Oleh. Sumiyati
(Pegiat Literasi Kota Blora)
Kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Blora 2024 sebesar tiga persen dinilai masih jauh dari kata layak. Terlebih lagi kenaikan di Blora itu terendah se Jawa Tengah dan tak sesuai dengan aspirasi yang telah diperjuangkan.
Dengan kenaikan 3% itu upah minimum yang semula pada 2023 sebesar Rp 2.040.080, tahun 2024 akan menjadi Rp 2.101.813. Persentase kenaikan itu menurut serikat buruh dinilai jauh dari yang diperjuangkan. Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Blora Agung Pujo mengatakan angka 3% itu jauh dari harapan kelas pekerja. Sebab semula para serikat dan buruh berjuang agar terjadi kenaikan mencapai 15%. Angka tersebut dihitung dengan melihat fakta makin meningkatnya berbagai kebutuhan untuk hidup. Lantaran harga-harga kebutuhan pokok yang juga melejit.
"Hal ini semakin menunjukkan tidak adanya perhatian yang serius dari pemerintah terhadap kepentingan buruh," jelasnya. Selain itu menurut beliau kebijakan itu semakin menunjukkan posisi buruh yang semakin tertindas. Hal itu tidak lepas dari dampaknya UU Omnibus Law dan turunannya yang selalu dipaksakan untuk kepentingan pemodal," tambahnya.
Kenaikan Upah Mustahil dalam Kapitalisme
Sepertinya kenaikan upah yang cukup besar merupakan hal mustahil bagi seluruh buruh saat ini. Karena negara yang menganut paham kapitalisme menyebabkan si kaya akan berkuasa atas si miskin. Ini karena regulasi yang ada nyatanya memang dibuat untuk menguntungkan pengusaha. UU Omnibus Law misalnya, sangat merugikan para pekerja dan hanya menguntungkan pengusaha.
Pernyataan ketua KASBI soal kenaikan upah buruh yang hanya Rp 60an ribu tersebut memang terlihat tak masuk akal. Semua kebutuhan hidup naik, sedangkan upah yang naik tak sampai Rp100 ribu itu cacat logika.
Tuntutan kenaikan upah atau gaji yang tak seberapa selalu menjadi problem dari tahun ke tahun. Ya, jika kita telisik, problem mendasar masalah perburuhan/ketenagakerjaan adalah persoalan upah. Problem seperti jam kerja, cuti kerja, keselamatan kerja, etos kerja dan lainnya adalah turunan dari permasalahan upah.
Lalu mengapa problem upah tak kunjung usai? Semua ini berawal dari cara pandang sistem ekonomi kapitalis yang dipakai hampir di semua negara saat ini. Sistem ini, memosisikan upah adalah sebagian dari faktor produksi. Alhasil, jika ingin meraih keuntungan sebanyak-banyaknya harus menekan upah seoptimal mungkin.
Kemudian lahirlah konsep upah besi (the iron wage's law), yaitu konsep rumusan besarnya upah yang hanya berkisar pada batas Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Jika upah terlalu tinggi maka keuntungan akan sedikit karena ongkos produksinya mahal, dan sebaliknya jika upah terlalu rendah maka produksi akan menurun karena produktivitas para pekerja rendah. Keduanya sama-sama merugikan pengusaha.
Selain kenaikan upah, tuntutan lainnya adalah penurunan harga pokok pangan dan kebijakan yang menzalimi pekerja. Ditengah upah buruh yang rendah, harga kebutuhan pokok pangan terus melambung tinggi. Tentu saja hal ini akan sangat mempengaruhi kesejahteraan rakyat. Akibatnya, banyak dari keluarga menengah kini berubah status menjadi miskin.
Yang menjadi pertanyaan adalah, mangapa harga-harga kebutuhan pokok terus melambung?
Jawabannya adalah pasar dikuasai swasta, inilah aturan ekonomi di negeri ini. Negara hanya berperan sebagai regulator pengusaha, peran negara mengurusi umat telah diamputasi. Sehingga pasokan komoditas tidak dibawah kendali pemerintah melainkan swasta. Ini menunjukkan bahwa pemerintah telah kalah dari swasta.
Alih-alih mencari solusi untuk menekan harga kebutuhan pokok yang terus melambung, pemerintah justru melindungi dan menggelar karpet merah untuk para pengusaha. Bisa dilihat dari berbagai kebijakan yang dibuat, kian hari kian merapat pada kepentingan pengusaha. Misalnya UU Omnibus Law, kebijakan kenaikan PPN, kebijakan pengurangan Jaminan kesehatan dan lainnya.
Islam adalah Solusi
Berbagai kebijakan zalim tidak akan didapati dalam Islam. Karena Islam telah merinci sistem kehidupan yang sempurna dan memiliki pandangan yang khas. Islam juga telah sangat rinci terkait kebijakan upah, penetapan harga pangan pokok yang diserahkan kepada pasar tanpa penetapan harga yang bisa menzalimi, serta juga berbagai kebijakan ekonomi terkait produksi, konsumsi dan distribusi dengan tetap berpijak pada kesejahteraan umat.
Dalam Islam pekerja akan mendapat upah yang sepadan dengan jenis pekerjaannya. Antara pekerja dan pemberi kerja akan bersepakat (akad) mengenai upah, waktu kerja, jenis pekerjaan dan sebagainya. Dengan begitu semua akan saling rela dan berjalan dengan adil. Kemudian pemerintah akan mengangkat seorang khubara yang paham akan pengupahan. Sehingga antara pekerja dan pemberi kerja tidak ada yang terzalimi.
Begitu pula dengan permasalahan harga kebutuhan pokok yang menjulang dan berbagai kebijakan yang tidak memihak rakyat, tentu bisa diselesaikan dengan konsep ekonomi Islam, yang menjadikan negara sebagai pengurus urusan umat. Termasuk melakukan berbagai upaya untuk menstabilkan harga. Negara juga akan berupaya sebaik mungkin melindungi rakyat dari para mafia dagang.
Selain itu, negara akan memberikan jaminan sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan. Negara menjamin semua kebutuhan tersebut sehingga rakyat tidak merasakan beban hidup yang berat. Fakir miskin pun akan mendapat bantuan zakat sampai mereka keluar dari kemiskinan.
Jadi, selama masyarakat masih berada dalam sistem kapitalisme, masyarakat tidak akan mendapatkan keadilan dalam upah/gaji. Tenaga mereka akan terus diperas tanpa upah yang sepadan. Oleh karena itu, penerapan sistem pemerintahan Islam yaitu khilafah menjadi urgent, agar seluruh problem di atas bisa diselesaikan dan kehidupan umat termasuk buruh kembali sejahtera. Seperti pada saat Islam memimpin dunia.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar