SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Kamis, 17 Agustus 2023

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)




Ragam Formula - Tujuh belas Agustus tahun empat lima. Itulah hari kemerdekaan kita. Hari merdeka nusa dan bangsa. Hari lahirnya bangsa Indonesia. Lirik lagu kemerdekaan ini menjadi pemantik semangat bagi masyarakat dalam merayakan hari kemerdekaan setiap tahunnya sejak merdeka dari penjajahan fisik para penjajah.


Masa penjajahan adalah masa penderitaan bagi rakyat pribumi. Begitulah yang terjadi di sepanjang sejarah negeri yang terjajah, tak terkecuali Indonesia yang dulu bernama nusantara. Kerja rodi, siksaan, hingga nyawa orang tercinta melayang menjadi jalan cerita selama ratusan tahun dibawah para penjajah.


Maka angan, impian, harapan, dan cita-cita besar dibalik perjuangan untuk merdeka itu adalah bisa hidup sejahtera, aman, dan damai. Sudahkah tercapai? 


78 tahun usia kemerdekaan negeri ini faktanya belum mampu mandiri. Apalagi untuk bisa menjadi negara maju penguasa dunia. Persoalan kemiskinan saja belum tuntas terentaskan. Lantas untuk apa perayaan kemerdekaan jika rakyatnya tetap hidup dalam kesengsaraan?


Lebih mengenaskan lagi terjadi paradoks dalam negara demokrasi. Kala warganya diimbau untuk ikut berpartisipasi memeriahkan hari kemerdekaan. Namun di saat yang sama terjadi aksi demonstrasi besar-besaran, yang menuntut kesejahteraan. 


Ribuan buruh kembali memadati jalanan. Aksi ini digelar oleh Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) dan Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak). Ini menjadi aksi terpanjang dan terbesar dalam sepanjang sejarah Indonesia. Karena, selain masa yang mencapai ribuan, juga waktu unjuk rasa yang cukup panjang hingga berdurasi 14 jam (CNN Indonesia, 10/8/2023).


Lantas, apa peran sistem demokrasi? Yang katanya kedaulatan di tangan rakyat, suara rakyat suara Tuhan. Rakyat yang mana yang dimaksud? Kenapa penguasa terlihat sangat tidak peduli dengan apa yang diinginkan oleh rakyatnya?


Lalu apa artinya merdeka, jika sejahtera tidak juga tercipta? Sangat ironi yang sungguh mengiris hati nurani ketika ada rakyat mati kelaparan di tengah kekayaan alamnya yang melimpah dan usia kemerdekaan yang sudah menua.


Lihatlah rakyat Papua harus mati kelaparan di tengah gundukan emas yang mereka miliki. Lihat juga bagaimana anak-anak banyak mengalami malnutrisi di negeri khatulistiwa, yang berlimpah sumber pangan.


Kemiskinan Menggurita


Meski secara angka BPS terjadi penurunan data kemiskinan. Namun fakta di lapangan, tingkat kesulitan hidup masyarakat, masih sangat tinggi. Bahkan lebih meningkat. Hingga seorang analis senior dari FAKKTA, Muhammad Ishak. Mengungkap perlunya merevisi standar garis kemiskinan.


Standar garis kemiskinan di Indonesia mengacu pada Bank Dunia, yaitu US$1,9/hari menurut Ishak perlu untuk direvisi. “Sebenarnya, referensi Bank Dunia ini referensi negara-negara miskin di Afrika. Jadi, orang tidak miskin di negara kita, sama dengan penduduk-penduduk miskin di Afrika,” ungkapnya.


Selain itu “Antara Bank Dunia dan Menkeu pun tidak sinkron. Bank Dunia meminta menaikkan garis kemiskinan dari US$1,9/hari menjadi US$3,2/hari,” jelasnya.


Namun, Menkeu menilai jika garis kemiskinan dinaikkan, maka 40% warga Indonesia akan tergolong menjadi miskin.


Islam Mampu Menyejahterakan


Kesejahteraan yang sangat sulit diwujudkan meski telah puluhan tahun merdeka dan berlimpahnya kekayaan alam negara. Adalah karena keberadaan negara demokrasi hanya untuk kepentingan segelintir elite. Sehingga kesejahteraan hanya menjadi milik segelintir pihak selama demokrasi masih menjadi platform negara.


Untuk itu, satu-satunya cara agar bisa keluar dari permasalahan tersebut hanya dengan membuang jauh-jauh sistem demokrasi. Kemudian segera beralih menuju sistem Islam secara kafah. 


Islam akan memosisikan negara sebagai pihak sentral yang mampu mengatur seluruh kebutuhan rakyatnya. Kebijakan negara pun akan terbebas dari setiran para pemilik modal. Hal ini karena dalam Islam kontestasi bukan demi memperebutkan harta dan kuasa. Melainkan demi amanah yang akan mengantarkan pada gelontoran pahala.


Dalam Islam, kekuasaan berada di tangan penguasa yang paham agama. Demikian juga, yang mampu menjalankan amanah dalam setiap implementasi kebijakannya. Sehingga rakyat tidak sampai harus berdemo demi menunjukkan aspirasinya.


Meskipun demonstrasi boleh selama sesuai syariat. Namun, aspirasi mereka sudah tertampung di banyak wadah kenegaraan. Seperti pada majelis umat yang akan sampai langsung pada pemangku kebijakan.


Kondisi rakyat berdemo atau protes tentang kebijakan penguasa akan sangat jarang ditemui. Apabila penerapan syariat Islam secara kafah benar-benar terwujud. Karena, fokus kerja penguasa adalah untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan menjaganya agar tetap Sejahtera.


Penguasa akan terus memikirkan kondisi rakyatnya. Sebab hisab bagi mereka begitu sangat besar, saat ada rakyatnya yang terdzolimi. Apalagi sampai mati kelaparan karena kelalaiannya.


Sungguh, kemerdekaan tanpa kesejahteraan, bukanlah kemerdekaan hakiki. Melainkan hanya sekadar kamuflase dari lepasnya keterjajahan hakiki. Selama kebijakan masih disetir oleh para pemilik modal. Maka sejatinya negeri ini belum merdeka.


Untuk itu, perjuangan dalam memerdekakan negeri ini dari berbagai belenggu penjajahan masih harus terus dilakukan sampai agama Allah Swt. tegak di atasnya.

Allahu Akbar!!!



Senin, 14 Agustus 2023

Oleh. Apt, Arimbi N.U, S.Farm

(Work at Home)


Sedih, miris, khawatir, prihatin... rasanya semua perasaan-perasaan itu belum cukup mewakili apa yang terasa di dalam dada. 


Pikiran berkecamuk, melanglang buana, membayangkan dan mempertanyakan bagaimana kiranya masa depan generasi penerus bangsa. Semua terjadi setelah membaca artikel di sebuah portal berita tanah air mengenai tren pergaulan bebas anak muda jaman sekarang.


Lebih detail disebutkan di sana bahwa Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat usia remaja di Indonesia sudah kerap kali berhubungan seksual di luar nikah. Paling muda direntang umur 14 hingga 15 tahun sudah tercatat sebanyak 20 persen. Lalu diikuti dengan rentang umur 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen.


Hal itu diungkapkan BKKBN menurut data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017.

“Usia hubungan seks semakin maju, sementara itu usia nikah semakin mundur, dengan kata lain semakin banyak seks di luar nikah,” kata ketua BKKBN Hasto Wardoyo.


Perilaku pergaulan bebas tidak didominasi oleh anak-anak muda di perkotaan, bahkan perilaku tersebut bisa dikatakan merata hingga di daerah-daerah pelosok negeri.


Sebut saja di Blora, kota dengan slogan Blora Mustikanya ini juga tak luput dari gempuran pergaulan bebas di kalangan muda-mudinya. Hal ini tampak dari kasus pengajuan dispensasi nikah pada Pengadilan Agama Blora.


Panitera Muda Hukum PA Blora Anjar Wisnugroho mengungkapkan, rekap data pengaju diska Januari hingga Juli terdapat 205 perkara. Dengan persentase usia 18 tahun sebanyak 90 persen dan 10 persen lainnya berada di bawah usia 17 tahun. Mirisnya, sekitar 20 diantaranya hamil di luar nikah.


“Karena darurat, karena kecelakaan (hamil duluan). Namun tidak semua hamil duluan kita kabulkan. Seperti yang SMP sama SD itu tidak dikabulkan. Karena usianya terlalu kecil, karena usia kurang ini terkait kondisi kandungan, pemikiran, masih labil,” ungkap Fathul Hadi, Panitera Hukum Muda Pengadilan Agama Blora.


Dalam upaya mengintervensi angka pernikahan di bawah umur yang masih tinggi di Kabupaten Blora, Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dalduk-KB) Kabupaten Blora Lucius Kristiawan mengatakan pihaknya akan membentuk Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) di setiap sekolah di Blora.


“Karena angkanya saat ini masih tinggi, terutama di wilayah kecamatan bagian barat Blora seperti Kunduran, Todanan” tandas Lucius Kristiawan.


Cukupkah langkah tersebut untuk dilakukan? Mengingat banyak sekali faktor yang mempengaruhi perilaku pergaulan bebas. Apalagi sistem pendidikan Indonesia masih belum dapat menerima kurikulum menyangkut bahaya seks bebas. Kondisi ini diperparah gaya masyarakat yang malas membaca.


Tentunya pengawasan orang tua dan guru di lingkungan sekolah sangat dibutuhkan, terlebih pengawasan terhadap gadget utamanya smartphone yang dapat memicu anak melakukan tindakan yang tidak diinginkan. Karena konten-konten negatif sangat mudah diakses melalui digital dan media sosial.


Namun hal itu juga belum cukup, karena peran negara harus hadir untuk memblokir konten-konten negatif tersebut. Tidak bisa tidak, karena hanya negara yang mampu dan punya wewenang untuk itu.


Satu hal lagi yang harus ada adalah pemahaman agama. Jauhnya anak-anak dengan pemahaman agama memperparah perilaku mereka yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran asing yang bebas nilai. Oleh karena itu, untuk menghentikan bola liar pergaulan bebas ini, kita harus menancapkan pemahaman agama yang kuat pada diri kita, anak-anak kita. 


Didukung oleh masyarakat yang juga saling nasehat-menasehati, saling mengingatkan dalam kebaikan, jauh dari sikap acuh tak acuh dan individualis. 


Yang terpenting adalah hadirnya negara yang mampu membentengi rakyatnya dengan perlindungan dari serangan pemikiran-pemikiran asing yang merusak, menerapkan hukum dan sanksi sesuai dengan aturan agama yang bersumber dari Allah SWT, sehingga terwujud masyarakat yang bertakwa, harmonis dan sejahtera.


Wallahualam bissawab.




Kamis, 10 Agustus 2023

Oleh. Aisyah Abdullah

Pegiat Literasi





Kasus kriminalitas akhir-akhir ini semakin mengerikan. Banyaknya berita kriminal yang beredar sudah cukup menggambarkan bagaimana situasi hari ini yang tidak baik-baik saja. Bahkan, telah masuk pada tahap yang ngeri dan berbahaya. 
Dilansir dari media cnnindonesia.com (16/07/2023) Seorang mahasiswa di Yogyakarta berinisial "R" ditemukan tewas dalam kondisi tubuh tidak utuh. Korban ditemukan dalam beberapa potongan tubuh yang terpisah-pisah di beberapa titik yang berbeda. Setelah diinterogasi pihak Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta telah menetapkan dua orang pelaku yang berasal dari DKI Jakarta dan Magelang.

Penyebab Kasus Kriminalitas 

Merebaknya tindakan kriminal yang tak kunjung selesai baik kuantitas maupun kualitasnya. Salah satu penyebab tindak kriminal berasal dari faktor individu. Yaitu, lemahnya keimanan dan ketakwaan setiap individu. Virus kehidupan sekuler yang diemban oleh negara ini telah menjangkiti diri sebagian masyarakat. Sehingga, membuat orang dengan mudahnya melakukan tindak kriminal. Bahkan, sampai berujung menghilangkan nyawa orang lain.

Selain itu, faktor utama penyebab maraknya kriminalitas adalah cacatnya hukum yang diberlakukan oleh negara dalam menegakkan hukum. Sudah begitu, ketimpangan hukum menimbulkan ketidakadilan. Hukum tajam ke atas dan tumpul ke bawah menjadikan kenapa hukum dan peradilan tak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Contoh, pada kasus korupsi misalnya, hanya dijerat seadanya. Sementara pada kasus lainnya seorang nenek mencuri kakao harus dihukum beberapa tahun. 

Cacatnya hukum yang diberlakukan saat ini tentu tak bisa dipakai dan diharapkan untuk menekan dan menghambat kasus kriminalitas. Sebab faktanya orang yang sudah dijerat, begitu diloloskan tak menutup kemungkinan kembali melakukan tindak kejahatan yang sama. Pada akhirnya kita melihat muara dari ujung penerapan hukum hari ini tak memberikan efek jera kepada pelaku, sehingga wajar saja. Kasus tindakan kriminal tak pernah ada ujungnya. 

Oleh karena itu, seharusnya pemerintah perlu mengambil langkah efektif dan memiliki mekanisme (membuat aturan hukum yang memberikan efek jera) untuk dapat menekan laju pertambahan kasus serupa. 

Jika tidak segera berbenah maka negara telah abai, bahkan cenderung lalai untuk tidak serius menangani secara tuntas. Padahal, keberadaan pemerintah seharusnya memiliki regulasi untuk menghambat pergerakan kriminalitas. Tidak cukup hanya melakukan himbauan kepada masyarakat untuk menjaga diri mereka masing-masing. Sebab negara memiliki tupoksi untuk menertibkan masalah-masalah tindakan kriminal yang timbul di masyarakat. 

Namun, berharap pada pemerintah sekarang untuk serius mengurusi masalah tindakan kriminal, ibarat api jauh dari panggang. Sebab akan berbenturan dengan Hak Asasi Manusia. Hukum tak boleh bertentangan dengan HAM.

Islam Solusi Tuntas

Sistem Islam memiliki seperangkat aturan yang bekerja efektif untuk mewujudkan rasa aman bagi masyarakat. Dalam ranah individu, negara akan membina setiap individu agar berkepribadian Islam yaitu terwujudnya pola pikir dan pola sikap yang islami. Sehingga, terbentuklah individu-individu yang bertakwa yang tunduk pada aturan Allah Swt.

Selain itu, dalam negara Islam akan menerapkan sistem sanksi yang adil dan tegas. Hukuman yang diterapkan pun akan memberikan efek jera sekaligus menjadi penebus dosa atas tindakan pelakunya. Di sisi lain, akan mencegah para pelaku kriminal berikutnya. 

Sanksi bagi pelaku kriminal tidak selalu penjara sebagaimana dalam sistem sekuler. Akan tetapi, disesuaikan dengan jenis kejahatannya. Misalnya, kisas adalah hukuman untuk pembunuhan yang disengaja. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Baqarah: 178 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh.”

Hukuman penjara dalam sistem Islam tetap ada. Namun, faktanya berbeda dengan penjara dalam sistem kapitalis sekuler. Penjara dalam sistem Islam, bertujuan untuk memberikan hukuman yang memberikan efek jera. Baik kepada para pelaku maupun bagi orang lain yang berniat melakukan kejahatan. Hukuman penjara dalam Islam berisi pembinaan kepribadian dengan tsaqofah Islam. Sehingga, orang-orang yang berada dalam sel (tahanan) memiliki kesadaran dan keinginan untuk tobat terhadap tindakan yang mereka perbuat. Membuat pelaku kapok untuk melakukan perbuatan yang sama lagi.
 
Dengan demikian, penerapan sistem sanksi yang adil dan tegas akan mampu menyelesaikan masalah kriminalitas. Rasa aman bagi masyarakat pun akan bisa terwujud. Semua itu hanya bisa terwujud dalam sistem Islam. Oleh karena itu, sudah saatnya mencampakan sistem kapitalis sekuler yang telah gagal mewujudkan rasa aman terhadap masyarakat.

Wallahualam bissawab



Minggu, 06 Agustus 2023

Oleh. Rita Handayani 

(Penulis dan Founder Media)




Ragam Formula - Tiada henti-hentinya sentimen barat terhadap Islam. 


Para pembenci Islam tersebut tidak merasa gentar sedikit pun dengan banyaknya umat Islam di dunia. Karena saat ini kaum Muslimin bagaikan buih di lautan. Meski jumlahnya banyak tapi tidak punya kekuatan.


Lihatlah Swedia dan Denmark mereka "rutin" menjadi lokasi untuk aksi pembakaran Al-Qur'an. Yang terbaru, aksi pembakaran kitab suci agama Islam kembali dilakukan oleh imigran asal Irak, Salwan Momika, di depan Parlemen Swedia, Senin (30/7/2023). Aksi tersebut merupakan yang ketiga kalinya Momika membakar dan menistakan Al-Qur'an. 


Sementara itu, aksi pembakaran Al-Qur'an dilakukan selama tiga hari berturut-turut oleh kelompok anti-Islam, Danske Patrioter. Danske Patrioter melakukan aksi tersebut di depan Kedutaan Turki ke Kopenhagen, Denmark. (CNBC Indonesia, 5/7/2023)


Menyulut Murka


Aksi pembakaran tersebut tentu membuat negara-negara yang berpenduduk Muslim murka. Menteri Perindustrian dan Perdagangan Yaman, Muhammad Sharif al-Mutahar, mengumumkan boikot terhadap produk Swedia di awal bulan Juli 2023. Sekretaris Dewan Tertinggi Koordinasi Ekonomi Iran, Mohsen Rezaei, juga menyerukan boikot pada 23 Juli 2023 lalu.


Beberapa negara yang lain pun telah memanggil duta besar Denmark. Mereka meminta penjelasan terkait aksi pembakaran itu. Patron, negara Muslim Timur Tengah, Arab Saudi, meminta Kopenhagen untuk segera menghentikan aksi yang telah memicu kebencian antar agama tersebut.


Swedia dan Denmark merupakan negara yang paling liberal dan sekuler di dunia. Mereka telah mengabadikan kebebasan berbicara dalam konstitusinya. negara ini juga tidak mempunyai undang-undang (UU) terkait penodaan agama. Sehingga, menghina agama atau menodai teks-teks agama, seperti yang telah dilakukannya pada Al-Qur'an sah-sah saja.


Demikian juga Kementerian Luar Negeri Irak telah memanggil kuasa usaha Swedia di Baghdad pada Minggu (17/4/2022) dan memperingatkan bahwa tindakan itu akan berakibat serius terutama pada hubungan Swedia dan Muslim di dunia. 


Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatib Zadeh turut mengutuk penghinaan atas perasaan umat Islam Swedia dan juga di seluruh dunia. Juru Bicara Pemerintah Iran Ali Bahadori Jahromi mengatakan bahwa kebebasan berekspresi sudah menjadi alat untuk memicu ekstremisme dan rasisme di Barat.


Pemerintah Indonesia juga ikut menunjukkan pengecamannya terhadap aksi tersebut. Dalam pernyataan di situs resmi Kementerian Luar Negeri RI, disampaikan, bahwasanya: “Menggunakan argumentasi kebebasan berekspresi untuk melecehkan agama dan kepercayaan satu kelompok adalah tindakan yang tidak bertanggung jawab dan terpuji.”


"Perlindungan Swedia, di bawah konstitusi Swedia, untuk kebebasan berekspresi, adalah perlindungan terkuat di dunia, bahkan lebih dari amandemen pertama di Amerika Serikat, dan kebebasan berbicara hampir selalu menjadi prioritas pertama dalam semua konflik kepentingan atau nilai," demikian kata profesor hukum di Universitas Stockholm, Marten Schutlz, (CNN International, 5/8/2023)


Sekadar Kecaman Tak Berdampak


Sudah berapa kali berulangnya kasus penistaan terhadap Al-Qur'an oleh orang-orang kafir? Juga sudah berapa banyak kecaman yang digaungkan. Namun seberapa besar dampaknya, hampir tak ada, jikalau pun ada hanya sesaat lalu lewat begitu saja.


Bahkan yang sangat lebih ironis di negeri mayoritas Muslim terbesar di dunia, seperti hal di Indonesia aksi penistaan agama justru kerap terjadi. Ini menunjukkan, hanya sebatas kecaman saja tidak cukup mengatasi islamofobia yang merajalela. Untuk itulah sangat penting upaya secara sistematis dan nyata. Yang bisa menumpas islamofobia hingga ke akarnya.


Bagaimana Solusinya?


Terkesan Islam selalu diprovokasi, disudutkan, hingga diinjak-injak. Tentu semua itu tidak lepas dari sejarah panjang atas kebencian Barat kepada Islam yang telah berlangsung lama. Setidaknya sejak abad pertengahan.


Barat dengan ideologi kapitalismenya sangat sadar betul akan kekuatan Muslim, jika bersatu menerapkan ideologi Islam. Islam menjadi satu-satunya ancaman terbesar bagi hegemoni Barat. Sehingga mereka akan berupaya keras untuk melakukan berbagai cara demi melemahkan umat Islam.


Islamofobia dijadikan peluru oleh mereka untuk melemahkan kaum Muslim. Pada era pertarungan pemikiran serta benturan peradaban sekarang ini. Berbagai pihak turut memanfaatkan momen ini demi melampiaskan kebencian, memenangkan kepentingan politik dan ekonomi, serta untuk mengekalkan kebusukan peradaban batilnya.


Tindakan membakar Al-Qur’an sendiri dengan tujuan untuk menghinakannya merupakan dosa besar. Jika si pelaku seorang Muslim, maka ia telah kafir. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Qadhi Iyadh, “Ketahuilah siapa yang merendahkan Al-Qur’an atau terhadap mushaf, sesuatu yang ada dalam Al-Qur’an, atau mencela keduanya, maka ia telah kafir berdasarkan ijmak kaum Muslim.” (Asy-Syifâ bi Ta’rîf Huqûq al-Musthafâ, 2/110).


Sementara jika pelakunya adalah kafir zimi dan orang kafir yang terikat perjanjian dengan kaum Muslim atau negara bersyariat Islam. Maka tindakannya telah membatalkan perjanjiannya, dan hilang pula jaminan keamanan bagi si pelaku. Sehingga pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati. Demikianlah pendapat dari Imam asy-Syafii (Ash-Shârim al-Maslûl ‘alâ Syâtim ar-Rasûl, hlm. 13).


Sedangkan terhadap negara-negara kafir yang telah mendukung dan melindungi para pelaku penistaan Al-Qur’an, maka kaum Muslim harus memutuskan hubungan diplomatik dengan mereka. Kemudian wajib mengancam untuk menyerang segala kepentingan mereka.


Sebagaimana yang telah diajarkan dalam sejarah. Khalifah Sultan Abdul Hamid II mengultimatum Inggris dan Prancis yang pada waktu itu akan memberi izin untuk pementasan drama yang menghina Rasulullah saw.. Akhirnya pemerintah Prancis dan Inggris pun ketakutan dan membatalkan pementasan drama tersebut. 


Seperti itulah seharusnya sikap para pemimpin Dunia Islam. Bukan hanya bermain retorika tanpa aksi yang nyata. Karena tegas dalam membela Islam, hukumnya wajib. Tidak boleh ada satu pun pihak yang berani menistakan agama ini. 


Inilah pentingnya bagi kaum Muslim untuk memiliki kepemimpinan yang layaknya menjadi perisai pelindung agama sesuai yang disabdakan Nabi saw.,


“Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung kepada dirinya.” (HR Bukhari dan Muslim).


Untuk itu, agar bisa mengatasi islamofobia dan menghukum para penistaan Al-Qur’an dan agama Islam, wajib untuk mengembalikan kekuatan Islam seperti sedia kala. Semua ini hanya bisa terwujud jika umat memiliki kembali pelindung atau perisainya (junnah). Yang akan menjaga darah juga kehormatan kaum Muslim. Itulah Ad-daulah Al-khilafah Islamiah.


Wallahualam bissawab. 





Oleh. Rita Handayani 

(Penulis dan Founder Media)

Ragam Formula - Anak adalah aset baik untuk orang tua, keluarga, juga negara, bahkan aset bagi peradaban.


Untuk itu perhatian kepada anak tidak hanya kewajiban bagi keluarga saja. Lebih dari itu peran negara sangat penting dalam membentuk anak. Baik dari sisi pendidikan, keamanan, juga kesejahteraan anak.


Kompleksitas permasalahan terhadap anak saat ini memang sangat mengkhawatirkan. Salah satunya adalah terkait kesejahteraan atau kesehatan anak. Berdasarkan data dari Kemenkopm, Indonesia saat ini mengalami double burden of malnutrition. Di satu sisi terdapat masalah kekurangan gizi juga stunting, sementara di sisi yang lain adanya angka obesitas yang tinggi.


Berdasarkan atas data Survei Status Gizi Nasional (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia di angka 21,6%. Meskipun jumlah ini dikatakan menurun dibandingkan dengan sebelumnya yaitu 24,4%. Namun, angka tersebut masih tinggi, karena target prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14% dan standard WHO di bawah 20%.


Sementara kasus pada obesitas anak meningkat 10 kali lipat di usia 5-19 tahun dalam empat dekade ini di Indonesia, yaitu pada 1975 ke 2016. Terdapat 16% anak usia 13-15 tahun gemuk dan obesitas, Kemudian pada usia 16-18 tahun sebanyak 13,5%, karena kurang aktivitas fisik sebesar 49,6%.


Masalah Serius dan Penting


Permasalahan stunting dan obesitas pada anak tentu merupakan masalah penting dan serius. Karena terkait kualitas generasi di masa sekarang juga di masa depan. Sehingga ini harus menjadi permasalahan bersama.


Semua hal yang terkait generasi tidak boleh diabaikan baik oleh negara maupun masyarakat. Untuk itu masyarakat harus ikut mengawal setiap kebijakan yang dirancang pemerintah untuk generasi. Juga masyarakat harus peka terhadap semua permasalahan generasi, juga ikut andil dalam menyelesaikannya.


Memang pemerintah sudah berupaya untuk mengendalikan kasus stunting dan obesitas ini. Seperti BPOM yang mewajibkan seluruh makanan dan minuman kemasan harus memiliki informasi jumlah kalori dan gizi. Serta upaya untuk menggencarkan edukasi kepada para orang tua mengenai keseimbangan gizi bagi anak. Demikian juga pemerintah daerah seperti di Blora, Jawa Tengah digalakkan sedekah telur. Ini tentu perlu didukung. Namun belum mampu menyelesaikan masalah. 


Peran Masyarakat 


Masyarakat yang merupakan perkumpulan dari keluarga dan orang tua harus jeli menganalisa. Juga mampu dan berani memberi kritik terhadap kebijakan yang sedang digodok pemerintah. 


Bagaimana mungkin bisa menekan angka obesitas. Jika adanya regulasi pajak makanan yang mengandung bahan olahan gula, garam, dan lemak (GGL) yang melebihi ambang batas?


Ini menunjukkan bahwa anak-anak telah menjadi korban. Sementara pemerintah sibuk dengan mengumpulkan pundi-pundi rupiah dari rakyat. Stunting dan obesitas itu adalah masalah kesehatan serta sosial, tetapi disolusi yang dianjurkan malah pendekatan kebijakan fiskal.


Hal tersebut bukti pengabaian yang dilakukan negara sebagai pengurus dan pelayan urusan rakyatnya. Tampaknya pemerintah memilih kerja seadanya, dan mengambil keuntungan dalam penanganan kasus pada anak. Dengan mengambil pajak yang dibebankan kepada produsen. Inilah bentuk kebijakan yang lahir dari ketamakan kepada materi.


Padahal, produsen pada akhirnya juga akan membebankan pajak itu kepada konsumen. Yaitu dengan cara menaikkan harga jual produk. Tentu ini tidak akan mengatasi masalah tingginya angka obesitas dan stunting pada anak. 


Kita tahu bahwa postur APBN Indonesia sebagian besar pendapatannya adalah berasal dari utang dan pajak. Saat ini penerimaan pajak, trennya sedang mengalami perlambatan. Kemudian tampaknya memang pemerintah melirik pajak dari jajanan anak-anak ini. 


Tentu hal tersebut sangat mengenaskan. Karena Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam, baik hutan, laut, minyak bumi, batu bara, gas, hingga emas. Bahkan paru-paru dunia terletak di Indonesia. 


Negeri ini juga memiliki keanekaragaman hayati. Juga didaulat sebagai mega-center keanekaragaman hayati dunia. Tentu sangat tragis ketika penerimaan APBN malah mengandalkan dari pajak rakyatnya.


Akibat Sistem Kapitalisme


Faktor utama yang mengakibatkan semua masalah yang dihadapi negeri ini adalah penerapan sistem kapitalisme. Semua upaya dalam menyelesaikan masalah yang terjadi mengalami jalan buntu. 


Jika kita analisa akan tampak sistem politiknya telah menghasilkan penguasa yang profit oriented layaknya seperti pedagang. sistem ekonominya malah menghasilkan kemiskinan juga kesenjangan. Sementara sistem pendidikannya menghasilkan generasi yang lemah. Sistem sosialnya menghasilkan kehidupan hedonis dan konsumtif. Sistem kesehatannya sangat kapitalistik, bahkan telah gagal mengatasi beragam penyakit.


Dalam sistem kapitalisme ini sistem pendidikannya tidak mampu mencetak para orang tua yang memiliki wawasan cukup terkait gizi serta kesehatan keluarga. Dalam sistem kapitalisme juga sistem ekonominya tidak mampu menghasilkan para pengusaha yang punya kesadaran tanggung jawab untuk kebaikan masyarakat.


Dalam ekonomi kapitalisme yang ada hanya mampu mencetak para pengusaha yang cuan oriented dengan menghalalkan segala cara. Hasil dari, semua realitas buruk itu hanya memberikan kado pahit bagi generasi. Akibatnya tanpa bisa memilih, generasi kita menjadi generasi kurang gizi, salah pola asuh, juga konsumtif, dan bermental rapuh.


Jika tetap bertahan pada sistem kapitalisme yang egois serta tidak manusiawi ini hanya akan menambah penderitaan generasi. Untuk itu sudah selayaknya sistem rusak dan busuk ini dibuang pada tempatnya. Kemudian mengganti sistem ini dengan sistem lain yang sudah terbukti lebih baik.


Sistem pengganti terbaik adalah sistem Islam. Satu-satunya sistem kehidupan yang bisa memberikan harapan masa depan cerah bagi generasi. Karena generasi kita berhak untuk sejahtera dan bahagia dengan Islam.


Seluruh Muslim punya tanggung jawab yang sama untuk mewujudkan hadirnya kembali sistem Khilafah yang penuh berkah. Bahkan, penguasa juga mempunyai kewajiban yang sama. Yakni berkewajiban untuk menerapkan sistem rahmatan lil alamin ini.


Wallahualam bissawab. 



Oleh. Rita Handayani 

(Penulis dan Founder Media)




Ragam Formula - Kabar gembira pasti disukai semua orang. Begitulah seharusnya, sebagaimana dua kabar gembira yang telah lama disampaikan oleh Rasulullah saw. Harus menjadikan kaum Muslim bahagia dan terpecut untuk meraihnya.


Karena, lisan Rasul saw. yang tuturnya dituntun oleh wahyu. Sehingga tidak akan mungkin keliru apatah lagi berdusta. Sehingga ucapan Nabi merupakan bagian dari pedoman dan tuntunan bagi kaum Muslim dalam bertindak.


Untuk itu apa yang telah dikabarkan Rasul saw. tentulah benar dan akan terjadi. Termasuk dalam hal nubuwat atau bisyarah Rasulullah saw. 


Menyambut Bisyarah Rasul


Bagaimana sebaiknya sikap seorang Muslim dalam menyambut datangnya kabar gembira dari Rasul saw.? Ketika Rasulullah saw. mengabarkan bahwa Persia dan Romawi akan ditaklukkan oleh kaum Muslim. Beragam sikap ditunjukkan oleh umat manusia.


Orang-orang kafir mentertawakannya dan menganggap itu semua sebagai lelucon yang menggelikan. Sementara orang-orang yang beriman mereka meyakini bisyarah tersebut pasti akan terwujud. Sehingga mereka berjuang untuk mewujudkannya. Memang akhirnya Persia dan Romawi pun ditaklukan oleh kaum Muslim.


Demikian juga saat mencuatnya kabar dari lisan Rasulullah kala salah seorang sahabat bertanya, ''Ya Rasul, mana yang lebih dahulu jatuh ke tangan kaum Muslimin, Konstantinopel atau Romawi?'' Nabi menjawab,''Kota Heraklius (Konstantinopel). (HR Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim).


Orang kafir tidak mempercayainya. Sementara umat Islam begitu meyakini hingga berupaya keras untuk mewujudkannya. Yang akhirnya memang kota heraklius itu jatuh ke tangan kaum Muslim.


Bisyarah Rasulullah Saw, adalah petunjuk dan kabar gembira bagi kaum Muslim. Baik melalui Al-Qur’an ataupun ucapan Rasulullah saw. Bahwa dua pilar peradaban Barat pada waktu itu, yang dijadikan simbol peradaban. Yaitu: Kota Roma (Romawi Barat) dan Kota Konstantinopel (Romawi Timur) akan dibebaskan dan diberikan pada kaum Muslim.


Bisyarah menjadi lambang janji Allah Swt. juga menjadi motivasi bagi kaum Muslim hingga berabad-abad lamanya. Keyakinan pada janji Allah ini telah terhunjam kuat dalam jiwa kaum Muslim. Menjadi harapan saat merasa tidak berdaya, menjadi alarm saat akan berbuat khilaf, bahkan menjadi sumber energi yang tidak terbatas. Keyakinan terhadap bisyarah inilah yang membuat kaum Muslim berjuang hingga menorehkan tinta emas di dalam sejarah peradaban dunia.


Demikianlah kekuatan keimanan serta percaya pada janji Allah dan bisyarah rasul-Nya. Harus menjadi pondasi untuk mewujudkannya. Bukan hanya sekadar membaca fakta dan data. Lebih dari itu juga harus meneladani semangat perjuangan dan pengorbanan Nabi, para sahabat, juga para generasi pejuang setelahnya seperti Salahuddin Al Ayyubi, Muhammad Al Fatih, dan para pejuang lainnya, yang kemudian bisa menjadi ruh kebangkitan umat Islam.


Berkaca dari kisah heroik para legendaris tersebut semestinya umat Islam bisa mengambil ibroh (pelajaran). Sehingga bisa melanjutkan estafet perjuangan dakwah. Dengan melanjutkan kehidupan Islam di bawah naungan khilafah.


Tegaknya kembali daulah Islam juga adalah janji dan bisyarah Nabi saw.


Meski dalam perjalanannya jalan perjuangan itu terjal, berliku-liku, juga penuh dengan banyaknya halangan dan rintangan. Seperti apa yang dialami oleh para pejuang Islam saat ini. Mulai dari beragam fitnah keji, penangkapan, hingga persekusi, dan sebagainya.


Akan tetapi para pengemban dakwah tak boleh gentar dalam menghadapi kaum kafir dan munafik. Yakinlah Allah ‘azza wa jalla tidak akan rida, jika musuh Islam berusaha untuk memadamkan cahaya Islam. Apapun bentuknya makar tersebut, mulai dari kebohongan lancangnya mulut mereka. Juga banyaknya makar jahat yang terencana. Namun, ketahuilah sesungguhnya makar Allah lebih dahsyat daripada makar mereka. Dengan mudah Allah Swt mampu menyingkap makar juga melenyapkan tipu daya yang mereka embuskan.


Sebagaimana ketegasan dalam firman-Nya:


“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Ali-Imran: 54)


Estafet Perjuangan 


Maka tak ada yang perlu dikhawatirkan atau ditakutkan. Atas izin-Nya pula pasti akan lahir pemuda-pemuda tangguh pejuang Islam sebagai estafet perjuangan dalam mewujudkan bisyarah Rasulullah saw.


Siapakah para pemuda tangguh itu? Apakah itu kita yang sedang membaca tulisan ini? Pantaskan kita untuk menjadi pewujud bisyarah Nabi selanjutnya. Pantaskan kita untuk menjadi the legend?


PR kita adalah menaklukan Kota Roma dan menegakkan daulah Islam. Itulah bisyarah Nabi yang harus diwujudkan saat ini. Semangat untuk meraih bisyarah ini tak boleh padam. Karena bisyarah adalah kabar gembira yang merupakan janji dari Allah Swt. Ini adalah sebuah janji yang pasti terwujud dan akan diwujudkan oleh kaum Muslimin.


Jika pada manusia yang merupakan makhluk sering lalai, penuh khilaf dan salah saja sangat dipercaya janjinya. Lantas kenapa pada Allah Swt. Zat yang tak pernah ingkar janji masih ada keraguan dalam mengimani janji Allah?


Namun, meskipun bisyarah ini adalah sebuah janji yang pasti, tetap harus ada kaum Muslimin yang mewujudkannya. Bisyarah ini dikabarkan oleh Rasulullah saw. dengan tujuan untuk mengobarkan api perjuangan. Jadi bukan untuk menjadikan kaum Muslimin pasif dan hanya menunggu terwujudnya janji tersebut.


Jadi, tak hanya penaklukkan Kota Roma yang harus diwujudkan saat ini, tapi juga kembalinya daulah Islam. peradaban mulia Islam yang mengikuti manhaj kenabian ini harus pula kita perjuangkan. Sebagaimana Rasulullah Saw dalam sabdanya, menerangkan: “Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika ia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada pemerintahan Islam yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu dia akan mengangkatnya jika Dia Berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang zalim. Ia juga ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan, ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Pemerintahan Islam (Khilafah Islam) yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR. Ahmad)


Hadis yang mengandung bisyarah ini adalah kabar gembira bagi kaum Muslimin yang pasti akan terwujud. Wajib diperjuangkan oleh setiap umat Muslim. Syariat Islam harus dijadikan sebagai sumber hukum, pendidikan, kehidupan sosial dan bertata negara. Ini hanya mampu tercapai jika di bawah naungan daulah Islam.


Jangan tanyakan kapan bisyarah ini bisa terwujud atau bagaimana ini caranya bisa terwujud. Namun, tanyakanlah pada diri kita masing-masing peran apa yang sudah kita ambil untuk mewujudkan dua bisyarah Nabi yang tersisa ini.


Apakah kita sudah berupaya menjadi Muslim yang taat dan bertakwa sepenuh hati dan ikhlas dalam menjalankan seluruh syariat Islam? Apakah api semangat perjuangan senantiasa kita pelihara untuk berlomba-lomba mewujudkan bisyarah ini? Kewajiban umat Islam sekarang adalah meneruskan perjuangan ini.


Wallahualam bissawab. 










Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts