SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Senin, 27 Mei 2024

Oleh. Sendy Novita, S.Pd,M.M

(praktisi pendidik)





Akhir-akhir ini, dunia pendidikan kembali dihebohkan. Bukan tentang sebuah prestasi tapi pembiayaan kuliah yang makin melesat tinggi. Tentu saja hal ini menuai aksi, tidak hanya para mahasiswa, bahkan orangtua dan beberapa pengamat hanya bisa mengurut dada. Kenaikan UKT atau Uang Kuliah Tunggal sudah mulai diterapkan di sejumlah PTN diantaranya Unsoed ( Universitas Jenderal Soedirman), Unri ( Universitas negeri Riau), hingga USU ( Universitas Sumatera Utara) Medan.


Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Tjitjik Srie Tjahjandarie membantah saat ini ada kenaikan UKT. Menurutnya, bukan UKT-nya yang naik, tetapi kelompok UKT-nya yang bertambah ( CNN Indonesia, Sabtu, 18 Mei 2024). Sementara itu, pemerintah sendiri mengaku telah mengucurkan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi atau BOPTN meski bantuan tersebut belum bisa menutup kebutuhan operasional perguruan tinggi menyebabkan pendidikan tinggi di Indonesia belum bisa digratiskan seperti di beberapa negara lain sehingga pembiayaan pendidikan tinggi malah kemudian dibebankan kepada masing masing mahasiswa lewat UKT.


Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud) Nadiem Makarim telah menetapkan Permendikbud Ristek Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN Kemendikbud Ristek. Dalam aturan itu, pemimpin PTN wajib menetapkan tarif UKT Kelompok 1 dan 2. Kelompok UKT 1 sebesar Rp500 ribu, sementara UKT 2 sebesar Rp1 juta. Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa Pemimpin PTN dapat menetapkan kelompok selain kelompok tarif UKT dengan nilai nominal tertentu paling tinggi sama dengan besaran BKT yang telah ditetapkan pada setiap program studi.


Sedang Pasal 12 menyebutkan persentase jumlah mahasiswa yang dikenakan tarif UKT kelompok I dan kelompok II serta mahasiswa penerima beasiswa dari keluarga kurang mampu berjumlah paling sedikit 20 persen dari seluruh mahasiswa baru yang diterima oleh PTN setiap tahun. Sementara itu, pemimpin PTN dapat meninjau kembali tarif UKT bagi mahasiswa jika terdapat perubahan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa jika ada ketidaksesuaian data dengan fakta terkait ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa.

Mahalnya pendidikan di Indonesia bisa digambarkan dari HSBC Global Report 2018. Menurut HSBC Global Report, Indonesia termasuk negara dengan biaya pendidikan termahal di dunia. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan per anak mulai dari PAUD hingga sarjana mencapai sekitar Rp 258 Juta. Inilah yang menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-13 dengan negara yang biaya pendidikannya termahal di dunia.


Mahalnya pendidikan sebenarnya tak hanya di sekolah swasta. Meski ada kebijakan bebas SPP di sekolah negeri, bukan berarti pendidikan diperoleh dengan gratis. Masih banyak komponen biaya lain seperti seragam, buku, transportasi, uang saku dan kebutuhan siswa lain yang harus dipikirkan. Walhasil, mendapatkan pendidikan terbaik akhirnya butuh biaya tinggi menyebabkan mayoritas warga masyarakat mengeluh. Maka layak menjadi wacana, mengapa pendidikan di Indonesia mahal? Lalu bagaimana jaminan dari pendidikan tersebut?


Pendidikan dalam Sistem Kapitalis Memang Mahal

Mahalnya biaya pendidikan merupakan akumulasi dari berbagai kebijakan negara yang rusak, baik menyangkut tata kelola negara yang kapitalistik maupun sistem pendidikannya. Penyebabnya adalah pertama, tata kelola negara kapitalistik yang berlandaskan konsep New Public Management. Konsep yang berperan besar melahirkan petaka bagi biaya pendidikan.


Pandangan ini membuat negara berlepas tangan dari kewajiban utama sebagai pelayan rakyat. Selanjutnya, masyarakat –termasuk korporasi/swasta– didorong berpartisipasi aktif. Hadirnya sekolah-sekolah swasta –meski berbiaya tinggi– menjadi capaian bagus selama memberi kontribusi bagi capaian pendidikan. Negara hanya menjadi regulator (pembuat aturan) bagi kepentingan siapa pun yang ingin mengeruk keuntungan dari dunia pendidikan.


Padahal, pasar pendidikan amat menggiurkan dan makin berkembang. Tak hanya jumlah siswa, berbagai sarana prasarana juga infrastruktur adalah potensi keuntungan yang bisa dikeruk. Belum lagi soal kurikulum. Jualan aplikasi, bimbingan, atau konsultasi belajar dan sebagainya menjadi sasaran empuk para kapitalis. Hal ini juga sejalan dengan paradigma kapitalis Knowledge Based Economy (KBE). Yakni, pendidikan merupakan komoditas ekonomi yang layak dikomersilkan.


Lepasnya negara menjadikan hubungan negara dengan rakyat tak lebih bagai hubungan dagang. Perhitungan untung rugi menjadi patokan. Pelayanan pendidikan diberikan minimalis jika tidak menghasilkan untung finansial. Sebaliknya, jika masyarakat menghendaki tambahan kualitas, dibebankan kepada masyarakat sendiri. Maka lahirlah berbagai pungutan. 


Kedua, turunan dari konsep New Public Management dalam sistem pendidikan yaitu konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Esensi dari MBS adalah kemandirian (otonomi) sekolah dalam mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku.


Ketiga, tata kelola keuangan dan ekonomi negara yang kapitalistik melahirkan kemiskinan negara. Dampaknya, negara minim memberikan anggaran pendidikan. Negara tak mampu lagi memberikan fasilitas pendidikan memadai, membangun dan memperbaiki sekolah-sekolah, termasuk menggaji guru honorer secara layak. Tata kelola anggaran yang rusak ini telah menambah beratnya biaya pendidikan. maka, mahalnya biaya pendidikan terjadi karena kehidupan kapitalistik neoliberal yang diemban negara dan diimplementasikan dalam sistem pendidikan. 


Pendidikan Murah Berkualitas hanya dalam Sistem Islam yang Kaffah

Tentu menjadi pertanyaan, apakah mungkin suatu negara bisa memberikan layanan pendidikan murah dan berkualitas? Dalam sistem kapitalis neoliberal sudah terjawab, mustahil. Berlaku hukum ekonomi kapitalis dalam hal apapun. Jika mau berkualitas, maka harus berani merogoh kantong lebih tebal atau membayar lebih mahal.

 

Apakah biaya pendidikan tak bisa diwujudkan dalam kualitas yang bagus dan murah bahkan gratis? tentu saja bisa diwujudkan jika paradigma kapitalis dalam mengelola pendidikan ditinggalkan. Dan selanjutnya diganti dengan paradigma sahih, yakni Islam yang dijalankan dalam sistem yang kaffah.  

 

Islam tidak mengenal paradigma New Public Management dan konsep turunannya semisal MBS. Negara berperan dan bertanggung jawab penuh dalam pelayanan pendidikan. Meski demikian, dalam sistem Islam dimungkinkan terdapat peran serta masyarakat maupun sekolah swasta, hanya saja keberadaannya tidak boleh mengambil alih peran negara. Daulah (negara) menjaga betul agar layanan pendidikan sampai kepada tiap individu rakyat dengan biaya yang amat murah bahkan gratis. Hal ini merupakan kewajiban syariat kepada negara.


Dulu Rasulullah Saw. pernah membebaskan budak tawanan Perang Badar dengan tebusan mereka mengajari anak-anak Madinah. Padahal harta tebusan itu sebenarnya milik Baitul Mal (kas negara). Dengan demikian, Rasulullah saw. telah membiayai pendidikan rakyatnya dengan harta dari baitulmal. Hal ini menjadi dalil kewajiban negara membiayai pendidikan rakyatnya.


Biaya pendidikan yang dimaksud tentu bukan hanya untuk gaji pengajar. Berbagai keperluan pendidikan lainnya, baik sarana prasarana, infrastruktur, mulai dari ruang belajar hingga perpustakaan, laboratorium dan lainnya hingga keperluan pendukung lain seperti transportasi dan sebagainya seharusnya disediakan negara. Sehingga rakyat tidak kesulitan mendapatkan akses pendidikan berkualitas.


Tentang anggaran, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dalam Islam yang kaffah. Sebab, dengan menjalankan hukum syariat dalam mengelola anggaran negara, baik sumber pemasukannya maupun pengeluarannya, negara memiliki sejumlah dana mencukupi bagi kehidupan masyarakat dalam negara, termasuk untuk pendidikan.


Berbeda dengan sistem kapitalisme yang sarat dengan korupsi, serta kas negara yang minus karena kekayaan alamnya dikelola secara kapitalistik sementara kas negara dipenuhi dengan utang ribawi dan pajak yang mencekik rakyat. Kondisi demikian jelas tidak akan membawa keberkahan bagi pendidikan. Sudahlah mahal, tidak berkah pula. Padahal yang diharapkan tentunya adalah yang murah berkualitas dan berkah.


Demikianlah, negara yang menjalankan syariah Islam secara kaffah menjamin kebutuhan pendidikan yang berkualitas dan murah. Inilah keberkahan hidup yang hanya dapat diperoleh dari ketundukan manusia kepada aturan Allah Swt. 

Wallahualam bissawab. 







Senin, 13 Mei 2024

Oleh. Agustia Wahyu Tri Anggraeni, S.Pd

(Pengajar)





Pendidikan di sekolah-sekolah elite semakin sulit dalam menjaga adab dan akhlak. Fenomena bullying kembali merajalela di lembaga-lembaga pendidikan, menjadi tantangan serius yang menggerogoti moral generasi muda. Salah satu peristiwa mencolok adalah kasus perundungan di Binus School Serpong, Tangerang, yang menjadi sorotan publik setelah video perundungan siswa viral di media sosial.


Polisi telah memulai penyelidikan terhadap kasus perundungan ini setelah menerima laporan dari korban. Kasus ini melibatkan delapan saksi yang terlibat dalam kejadian tersebut, seperti yang dijelaskan oleh Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan, AKP Alvino Cahyadi.


Korban mengungkapkan bahwa perundungan terjadi dua kali, pada tanggal 2 Februari dan 13 Februari 2024, yang dilakukan oleh sekelompok senior yang tergabung dalam sebuah geng di sekolah. Tindakan pihak sekolah untuk mengeluarkan 3 dari 11 terduga pelaku menunjukkan respons terhadap kasus ini.


Fenomena perundungan bukanlah hal baru, dan data menunjukkan peningkatan kasus perundungan, baik dalam bentuk fisik, verbal, relasional, ataupun cyberbullying. Data dari Asesmen Nasional dan Rapor Pendidikan mengindikasikan bahwa sekitar 24,4% peserta didik mengalami berbagai bentuk perundungan di Indonesia.


Komnas PA mencatat ada 16.720 kasus perundungan yang melibatkan anak-anak di bangku sekolah sepanjang tahun 2023. Hal ini menjadi perhatian serius terhadap kondisi moral generasi muda yang terpapar dengan kekerasan di lingkungan pendidikan.


Meskipun pemerintah telah melakukan upaya pencegahan terhadap bullying di sekolah, namun tantangan dalam menangani perilaku generasi yang semakin brutal dan beringas masih ada. Hal ini juga dipengaruhi oleh orientasi hidup yang semakin menjauh dari nilai-nilai agama dan lebih mengutamakan kesenangan dunia.


Dampak dari sistem pendidikan yang cenderung sekuler juga memperkuat budaya perundungan di kalangan pelajar. Hal ini menimbulkan keprihatinan karena generasi muda cenderung menjadi materialistis, hedonis, dan kehilangan nilai-nilai adab dan akhlak yang baik.


Pengawasan yang minim dari pihak sekolah dan orang tua turut memperburuk situasi ini, di mana banyak pelajar tumbuh dengan pengaruh budaya sekuler dan kurangnya pengawasan terhadap perilaku mereka.


Pendekatan Islam menekankan pentingnya pendidikan yang berbasis nilai-nilai agama Islam sebagai solusi untuk melahirkan generasi yang cerdas dan bertakwa. Hal ini mencakup implementasi sistem pendidikan yang berakar pada nilai-nilai Islam dan kontrol sosial yang dilakukan oleh masyarakat.


Selain itu, peran negara juga sangat penting dalam melindungi generasi muda dari kerusakan moral dengan memberlakukan sanksi yang tegas. Sesuai dengan prinsip syariat Islam bagi pelaku kejahatan, termasuk kasus perundungan di lingkungan sekolah.

Wallahualam bissawab. 



Oleh. Agustia Wahyu Tri Anggraeni, S.Pd

(Pengajar)





Kenakalan remaja dan perilaku hedonisme merupakan fenomena sosial yang semakin menjadi perhatian dalam masyarakat modern. Dalam konteks Islam, hal ini menjadi perhatian karena bertentangan dengan nilai-nilai dan ajaran agama. 


Menurut data dari Badan Pusat Statistik, kasus kenakalan remaja di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Perilaku Hedonisme yang merupakan perilaku yang semakin merajalela, dengan banyak remaja yang lebih mengutamakan kesenangan instant tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moral. Dampak negatifnya adalah kenakalan remaja dan perilaku hedonisme dapat berdampak negatif terhadap individu, keluarga, dan masyarakat secara luas, seperti peningkatan kasus kenakalan, kerusakan moral, dan ketidakstabilan sosial.


Islam mengajarkan nilai-nilai moral yang tinggi, termasuk kesederhanaan, kemandirian, dan kejujuran. Perilaku hedonisme bertentangan dengan nilai-nilai ini karena lebih menekankan pada kesenangan duniawi semata. Rasulullah saw. merupakan contoh teladan dalam menjalani kehidupan sederhana, bertanggung jawab, dan penuh dengan kebaikan kepada sesama. 


Lingkungan sosial juga memiliki peran besar dalam membentuk perilaku remaja. Lingkungan yang mendukung nilai-nilai Islam dapat membantu mengurangi perilaku hedonisme yang merupakan dampak dari sistem kapitalisme yang telah menggerogoti remaja dengan kehidupan yang serba glamour dan mengabaikan nilai nilai Islam.


Pentingnya pendidikan agama yang mengajarkan nilai-nilai Islam secara menyeluruh sejak dini agar remaja memiliki landasan moral yang kuat. Melalui pengembangan lingkungan yang positif yaitu peran masyarakat perlu berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang mendukung praktik nilai-nilai Islam. Seperti, kegiatan sosial yang bermanfaat dan kontrol terhadap media yang menyebarluaskan budaya hedonisme serta pengawasan keluarga yaitu peran keluarga dalam mengawasi dan membimbing anak-anaknya sangat penting dalam mencegah kenakalan remaja dan perilaku hedonisme.


Keluarga adalah tempat pertama bagi anak-anak memperoleh pendidikan, baik secara formal maupun informal. Di lingkungan keluarga, anak-anak belajar nilai-nilai moral, agama, dan etika yang menjadi dasar kehidupan mereka. Orang tua dan anggota keluarga lainnya menjadi model teladan untuk anak-anak. 


Dalam Islam, penting bagi orang tua untuk menunjukkan contoh yang baik dalam beribadah, berinteraksi dengan sesama, dan menjalani kehidupan yang islami. Karakter dan kepribadian anak-anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga.


Dengan memberikan pengajaran yang tepat dan memberikan contoh yang baik, keluarga dapat membantu membentuk karakter yang kuat dan islami pada anak-anak, pengawasan dan pembimbingan yaitu keluarga bertanggung jawab untuk mengawasi dan membimbing anak-anak dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ini termasuk memberikan arahan terkait pergaulan, pendidikan, dan aktivitas yang islami. 


Pendidikan agama yaitu salah satu peran utama keluarga dalam Islam adalah memberikan pendidikan agama kepada anak-anak. Ini meliputi pembelajaran tentang ajaran Islam, ibadah, dan nilai-nilai moral yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu semua tentunya dapat terwujud ketika Islam diterapkan menjadi sistem yang bukan hanya ritual ibadah namun dari segala aspek kehidupan manusia.


Wallahualam bissawab. 


Oleh. Agustia Wahyu Tri Anggraeni, S.Pd

(Pengajar)





Dilaporkan bahwa nasib buruh yang sudah sengsara dalam kapitalisme akan semakin berat dengan datangnya era Revolusi Industri 4,0. Problem klasik perburuhan seperti masalah upah, jaminan sosial, dan keadilan kontrak kerja akan diramaikan dengan adanya problem baru, yaitu adanya pekerjaan yang makin langka yang mempergunakan tenaga buruh.


Dunia kini menghadapi RI 4.0, yang pertama kali diucapkan dalam acara World Economic Forum sebagai simbol bahwa dunia makin memasuki fase baru dalam bidang industri, RI 4,0 memberikan keberhasilan yang langka dalam bekerja yang menggunakan internet, robot, dan kecerdasan buatan. Karena itu, berbagai jenis pekerjaan dapat digenapi oleh robot atau komputer. 


Pekerjaan yang akan tetap ada adalah pekerjaan dengan skill tinggi, melibatkan teknologi, dan pekerjaan yang tidak berulang. Industri di Indonesia telah mulai berodoktomaasi di mana bagi setiap mesin yang memangkas 1 buruh, akan terdapat ratusan ribu buruh yang akan disingkirkan. 


Akan terdapat banayak jumlah buruh yang menyusut serta pengangguran yang meningkat. Daya serap industri terhadap tenaga kerja sebanding kecil dengan produksi angkatan kerja yang lulus dari sekolah/kampus setiap tahunnya. Masalah ini akan terus terjadi hingga 2-3 dekade mendatang. 


Berdasarkan riset Mckinsey Global Institute, sebanyak 800 juta pekerjaan diprediksi akan hilang pada 2030. International Labour Organization mengatakan bahwa 56% lapangan kerja terancam akan hilang karena digantikan oleh percakapan robot dan otomasi.


Persoalan krusial lainnya adalah upah, dengan adanya RI 4,0, angka kenaikan upah akan stagnan karena pasar tenaga kerja makin bersaing. Sehingga para pengusaha dapat menekan upah, buruh hanya punya dua pilihan, yaitu bekerja dengan upah stagnan, atau menjadi pengangguran.


Upah minimum bagi pekerja memperburuk kesenjangan ekonomi. Pekerja menjadi lebih miskin karena upah yang stagnan, namun pengusaha kapitalis menjadi lebih kaya karena otomatisasi. Menghasilkan biaya produksi yang lebih efisien. Kesenjangan antara kaya dan miskin semakin lebar.


Kesenjangan perekonomian Indonesia saat ini saja sudah sangat parah. Kekayaan 1% orang terkaya dari total penduduk menguasai hampir separuh (49%) total kekayaan. Kekayaan empat orang terkaya di Indonesia lebih besar dibandingkan gabungan kekayaan 40% penduduk termiskin (sekitar 100 juta orang). 


Ketimpangan ini menunjukkan bahwa sistem perekonomian yang ada (kapitalisme) tidak mampu mencapai pemerataan kesejahteraan. Secara global, persaingan akan dimenangkan oleh negara-negara terkemuka yang mengembangkan alat untuk mendukung digitalisasi perekonomian mereka.


Perusahaan Anda dapat berekspansi ke negara manapun tanpa hambatan apa pun. Sementara itu, Indonesia akan menjadi kurang kompetitif sebagai pemasok tenaga kerja berketerampilan rendah.


Alhasil, keberadaan era RI 4.0 justru menjadi alat kekuatan besar untuk mengendalikan perekonomian. Sementara itu, pemerintah telah memperkenalkan sistem pelatihan kejuruan yang bertujuan untuk mengembangkan pekerja terampil untuk memenuhi kebutuhan industri.


Hasilnya, semakin banyak lulusan profesional setiap tahunnya. Sementara itu, dalam RI 4.0, persyaratan tenaga kerja industri tidak lagi berlaku bagi pekerja berketerampilan rendah. Oleh karena itu, masalah pengangguran akan semakin meningkat. 


Permasalahan ketenagakerjaan merupakan permasalahan yang timbul akibat penerapan ideologi kapitalis. Dalam sistem kapitalis, pekerja dan pengusaha ditempatkan pada posisi yang tidak setara.


Pengusaha kapitalis menduduki posisi hegemonik tinggi karena merekalah pemilik sumber daya ekonomi. Sebaliknya, pekerja dirugikan dan rentan karena mereka tidak mempunyai sumber daya selain energi.


Cara pandang yang tidak adil ini selalu menindas para pekerja, baik dulu maupun sekarang, mulai dari RI 1,0 hingga saat ini.


Syariah Islam mengatur bahwa hubungan antara pekerja dan majikan bersifat gotong royong. Oleh karena itu, keduanya perlu bekerja sama untuk mencapai kebaikan yang ingin dicapai. Tidak ada pihak yang saling menindas, dan kedua belah pihak saling mendukung. 


Pekerja dan pemberi kerja mempunyai kewajiban untuk mengadakan kontrak kerja yang adil. Pegawai mempunyai kewajiban untuk melakukan pekerjaannya sebagaimana mestinya dan berhak mendapat upah yang sepadan dengan jasa yang diberikannya. 


Sementara itu, pemberi kerja wajib membayar upah sesuai kontrak dan mempercepat pembayaran.


Jaminan sosial seperti kesehatan dan pendidikan merupakan kewajiban negara dan bukan tanggung jawab pemberi kerja. Aturan yang adil ini berarti bahwa tidak ada masalah perburuhan dalam Islam.


Kalaupun ada konflik antara pekerja dan pemberi kerja, itu adalah konflik pribadi, bukan konflik kolektif. Perselisihan antara pekerja dan pengusaha diselesaikan oleh kadi yang ditunjuk negara.


Apabila terjadi perselisihan upah, kadi dapat memanggil ahli terkait yang dapat memberikan pendapat mengenai upah yang pantas. Terkait buruknya kualitas tenaga kerja, penyelesaiannya ada di tangan negara. Kekhalifahan menjadikan industri sebagai salah satu penopang perekonomian.


Oleh karena itu, industri ini telah berkembang ke tingkat tertinggi, yaitu îndustri termaju dan terdepan di dunia. Umat Islam dilatih dalam sistem pendidikan untuk menjadi yang terbaik di bidangnya, sebagai karyawan, pemberi kerja, dan pekerja lepas.


Pendidikan tidak ditujukan untuk menguasai industri-industri yang didominasi negara-negara Barat, tetapi untuk memimpin mereka di tingkat internasional.


Wallahualam bissawab. 


Jumat, 10 Mei 2024

Oleh. Anizah

(Penulis dan Aktivis Kota Blora)







Nama putri mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sedang menjadi perbincangan publik. Itu karena Camillia Laetitia Azzahra atau biasa disapa Zara mengumumkan untuk melepas kerudung.


Zara lewat akun instagramnya @camilliazr mengumumkan keputusannya yang melepas kerudung pada jumat (5/4/2024). (detik.com, 06/04/2024)


Zara menjelaskan alasannya melepas kerudung Dia menyinggung bahwa baik itu tidak dinilai dari penampilannya tapi dari hati yang bersih.

"karena bagi aku, secara personal seorang muslim yang baik adalah mereka yang melakukan syariat ajaran agama dari hati, bukan soal penampilan tapi soal hati yang bersih", jelas Zara.


Ucapan Zara seperti ini seperti halnya orang yang berpikiran sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. 


Sebelum Zara mengumumkan untuk melepas kerudung Zara mengunggah foto di akun instagramnya tentang buku bacaannya, buku itu berjudul "sapiens" karya penulis Israel, Yuval Noah Harari.


Buku "Sapiens" pertama kali dirilis pada tahun 2014. Secara singkat, buku ini merupakan bahan sejarah tentang riwayat umat manusia dari masa prasejarah hingga sekarang.

Dalam bukunya Yuval menceritakan secara gamblang soal revolusi umat manusia dari mulai Homo Erectus, Homo Neanderthal, hingga Homo Sapiens. (Suara.com, 18/04/2024)


Membaca buku karya non Muslim tidaklah masalah, di dalam Islam sendiri termasuk bersifat umum jadi siapapun boleh membacanya. Hanya saja pemikiran dari sang penulis yang menuangkan isi pemahaman dan pemikirannya yang harus kita olah. Apakah sesuai dengan Islam atau malah bertentang dengan Islam.


Mungkin banyak kasus remaja seperti Zara ini yang setelah membaca buku dari Yupal malah menjadi bimbang dalam menentukan kehidupan.


Zara sendiri dalam unggahan instagram nya ingin mencari jati diri setelah melepas kerudungnya.


Ditambah lagi Zara sedang menempuh pendidikannya di Inggris, negara yang menjunjung tinggi kebebasan. Dan lingkungannya yang kurang support untuk menunaikan syariat Islam.


Inggris merupakan Negara sekuler yang sangat menjunjung tinggi HAM, jadi dengan mengatasnamakan HAM seseorang bebas melakukan apa saja termasuk melepas hijabnya. 


Bahayanya Sekularisme


Sekularisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan manusia. Tidak ada ruang bagi aturan Sang Pencipta (syariat Islam) untuk mengatur manusia menjalani kehidupannya. Agama hanya sebatas aktivitas ritual yang hanya ada di tempat-tempat ibadah. Sungguh sekularisme sangat berbahaya dan tidak layak diambil oleh umat Islam, terutama remaja muslim.


Remaja yang mengadopsi paham sekularisme akan mengakibatkan berbagai kerusakan. Moral generasi menjadi rusak, tidak beradab, kepribadian liberal, bahkan tidak takut dengan Sang Pencipta yakni Allah Ta'ala.


Ada beberapa indikasi bahwa sekularisme berhasil melahirkan generasi rusak. Pertama, hilangnya nilai-nilai Islam dari generasi hingga akhirnya menciptakan individu hedonis dan liberal. Kedua, dalam berpendidikan melahirkan generasi rapuh tanpa adab, karena pendidikan sekuler yang diterapkan memisahkan agama dari kehidupan. Ketiga, bebas berbuat dan bebas berpendapat.


Prinsip sekularisme juga menentukan baik dan buruknya sesuatu dengan akal manusia, bukan berdasarkan wahyu Allah Ta'ala.


Peran Penting Keluarga


Harus menjadi alarm bagi setiap keluarga muslim, bahwa akidah sekularisme beserta turunannya telah mendominasi berbagai interaksi di masyarakat, termasuk dunia remaja.


Orang tua tidak boleh lengah dan abai terhadap apa yang terjadi pada anak remaja mereka setiap harinya. Keluarga muslim harus senantiasa menanamkan Islam, berupa akidah dan syariat kepada anak-anaknya sedari dini.


Kita tidak bisa berharap kepada sekolah atau lingkungan sekitar untuk memahamkan anak-anak umat Islam terkait akidahnya. Apalagi semua ranah kehidupan diluar rumah, termasuk sekolah telah didominasi akidah sekuler. 


Kehidupan sekuler begitu sistematis diterapkan dalam setiap inci kehidupan. Mulai dari keluarga, lingkungan masyarakat hingga negara. Lihatlah betapa banyak orang tua tidak bisa berkutik saat anaknya melepas kerudungnya. Bahkan mereka menghormati keputusan anaknya dengan alasan sebagai bentuk proses pencarian jati diri. Sedangkan sejatinya mereka membiarkan anaknya masuk jurang api neraka.


Tidak sedikit anak remaja muslimah yang hidup di Barat yang terpengaruh oleh kehidupan sekuler yang sangat kental. Alhasil, ia harus melepas kerudung agar bisa diterima oleh masyarakat di sana. Keimanan dan ketakwaan yang lemah menjadikan mereka mudah mengikuti kebebasan masyarakat Barat meskipun harus bertentangan dengan syariat.


Butuh Islam untuk Menyelamatkan Remaja Rusak


Remaja yang taat syariah hanya bisa terwujud dengan diterapkannya syariat Islam di segala sendi kehidupan, dengan diterapkannya syariat Islam remaja akan terjaga akidahnya dari pemahaman yang salah dan dari pemikiran yang tercemar oleh bangsa Barat.


Agar akidah remaja selamat dimanapun mereka berada, maka harus diterapkan seluruh peraturan Islam dalam naungan khilafah. Negara khilafah akan menerapkan hukum Allah dalam semua aturan kehidupan, mulai dari sistem bernegara hingga berbagai interaksi di masyarakat.


Remaja akan berada di dalam benteng yang kokoh karena adanya pelindung yaitu negara khilafah. Negara akan melindungi setiap anak umat dari serangan akidah lain yang menyesatkan dan menyengsarakan hidup manusia. 


Tidak hanya melindungi, negara berasaskan akidah Islam juga akan membina kaum muslim khususnya remaja. Sehingga mereka semua akan paham akidah dan syariat Islam.


Media yang ada di negara khilafah juga akan menghadirkan tayangan dan informasi serta buku bacaan yang menguatkan akidah dan mencerdaskan umat. Serta akan menyaring buku bacaan akidah lain untuk tidak masuk ke dalam negara khilafah karena dapat membahayakan umat.

Wallahualam bissawab. 


Kamis, 02 Mei 2024

 

Oleh. Sendy Novita, S.Pd, M.M

(praktisi pendidik)







Bupati Blora H. Arief Rohman mendampingi lima kepala desa (Kades) yang warganya terdampak pembangunan Bendungan Karangnongko. Untuk konsultasi ke Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta (Blora, InfoPublik, Jumat 22 Maret 2024). Sekaligus menindaklanjuti keinginan masyarakat agar lokasi relokasi tidak jauh dari desa semula dan yang paling memungkinkan adalah lahan hutan KHDTK UGM Getas.


Bupati Blora menegaskan, pihaknya dalam upaya mencari solusi terbaik bagi warga lima desa di Kradenan yang terdampak Proyek Strategi Nasional (PSN) Bendung Gerak Karangnongko. Salah satunya, dengan meminta Fakultas Kehutanan UGM bersama-sama mencari lokasi terbaik untuk relokasi masyarakat kami yang akan terdampak pembangunan Proyek Strategi Nasional (PSN) Karangnongko.


Disampaikan dalam kesempatan tersebut, Bendungan yang akan membendung Sungai Bengawan Solo di perbatasan Kradenan (Blora) dengan Margomulyo (Bojonegoro), genangannya akan mengular sampai Ngawi. Sehingga ada beberapa desa di Blora yang akan direlokasi dengan skema ganti untung dan harapan terbaik adalah proses relokasi bisa difasilitasi oleh Fakultas Kehutanan dengan Kementerian LHK, dan Kementerian PUPR.


Lima kades yang hadir dalam audiensi dengan Fakultas Kehutanan UGM dan Direktur KHDTK UGM tersebut, diantaranya adalah Kepala Desa Mendenrejo, Ngrawoh, Nginggil, Nglebak, dan Kepala Desa Megeri. Kepala Desa Ngrawoh, Purwondo menyampaikan bahwa 80 persen wilayah desanya akan terdampak genangan air dari Bendung Gerak Karangnongko. Soal pembangunan itu sendiri, dikatakan Purwondo warganya tidak menolak karena diharapkan bisa ikut merasakan manfaatnya, misalnya melalui pengembangan desa wisata. Hanya saja ada sisi lain yang membuat beban pikiran masyarakat yaitu adanya dua opsi yang ditawarkan. Ganti untung atau tukar guling/relokasi.


Bendungan Karangnongko rencananya dibangun di perbatasan Kabupaten Blora, Jawa Tengah dengan Kabupaten Bojonegoro. Tepatnya di selatan Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, yang berbatasan dengan Desa Ngelo, Kecamatan Margomulyo. Bendungan Karangnongko telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN) yang diprediksi dapat menampung sebanyak 59,1 juta meter kubik air, dengan luasan genangan 1026,5 Ha.


Sementara untuk wilayah Kabupaten Blora, terdapat permukiman di dua desa terdampak genangan bendungan Karangnongko. Yakni Desa Ngrawoh dan Desa Nginggil, Kecamatan Kradenan. Permukiman di dua desa ini sedang diusulkan tidak dipindahkan jauh dari lokasi bendungan. Untuk itu Pemkab Blora mengusulkan agar dua desa tersebut direlokasi di wilayah hutan Perhutani atau ke wilayah KHDTK UGM. Hasilnya nanti seperti apa, akan disosialisasikan ke masyarakat. 


Menurut Mas Arief, pembangunan bendungan Karangnongko akan dimulai dari wilayah Bojonegoro terlebih dahulu karena di sisi timur Bengawan Solo tidak banyak pemukiman. Sedangkan wilayah Blora, lanjut Mas Arief, sisi barat Bengawan Solo menunggu kepastian relokasi pemukiman warga Desa Ngrawoh dan Desa Nginggil yang akan diupayakan konsultasi bersama ke kementerian.


Sementara itu, Kepala BBWS Bengawan Solo, Maryadi Utama, menyampaikan bahwa anggaran pembangunan konstruksi Bendungan Karangnongko sebesar Rp1,5 triliun. Anggaran itu langsung dari APBN Pusat dengan sistem tahun jamak. Lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan konstruksi bendungan seluas 246,18 ha. Sedangkan pembangunan fisik secara bertahap akan dilakukan hingga 2026, dan akan mulai digenangi pada 2027 dan menurut rencana bukan lagi Bendung Gerak seperti yang diberitakan dahulu tapi diubah menjadi Bendungan sehingga yang tadinya ada saluran pengelak, diubah menjadi saluran pelimpas, jelasnya.


Sementara itu, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta menjelaskan lahan Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) tersebut ada di pemerintah pusat. Pihaknya siap mengawal aspirasi masyarakat ke kementerian terkait dengan memberikan pertimbangan teknis. Menurutnya bahwa penting untuk melibatkan pemberi kelola yakni KLHK, yang mana hasil diskusi ini nantinya UGM akan menyampaikan pertimbangan-pertimbangan teknis.


Jika wilayah Blora masih perlu waktu untuk berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait, warga Bojonegoro justru masih menggantung nasibnya yaitu warga dua desa yang terdampak pembangunan Bendungan Karangnongko di Kecamatan Margomulyo. Hingga hari ini komitmen yang diharapkan warga Desa Ngelo dan Desa Kalangan, Kecamatan Margomulyo untuk mendapatkan lokasi relokasi di lahan perhutani sebagai hak milik, belum diwujudkan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. 


Agus Rismanto Susanto sebagai kuasa hukum warga mengatakan, telah berkirim surat kepada pihak yang berkaitan dengan pembangunan bendungan tersebut yang tembusannya disampaikan kepada Gubernur dan Presiden. Dalam surat tersebut telah dibeberkan kronologi proses pembebasan lahan yang belum memenuhi tahapan yang sesuai aturan yang berlaku. Bahkan, janji untuk berkirim yang kedua kali terkait penempatan relokasi yang diminta warga belum dilakukan. "Saat ditanya komitmen warga, sudah diberikan keleluasaan warga yang mau diukur sudah diukur dan diumumkan, namun yang tidak mau diukur ya tidak boleh ada pemaksaan karena mereka ingin surat jaminan rekomendasi dari KLHK," ujar Gus Ris panggilan akrabnya. Justru pemkab memaksa ground breaking hingga akhirnya batal tanpa diketahui alasannya, jika tetap dilakukan tentu situasi warga akan rawan kericuhan. 


Dampak Pembangunan Bendungan 


Tahapan-tahapan yang kini berjalan, baik yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro maupun BBWS justru akan berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara, jika di belakang hari proyek Pembangunan Bendungan Karangnongko gagal dilaksanakan, disebabkan sumber permasalahan utama adalah pembebasan lahan warga Desa Ngelo yang sampai hari ini tidak ada kejelasan sikap dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. 


Sejak tahun 2014, pembangunan bendungan menjadi salah satu hal yang diprioritaskan dan telah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, paling tidak terdapat 65 bendungan yang telah dibangun. Dalam konteks pengelolaan BMN, utilisasi aset bendungan mungkin “hanya” termasuk ke dalam kluster Penetapan status penggunaan (PSP). PSP sendiri merupakan salah satu bentuk utilisasi Barang Milik Negara (BMN) yang paling dominan dan sering kali dianggap “remeh” karena sifatnya hanya menetapkan tipe penggunaan suatu aset. Namun demikian, di balik penggunaan suatu aset seringkali terdapat dampak yang secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar lokasi aset. 


Sebagai contoh, jika kita mau melihat lebih jauh, maka aset bendungan sejatinya punya manfaat yang nyata bagi masyarakat, misal terciptanya ketahanan irigasi, pengendalian banjir, mendorong potensi pariwisata, pengembangan energi tenaga air, mendorong terbukanya jenis lapangan kerja baru, dan sebagainya namun demikian perlu juga dipahami dampak yang ditimbulkan dalam ekonomi, sosial, dan lainnya sebagaimana telah diamanatkan oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 349/KM.6/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja BMN (PMK 349).


Ringkasnya, dengan adanya pembangunan bendungan memang memberikan dampak positif terhadap produktivitas pertanian, ketahanan irigasi, dan juga mendorong penurunan angka kemiskinan. Namun demikian, hasil ini ternyata hanya berlaku kepada masyarakat yang tinggal di area hilir, sementara masyarakat di area hulu justru merasakan efek yang sebaliknya, yaitu produktivitas pertanian menurun, kemiskinan meningkat, dan rawan banjir. 


Mengapa hal ini terjadi? 


Pembangunan aset bendungan akan menyebabkan perubahan yang cukup ekstrem di area hulu. Jika hal ini tidak dimitigasi dengan baik, maka dapat berdampak pada risiko hilangnya atau berubahnya lapangan pekerjaan, sistem irigasi hulu yang cenderung terbatas, atau potensi banjir ketika sistem irigasi tidak berjalan baik. Eksternalitas positif yang diharapkan, misal dari sektor pariwisata, ternyata juga tidak cukup signifikan untuk mengurangi kesenjangan antara hulu dan hilir.


Penelitian ini juga telah dilakukan untuk konteks Indonesia oleh Gunawan Aribowo dan Muhammad Halley Yudhistira dalam papernya Large Dams and Welfare: Empirical Study in Indonesia yang terbit di Economic Development Analysis Journal tahun 2021. Mereka tidak melihat dampak bendungan secara spesifik tapi lebih fokus kepada bagaimana implikasinya terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum. 


Aset bendungan juga terbukti mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat di area hilir, namun efeknya justru negatif di area hulu. Hal ini juga disebabkan oleh turunnya produktivitas pertanian dan aktivitas pekerjaan di area hulu. Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa pembangunan bendungan berpotensi menimbulkan pelebaran kesenjangan antar hulu dan hilir yang pada akhirnya memperbesar ketimpangan di suatu daerah.


Keadilan Islam Mengatasi Masalah Lahan


Dalam Islam, kekuasaan dan kepemimpinan dipandang sebagai amanah yang wajib dipertanggungjawabkan di sisi Allah Swt. Oleh karena itu, setiap penguasa takut jika kebijakannya akan membawa penderitaan kepada rakyatnya, terutama jika menyangkut hak kepemilikan lahan.


Dalam sistem pemerintahan Islam, amanah kepemimpinan sepaket dengan penerapan aturan Islam yang mengatur segala aspek kehidupan. Salah satu yang diatur dalam hukum syarak adalah mengenai status kepemilikan lahan. Lahan hunian, pertanian, ladang, kebun, dan lahan-lahan yang telah ditempati merupakan kategori lahan milik individu/pribadi. Hutan, tambang, dan lautan merupakan lahan milik umum. Lahan kosong yang belum dihuni atau dikelola merupakan lahan milik negara.


Berdasarkan pembagian ini maka negara tidak boleh (haram) membuat kebijakan untuk melegalisasi perampasan hak lahan milik individu atau umum. Sedangkan lahan-lahan milik umum, Islam menetapkan pengelolaannya diserahkan pada negara untuk kemaslahatan rakyat karena jaminan optimalisasi pemanfaatan lahan, semua diatur dalam UU Daulah yang telah disesuaikan dengan hukum syarak.


Sifat para khalifah yang takut untuk mengambil hak rakyatnya merupakan bentuk ittiba’ mereka terhadap Rasulullah saw. 

“Barang siapa mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh lapisan bumi pada hari kiamat nanti.” (HR. Muslim)


Hukum ini telah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang kerap melakukan inspeksi untuk memastikan kesejahteraan, keadilan, dan keamanan warganya. Kebijaksanaan Khalifah Umar terlihat saat ia dengan tegas menegur Gubernur Mesir, Amr bin Ash ketika berencana menggusur gubuk reyot milik kakek Yahudi untuk proyek perluasan Masjid. Padahal, sebelumnya, Amr bin Ash telah berdiskusi secara baik-baik dengan kakek Yahudi tersebut, bahwa gubuknya akan dibeli dan dibayar dengan harga dua kali lipat.


Nasehat pahit dari Khalifah Umar membuat Amr bin Ash menangis dan menyesali perbuatannya. Kemudian, ia membatalkan rencana penggusuran gubuk milik Yahudi tersebut. Begitulah, keadilan hukum Islam yang pernah diterapkan selama berabad-abad. Banyaknya kasus sengketa yang terjadi antara rakyat dan penguasa, seharusnya menyadarkan kita tentang keadilan hukum Islam dalam urusan pembagian lahan.


Kisah Khalifah Umar bin Khattab, menjadi cermin seorang penguasa yang adil, ia berkenan mendengarkan keluhan satu warganya yang bahkan tidak sejalan dalam Iman dengannya. Bandingkan dengan hari ini, bukan hanya satu orang saja, tetapi ribuan orang di banyak daerah tanahnya telah diambil paksa oleh “negara”. Rakyat seolah tidak didengar suaranya.


Berbagai aksi ambil paksa tanah oleh pihak yang mengatasnamakan negara memang selalu menyisakan luka yang mendalam. Sebab yang diambil bukan hanya perkara segunduk tanah melainkan lebih dalam dari hal itu yakni akar sosial, budaya, memori dan bahkan kehidupan si penghuni tanah itu sendiri. Dan jika boleh jujur tentu tidak ada seorang anak manusia pun yang berkenan dipisahkan dari akar kehidupannya.


Jika pembahasan yang menjadi hal utama dalam pembebasan tanah adalah demi kepentingan “negara”, maka pendekatan kemanusiaan dan keadilan sosial yang mestinya dikedepankan. Bukan dengan pendekatan kekerasan sehingga muncul celetukan dari warganet di dunia maya, yang menyatakan bahwa mengukur tanah itu harusnya dengan meteran bukan dengan aparat berseragam yang dikerahkan berkompi-kompi, demikian sindiran warganet di sosial media.


Menarik jika kita boleh meminjam ungkapan dari sastrawan kondang Pramoedya Ananta Toer yang pernah berkata, “Orang yang tak pernah mencangkul justru paling rakus menjarah tanah dan merampas hak orang lain.”


Tampak sekali jika penulis yang pernah berseteru keras dengan Buya Hamka itu sangat keras menyindir para “kaum berdasi”. Yang tidak pernah turun ke sawah (kehidupan rakyat kecil) yang kerjanya membuat undang-undang di parlemen dan otaknya dipenuhi gambaran cuan dari berbagai proyek besar yang tidak jarang diatasnamakan demi proyek nasional. Entah mereka disebut penguasa yang sedang berusaha atau pengusaha yang sedang berkuasa, karena saat ini kian sulit ditarik garis pembeda di antara keduanya.


Padahal tidak selamanya mereka yang gemar berteriak atas nama negara adalah mereka yang paling cinta negaranya. Juga tidak mesti pula mereka yang selama ini luput dari sorotan malah merekalah yang hakikatnya paling cinta negara. Mereka buktikan dengan kerja-kerja nyata seperti menggarap sawah dan laku khas masyarakat kecil lainnya. 


Ingat bahwa Nelson Mandela pernah berkata, “Penjahat itu tak pernah membangun Negara, mereka hanya memperkaya diri sambil merusak Negara.” Kalimat Presiden anti-Apartheid itu tampak benar adanya, kini terjadi di berbagai belahan bumi tidak terkecuali di negeri tercinta ini. Hal itu terbukti dengan perlakuan istimewa yang masih terjadi kepada para maling uang rakyat dan cukong perusak lingkungan serta pengusaha hitam yang bermandi cuan. Padahal merekalah yang selama ini merusak negara dengan mengatasnamakan negara.


Walhasil, sudah seharusnya rakyat dan wakil rakyat bisa saling memahami dan menyelesaikan segala sesuatu dengan kepala dingin dan pendekatan musyawarah. Semangat mendahulukan kepentingan rakyat hendaknya dinomor-satukan di atas kepentingan konglomerat. Jangan ada pihak yang sedang diamanahi kekuasaan, bermain-main dengan kepentingan pribadi atau golongannya dengan mengatasnamakan kepentingan negara. 


Semoga kisah keadilan Sayidina Umar bin Khattab radiallah anhu di atas bisa menjadi pengingat dan cermin bagi mereka yang sedang mendapat amanah mengurusi hajat hidup rakyat saat ini. Islam adalah agama yang terdepan dalam melawan kezaliman, dan tentunya para pemimpin beragama Islam seharusnya menjadi garda terdepan dalam melawan kezaliman dan bukan malah menjadi pelaku kezaliman itu sendiri. Ingat, Rasulullah saw. pernah bersabda;

“Barangsiapa mengambil sejengkal tanah bumi yang bukan haknya, niscaya ditenggelamkan ia pada hari kiamat sampai ke dalam tujuh lapis bumi.” (HR. Bukhari)

Wallahualam bissawab. 




Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts