SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Sabtu, 09 Desember 2023

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)






Hidup makin sulit, rakyat makin melarat, harga rumah makin melangit. Muncullah

istilah baru di tengah masyarakat "homeless millennial generation". Julukan ini muncul akibat fenomena kaum muda yang tidak mampu membeli rumah sebab harganya yang melangit.


Itulah yang terjadi, di berbagai daerah di Tanah Air, harga rumah terus naik. Akibatnya, banyak masyarakat yang masih sulit untuk memiliki rumah. Sedangkan, kecenderungan pengembang perumahan pun tidak akan menurunkan harganya, malah akan menahan harganya supaya tetap bisa mengejar keuntungan yang lebih besar. (Republika, 25/10/2023)

 


Harga Membumbung Tinggi



Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah mengatakan bahwa, harga rumah sudah dipastikan tidak akan pernah bisa turun. Malah kemungkinan harganya akan terus membumbung tinggi.


Hal ini disebabkan, akibat dari naiknya biaya pembangunan rumah, seperti bahan bangunan (pasir, semen, besi, dan lain sebagainya).


Selain itu, ketersediaan atas lahan pun berkurang, baik lahan hunian di perkotaan maupun di perdesaan. Lahan perkotaan menjadi sempit diakibatkan banyaknya pembangunan mall, kantor-kantor, rumah mewah, hingga pabrik. Sehingga menjadikan harga tanah semakin melonjak tajam. 


Ditambah lagi terkait tanggung jawab urusan penyediaan rumah yang dilepaskan ke pihak swasta yang memang notabene berbasis bisnis. Sehingga yang dicari keuntungan besar sayangnya hal ini pun diamini oleh negara demokrasi.


Seperti yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Segara Institute "Kalau turun disinsentif bagi pengembang, kalau harga turun mereka (pengembang) tidak mau lagi bangun perumahan. Itu bahaya untuk kita," ujar Piter. (Republika, 25/10/2023).


Sedangkan, jumlah penduduk di negeri ini semakin bertambah banyak. Idealnya, kebutuhan akan perumahan jadi meningkat. Khususnya di wilayah perkotaan yang mempunyai kepadatan penduduk tinggi, akibat dari tingkat kelahiran dan juga urbanisasi. 


BPS memprediksi, pada 2023 ini saja, data menunjukkan penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan menjadi 66,6%. Ini menjadikan Jakarta sebagai kota terpadat dengan jumlah penduduk sebanyak 10 juta jiwa. (Tempo, 17/8/2023)


Namun sayangnya, pesatnya pertambahan penduduk itu tidak sebanding dengan kemampuannya dalam membeli rumah. Director Research & Consultancy Services Leads Property Martin Samuel Hutapea dalam Property Market Outlook 2023 (1-12-2023) mengatakan rata-rata orang Indonesia membeli rumah harus menyiapkan dana sekitar Rp1—2 miliar, bahkan bisa sampai dititik harga Rp5 miliar.


Jakarta menjadi wilayah dengan harga jual rumahnya yang paling tinggi, yakni Rp2,5 miliar, kemudian diikuti Bekasi (Rp1,5 miliar), selanjutnya Depok (1,8 miliar), lalu Bogor (Rp 0,9 miliar), dan Tangerang (Rp3,1 miliar). (CNBC Indonesia, 1/12/2023)


Data lain telah menyebutkan, bahwa setidaknya ada sekitar 81 juta milenial yang tidak mampu untuk membeli rumah. Ketidakmampuan ini lebih dikarenakan oleh kurangnya gaji yang didapatkan mereka. Sebab gaji yang didapat hanya cukup untuk biaya kebutuhan primer saja, seperti pangan dan sandang. 


Sehingga para generasi milenial ini pun tidak mampu menyisihkan uang untuk membeli rumah (papan). Ini artinya, generasi milenial yang homeless itu terjadi bukan karena mereka malas dalam bekerja atau malas untuk membeli rumah. Melainkan akibat imbas dari sistem yang diterapkan negara.


Ini Ulah Kapitalisasi


Sudah kita ketahui bersama, perumahan atau tempat tinggal lain seperti apartemen dan rusun, itu tidak disediakan sendiri oleh negara. Pemerintah menggandeng pihak luar yakni developer dalam mengerjakan proyek itu. Tentu bagi developer, ini adalah ajang bisnis yang sangat menjanjikan dan merupakan proyek strategis yang akan mendatangkan banyak cuan.


Dalam masalah bisnis, terutama di alam kapitalis, para pengusaha tentu tidak akan mau rugi. Mereka akan menaikkan harga berkali-kali lipat. Ditambah dengan jumlah lahan yang makin lama semakin sempit, tentu membuat harga tawar turut keseret naik.


Inilah keberadaan prinsip kapitalisasi di bidang papan (hunian). Pebisnis memanfaatkan kebutuhan dasar manusia agar bisa mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka tidak akan peduli rakyat yang tidak mampu membeli, mau tidur di mana, kalau hujan berteduh di mana. Para pebisnis kapitalis itu hanya memikirkan cuan yang akan masuk ke rekeningnya.


Sedangkan, keberadaan program pemerintah, seperti halnya kerja sama dengan para pengembang, KPR, sampai adanya bantuan bedah rumah, hanya tampak sebagai solusi tambal sulam. Seolah pemerintah ingin jadi penyelamat dengan membuat program KPR, tetapi nyatanya yang terjadi program itu justru mencekik rakyat. Rakyat dipaksa untuk terjebak pada riba yang lamanya bertahun-tahun, hidup jadi tidak tenang karena dihantui cicilan utang pada tiap bulannya. 


Dengan segala kesulitan tersebut, terlihat negara berlepas tangan. Sikap pemerintah hanya sebagai penyedia regulasi. Kemampuannya hanya menghubungkan antara rakyat dengan para korporasi.


Solusi Islam


Jika mengharapkan sistem saat ini dengan para pengampunya bisa menyelesaikan masalah kehidupan rakyat. Seperti dalam persoalan hunian, maka yang ada ujungnya kita akan kecewa. Karena konsep dasar demokrasi-kapitalis bukan berpihak pada rakyat kelas bawah melainkan rakyat kelas kakap (yang bermodal atau memiliki uang).


Berbeda dengan Islam yang sangat serius terhadap kepengurusan terhadap rakyat karena itu titah Ilahi, yang wajib ditunaikan. Salah satunya dalam memperhatikan perihal pengadaan papan (hunian atau rumah). Dalam Islam tempat tinggal (papan) dipandang sebagai kebutuhan dasar bagi manusia yang wajib dipenuhi negara. 


Jika saat ini, pembangunan yang terjadi karena berorientasi pada kapitalistik, maka dalam Islam pembangunan yang terjadi orientasinya adalah mengurusi kebutuhan rakyat.


Islam yang merupakan agama sempurna yang punya panduan khusus untuk mengatasi permasalahan tempat tinggal. Islam pun memiliki konsep unggulan dalam mengurusi rakyat diantaranya adalah: 


Pertama, Islam mewajibkan setiap laki-laki untuk bekerja. Negara akan menyediakan lapangan kerja, baik dengan membuka lapangan pekerjaan yang baru, atau memberikan lahan untuk diolah, atau memberikan modal untuk usaha. Dengan begitu masyarakat akan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.


Kedua, apabila ada rakyat yang tidak mampu untuk bekerja dikarenakan alasan yang syar’i. Maka sudah menjadi kewajiban keluarganya untuk membantu memberikan tempat tinggal dan pakaian hingga memberikan makanan. 


Ketiga, apabila pihak keluarga tidak mampu melakukannya, maka hal itu akan menjadi tanggung jawab bagi negara untuk menyediakan hunian. Tempat tinggal tersebut bisa dibangun dari keuangan negara atau harta milik umum, dan kebijakan pemberiannya sesuai dengan ijtihad para ulama yang ditabani (diadopsi) oleh negara. Rumah yang sudah disediakan negara dapat dijual dengan harga yang terjangkau, disewakan, atau bahkan diberikan cuma-cuma.


Selain konsep aturan di atas, Islam juga memiliki kebijakan lain yang akan mendukung rakyat untuk mempunyai rumah. Kebijakan itu di antaranya adalah larangan untuk menelantarkan tanah, mengatur sebab-sebab dalam kepemilikan tanah, mengelola tanah ash-shawafi yaitu tanah yang tidak ada pemiliknya untuk dijual, dikelola, atau diberikan kepada yang membutuhkan.


Kemudian negara juga akan mengelola harta milik umum yang hasilnya akan dikembalikan pada pemiliknya yakni rakyat. Negara hanya akan melakukan transaksi yang halal dan tidak ribet. Hanya saja, semua itu hanya dapat terwujud pada negara yang menerapkan aturan Islam semata.


Wallahualam bissawab.

0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts