Oleh. Ummu Raihan
(Tenaga Pendidik)
Judi semakin merajalela di negara ini, sehingga pemerintah kewalahan dalam memberantasnya. Merebaknya judi ini karena sebagian orang menganggap bahwa judi hanya sebagai hiburan. Maka ketika kalah dalam bermain, tidak membuat para pemain untuk berhenti.
Justru dengan kalahnya itu, semakin penasaran sehingga akan terus mengulang dan mengulang sampai harta yang dimilikinya terkuras habis. Bahkan berani berutang hanya karena penasaran, lalu merambat ke pinjam online. Sehingga saat tidak mampu membayar utang, mereka akan bunuh diri.
Arus digitalisasi semakin maju, maka judi pun tidak hanya dilakukan secara manual, tetapi judi juga bisa dilakukan secara online. Para pemilik situs judi online selalu menyebarkan konten-konten yang baru, meskipun pemerintah sudah memblokirnya.
Ibaratnya blokir satu tumbuh seribu dengan nama yang baru. Selain itu, pemerintah juga memblokir rekening pelaku judi online. Pemblokiran ini, pemerintah bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ( tirto.id, 2/11/2023)
Oleh sebab itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi juga meminta masyarakat untuk terlibat aktif melaporkan keberadaan situs judi online, maupun pihak-pihak yang terang-terangan mempromosikannya. Termasuk seperti kasus situs judi online yang menjadi sponsor penyelenggaraan kegiatan masyarakat. (CNBC Indonesia, 17/10/2023)
Pemerintah melalui Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi sempat memperkirakan bahwa kerugian masyarakat akibat judi online mencapai Rp 2,2 triliun untuk satu situs saja. Dengan begitu, per tahunnya bisa mencapai Rp 27 triliun. Meskipun banyak kerugian, para pecandu judi tidak pernah berhenti untuk bermain.
Pemberantasan Judi Belum Serius
Jika melihat usaha yang dilakukan pemerintah dalam memberantas judi seharusnya judi online ini semakin habis. Apalagi target pemerintah berantas judi sampai angka nol sebelum pergantian pemimpin yang baru. Maka berantas judi keangka nol, hanya khayalan semata.
Sebab pemberantasan ini bukan dimulai tahun ini, tetapi dari tahun 2018 sampai 7 agustus 2023, sudah 886.719 konten judi online yang diblokir. Sementara itu, semenjak dilantik menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, terhitung 17 Juli sampai 7 Agustus 2023, kominfo telah memutuskan akses dan melakukan take down konten perjudian online sebesar 42.622. (CNBC Indonesia, 17/10/2023)
Dalam melakukan pemblokiran tersebut, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kominfo telah membuat satgas khusus yang bekerja 24 jam dengan tiga sif, untuk memberantas situs-situs judi online. Satgas ini telah bekerja sama dengan Kepolisian.
Memang pemberantasan judi ini harus butuh kerja sama dengan banyak pihak. Tidak bisa hanya pemerintah sendiri, semisal kominfo saja, tetapi elemen-elemen lain juga harus terlibat. Begitu pula dengan masyarakat.
Akan tetapi, sebagian masyarakat yang menganggap judi adalah sebagai sebuah hiburan dan sebagai salah satu sumber penghasilan, maka mereka akan susah diberantas. Begitu juga dengan para pembuat situs judi online, mereka akan memunculkan situs yang baru. Sebab melihat minat masyarakat terhadap judi masih tinggi dan menguntungkan bagi bandar. Bahkan seorang artis ternama, Deddy Corbuzier menyatakan persetujuannya agar judi online dilegalkan sebagai permainan yang menghibur, bukan untuk penipuan. (hops.id, 7/9/2022)
Disisi lain, sulitnya mencari pekerjaan dalam sistem sekarang ini atau ada yang bekerja tetapi penghasilan tidak cukup memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Maka jalan pintas pun mereka lakukan untuk mendapatkan uang
Mereka rela jadi bandar judi atau sebagai pelaku judi untuk menambah penghasilan. Meskipun sebagian permainan ini tidak menjanjikan kemenangan setiap saat, tetapi bagi yang sudah terbiasa berjudi akan tetap dilakukan. Belum lagi sistem saat ini, juga menjadikan manusia semakin hedonisme. Maka jalan yang haram pun dilakoni.
Pelaku judi ini, sebagiannya adalah dari kalangan umat Islam. Mereka tidak ada kepedulian lagi terhadap keharaman judi. Padahal keharamannya sama dengan perbuatan haram lainnya, misalnya konsumsi miras, narkoba dan sebagainya.
Begitulah sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Yang awalnya haram tetapi ketika sebagian masyarakat menjadi pelaku, maka sesuatu yang haram akan menjadi lumrah di tengah masyarakat.
Seperti riba, jika dahulu yang terlibat riba itu dianggap aib, maka saat ini akan dianggap biasa. Malah ketika tidak terlibat riba akan dianggap aneh oleh masyarakat. Sungguh miris, ketakutan terhadap Sang Pencipta semakin terkikis di hati umat Islam.
Oleh karena itu, keseriusan kominfo ini harus dibarengi dengan pemberian sanksi yang tegas kepada pembuat, pemain atau para sponsornya dari negara. Jika hanya sebatas memblokir situs, maka pecandu akan mencari cara agar bisa menemukan situs yang baru. Begitu juga para pembuat akan menciptakan yang baru. Dengan adanya sanksi yang tegas, baik pembuat, pemain dan para sponsornya akan jera.
Namun sayang, sanksi yang diberikan kurang tegas, bisa jadi yang menjadi bandar judi bukan kalangan bawah tetapi dari kalangan atas, yang sudah kongkalikong dengan para penegak hukum. Meskipun hukuman bagi pelaku judi online sudah diatur dalam Pasal 27 ayat 2 jo. Pasal 45 ayat 2 UU ITE dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak 1 miliar rupiah. Jika sudah ada kongkalikong, pasti susah diberantas ditambah lagi hukum mudah diperjual belikan.
Islam Sebagai Solusi
Melihat semakin merajalelanya judi, maka langkah yang diambil untuk memutus mata rantai judi adalah penerapan Islam dalam seluruh lini kehidupan. Jika hanya memblokir situs-situsnya, maka itu tidak efektif sebab mereka akan membuat situs yang baru lagi. Belum lagi hukum saat ini mudah diutak-atik dan diperjual belikan. Sehingga sulit untuk diberantas apalagi yang menjalankan bisnis adalah kalangan atas. Maka hanya sistem Islam yang mampu memberantas judi sampai keakar-akarnya.
Para pemain judi atau pemilik situs melakukan hal itu karena tuntutan kehidupan. Bingung karena tidak ada pekerjaan yang tersedia atau bisa jadi karena semata-mata sebagai hiburan belaka.
Dalam sistem Islam nanti, penguasa akan memastikan kesejahteraan hidup rakyatnya, baik berupa kebutuhan sandang, pangan dan papan. Penguasa juga akan membuka lapangan pekerjaan, memberikan bantuan modal usaha atau bantuan yang lain atau tanah mati kepada umat yang siap mengelola tanah tersebut.
Sehingga tidak ada celah bagi umat untuk berjudi ataupun melakukan kejahatan yang lain. Keharaman berjudi ini, merupakan larangan dari Allah Swt. Sebagaimana firman-Nya melalui Q.S Al-Maidah ayat 90: “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Penguasa juga akan membina umat dengan akidah Islam melalui pendidikan Islam. Umat akan disampaikan tentang keharaman judi dan menyebarkan sehingga umat semakin paham. Penyampaian ini bisa langsung ke hadapan umat juga bisa melalui media massa.
Penguasa juga akan menugaskan para ahli di bidang teknologi untuk memantau jangan sampai ada situs-situs judi. Ketika ada situs-situs judi maka langsung diblokir lalu pemilik ataupun pengguna akan diberikan sanksi yang tegas. Dalam sistem Islam ini, hukum tidak bisa dibeli.
Para hakim atau qadhi yang bertugas tidak seperti hakim yang ada saat ini, yang bisa disuap agar perkara tersebut ringan bahkan hilang dari pengusutan.
Dalam sistem Islam pelaku judi diberikan sanksi takzir. Sebab judi termasuk perbuatan maksiat yang tidak memiliki sanksi had dan tidak ada kewajiban membayar kafarat. Maka dari itu kadar takzir diserahkan kepada qadhi untuk menentukan sanksi apa yang akan diberikan kepada pelaku.
Pelaku judi bisa dihukum mati, cambuk, penjara, pengasingan, penyaliban, denda, pemboikotan atau pengucilan, pelenyapan harta, mengubah bentuk harta, ancaman yang nyata, peringatan, pencabutan hak tertentu, celaan dan ekspos.
Dengan pemberian sanksi yang tegas ini, diharapkan bisa menghalangi para pelaku kejahatan untuk tidak mengulangi dan mencegah orang lain dari kemaksiatan itu. Sehingga tidak akan ada istilah blokir satu tumbuh seribu situs, sebab sanksi yang diberikan sangat berat.
Pemberian sanksi kepada pelaku tersebut dilaksanakan di tengah-tengah masyarakat. Hal itu dilakukan agar muncul ketakutan dalam hati kaum muslimin. Sehingga, mereka tercegah dari melakukan kemaksiatan yang sama. Dengan demikian hukuman dalam sistem Islam akan memberi efek zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa) bagi pelaku.
Itulah hukum yang ada dalam Islam, penerapannya benar-benar diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Aturan bukan hanya dijadikan pajangan semata, tetapi ketika ada yang melanggar langsung ditindak lanjuti dan diberikan sanksi yang memberi efek jera.
Wallahu'alam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar