaksana oleh rezim yang materialistis didikan kapitalisme. 


Karena, aturan Islam hanya akan terlaksana jika negara mengambil Islam sebagai landasannya. Kemudian menjadikan rida Allah sebagai tujuan akhirnya. Inilah yang akan menjadikan negara dan rakyat bisa saling bersinergi dalam penerapan aturan Islam.


Wallahualam bissawab. 



0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts