Oleh. Sendy Novita, S.Pd,M.M
(praktisi pendidik)
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah II memberikan klarifikasi terkait permasalahan pajak yang dialami pengepul susu UD Pramono di Boyolali berupa surat yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II Etty Rachmiyanthi (espos.id13/11/2024).
Dengan Klarifikasi tersebut diharapkan tidak menimbulkan kesalahpahaman di kalangan masyarakat. Dijelaskan lebih lanjut, pihaknya melakukan proses pemeriksaan dengan mekanisme pembahasan hasil temuan antara pemeriksa pajak dan wajib pajak. Jika wajib pajak mampu memberikan bukti pendukung maka wajib pajak akan dikurangi jumlah pajak terutangnya.
Dalam sistem perpajakan memang terdapat kewajiban pemenuhan pembayaran pajak setiap tahunnya dan informasi dari wajib pajak akan menyebabkan kewajiban pajak yang berbeda setiap tahunnya. Dalam melaksanakan tugasnya, tidak ada praktek tawar menawar dan tentu saja pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dengan undang-undang.
Menurut Pramono, pengepul susu yang pernah mendapatkan penghargaan dari KPP Pratama Boyolali atas kontribusi pembayaran PPh Pasal 25 Orang Pribadi tahun pajak 2022 tersebut menyampaikan bahwa pihaknya tak ingin menyalahkan pihak KPP Pratama, bank, atau siapa pun dalam masalah tersebut. Namun begitu tetap saja tidak mampu jika harus membayar pajak yang besarnya ratusan juta rupiah sehingga memilih untuk menutup usahanya. Pramono menceritakan pada tahun 2021, kantor pajak memeriksa pajak usahanya untuk tahun 2018 dan dibandrol dengan pajak sebesar Rp2 miliar. Pramono yang keberatan dengan besaran pajak tersebut lalu diturunkan menjadi Rp 671 juta. Angka yang masih cukup besar menurutnya sehingga muncul kesepakatan untuk membayar sebesar Rp200 juta agar tagihan tersebut selesai meskipun dengan kejanggalan karena nilai pajak 2018 lebih besar dari nilai pajak 2019 yang hanya sebesar Rp75 juta.
Bukan rahasia jika pajak adalah sumber dana terbesar dalam RAPBN pada sistem kapitalis. Alih-alih memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah, pajak justru dibebankan dengan segala macam kebijakan dan aturan. Hingga pajak akhirnya memiliki kontribusi yang besar dan rakyatlah yang menjadi sasaran. Semakin banyak jenis pajak yang harus ditanggung rakyat makin sengsara pula hidup rakyat.
Dalam aturan kapitalis, pajak merupakan kebijakan fiskal yang dianggap mampu membantu negara untuk mencapai kestabilan ekonomi karena dianggap mampu menyesuaikan pengeluaran negara dengan pendapatan. salah satu cara yang mudah untuk mendapatkan dana segar dalam defisit anggaran dan membantu melunasi utang yang semakin hari semakin tinggi jadi wajar saja jika negara semakin giat mendorong rakyat nya untuk rajin membayar pajak bahkan dengan propaganda bahwa warga yang baik adalah warga yang taat pajak.
Berbeda dengan Islam. Tidak ada pajak yang dipungut dari masyarakat secara terus menerus. Yang ada adalah dharibah yaitu harta yang diwajibkan kepada kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan dalam kondisi tertentu yaitu ketika tidak ada harta di Baitulmal misal adanya bencana alam atau peperangan dan tentu saja penerapan dan pengaturannya berbeda dengan konsep pajak dalam sistem kapitalisme saat ini jadi pajak bukanlah sumber pendapatan tetap negara. Selain itu, pungutan tersebut hanya dibebankan kepada orang-orang kaya saja.
Sistem keuangan Islam berbasis tiga pemasukan, pertama adalah pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta fa’i dan kharaj, yang meliputi ghanimah, anfal, khumus, fa’i, kharaj, status tanah, dan jizyah. Jenis harta tersebut menjadi pemasukan tetap negara. Kedua, pos kepemilikan umum yang bersumber dari harta pengelolaan SDA, seperti minyak, pertambangan, laut, sungai, hutan, dan lain-lain. Ketiga, pos zakat yang bersumber dari zakat fitrah dan zakat mal kaum muslimin, juga menampung harta sedekah, infaq, dan wakaf kaum muslimin.
Penguasa sejatinya adalah ra’in (pemelihara urusan rakyat), sehingga negara menjadi tumpuan dari rakyat juga bertanggung jawab atas kelangsungan hidup masyarakat dengan cara mengelola sumber pemasukan sesuai syara.
Seharusnya para penguasa berhati-hati dengan peringatan Rasulullah terkait dengan pemimpin yang menyusahkan rakyatnya karena ada kompensasi yang harus ditanggung, kelak di yaumil akhir. Rasulullah bersabda, “Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia; siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia berlaku lembut kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada ia.” (HR Muslim dan Ahmad).
Juga bagi pemimpin yang seharusnya memenuhi semua kebutuhan rakyat, tetapi ia menahannya. Peringatan Rasulullah saw., “Siapa saja yang mengurusi urusan masyarakat, lalu ia menutup diri dari orang yang lemah dan membutuhkan, niscaya Allah menutup diri dari dirinya pada Hari Kiamat.” (HR Muslim).
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar