Oleh. Sendy Novita, S.Pd,M.M
(penulis)
Lagi-lagi rasa prihatin kembali dinyatakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atas serangan udara terbaru Zionis Israel terhadap Iran, yang semakin menambah ketegangan Timur Tengah. Selain prihatin, harapan terbesar organisasi internasional yang memiliki peran penting dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia tersebut adalah perseteruan yang melibatkan Israel dengan Palestina diharapkan untuk segera diakhiri (Antara, Sabtu, 26 Oktober 2024).
Juru bicara sekjen PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric menyampaikan bahwa segala tindakan yang meningkatkan eskalasi sangat patut untuk dikecam dan harus dihentikan. Ditegaskan kembali kepada semua pihak, termasuk yang terlibat di Gaza dan Lebanon harus menghentikan aksi militer dan mencegah perang regional yang lebih luas sekaligus menekankan pentingnya kembali ke jalur diplomasi untuk menghindari konflik lebih lanjut. Terlebih setelah serangan balasan Israel terhadap Iran, Uni Eropa meminta semua pihak untuk menunjukkan sikap penahanan diri yang lebih maksimal.
Nabila Massrali sebagai juru bicara Uni Eropa untuk Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan tentang resiko eskalasi atau konflik yang semakin parah secara regional menjadi lebih lanjut di tengah ketegangan yang meningkat di Timur Tengah. Dalam pernyataannya Massrali mengakui hak Israel untuk “membela diri” tetapi dengan peringatan bahwa siklus berbahaya dari serangan dan pembalasan dapat mengarah pada eskalasi tak terkendali di kawasan tersebut.
Diketahui bahwa sedikitnya dua tentara Iran tewas saat tentara Israel menyerang fasilitas militer Iran sebagai tanggapan atas serangan besar-besaran rudal balistik Iran pada 1 Oktober 2024 terhadap Israel. Hal itu tentu saja hal itu mendatangkan respon dari gedung putih bahwa Israel harus menghentikan baku tembak langsung antara kedua pihak dan bagi Iran, hal itu adalah konsekuensi jika mereka merespon. Sayangnya hal itu tak menjadikan pejabat militer Iran gentar bahkan dengan keras memperingatkan bahwa serangan dari Israel akan dibalas keras.
Sayangnya, Israel mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera. Alih-alih menghentikan serangan, Israel justru terus menyerbu dan menghancurkan Gaza sejak serangan lintas batas kelompok perlawanan Palestina, Hamas tahun lalu. Hampir 43.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, tewas dan lebih dari 100.000 orang lainnya terluka. Warga sipil yang tak bersenjata terus dibombardir dengan serangan udara. Mereka tak diberi kesempatan untuk beristirahat dan merasa tenang walau sesaat. Tak ada lagi tempat berlindung yang aman bahkan di pengungsian sekalipun.
Koordinator PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah, Tor Wennes Land menyatakan bahwa operasi intensif Israel selama berminggu-minggu tersebut telah menelan banyak korban jiwa terutama warga sipil, wanita dan anak-anak dan nyaris tidak ada bantuan kemanusiaan yang menjangkau masyarakat di wilayah tersebut (Tempo.co, 21/10/2024). Sayangnya, kecaman dan kutukan PBB tersebut diberikan tanpa sanksi nyata yang tegas terhadap Zionis Israel. Apakah mungkin kejahatan genosida yang Israel lakukan bisa diakhiri hanya dengan kecaman dan kutukan? Menilik peran PBB sebagai organisasi internasional yang mewadahi negara-negara dunia, seharusnya mampu untuk mengambil sikap tegas dalam menghentikan kebiadaban tersebut.
Bukan rahasia jika kebiadaban Israel tersebut mendapat dukungan dari negara-negara pemilik hak veto dalam organisasi PBB meski negara anggota lain ramai-ramai menentang. Ditambah dengan bebasnya Amerika Serikat dalam memberikan bantuan berupa dana maupun senjata. Nyata bahwa PBB hanyalah penyedia tempat untuk menyatakan pendapat saja tanpa solusi nyata.
Pun dengan negara-negara Islam yang bertetangga dengan Palestina justru bungkam dan diam tanpa pembelaan. Jangankan mengirimkan pasukan untuk membantu perjuangan rakyat Palestina, dalam kondisi rakyat Palestina meregang nyawa saja, pesta pora justru diadakan di negaranya. Untuk negara-negara muslim lain yang selalu membela Palestina, hanya bisa mengecam di forum-forum nasional maupun internasional dan bantuan kemanusiaan tanpa bisa berbuat lebih dengan alasan batas teritorial yang harus dijaga tanpa bisa menyeru jihad dan mengirimkan tentara sebagai balasan atas pembunuhan yang Israel lakukan.
Makna ukhuwah Islamiyah menjadi pudar dalam sistem kapitalis-sekuler, yang mencukupkan hanya pada rasa kemanusiaan. Membantu Palestina dianggap cukup dengan mengecam Israel dan menyatakan dukungan di kancah internasional, serta mengirim bantuan pangan dan obat-obatan. Tak jarang negeri-negeri muslim tersebut justru menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara pro zionis.
Meski pada dasarnya hal ini membuka mata dunia lebih lebar karena
masyarakat dunia saat ini mayoritas mendukung kemerdekaan Palestina. Terbukti dengan banyaknya peserta aksi bela Palestina yang ada di berbagai negara di belahan dunia. Sayangnya, banyak penguasa yang pro zionis dan hanya bersikap pragmatis. Salah satu bukti bahwa sistem bernegara yang ada saat ini tidak mampu memberikan solusi terhadap penjajahan yang dilakukan Zionis Israel atas Palestina. Sehingga, perlu sebuah sistem kuat yang tidak terikat dengan barat yang mampu membebaskan Palestina dan melindungi umat manusia, yaitu Islam.
Bukan sekadar cerita saat dikisahkan Khalifah Umar bin Khattab menaklukkan Baitul Maqdis atau Al-Aqsa yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) pada tahun 16 Hijriah atau 637 Masehi yang dimulai sejak zaman Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam, dengan perjuangan para sahabat yang akhirnya menyerah tanpa perlawanan dan menyerahkan kekuasaan. Meskipun Khalifah Umar memenangkannya tetapi perlindungan terbaik tetap diberikan kepada penduduk Kristen dan Yahudi. Umat Islam, Kristen dan Yahudi bisa hidup berdampingan dalam naungan kekhilafahan Islam. Jadi tak bisa dipungkiri jika solusi nyata yang mampu menghentikan kebiadaban Israel hanyalah dengan mengirimkan tentara dengan panji-panji Islam dalam kekuatan dan persatuan umat dalam sistem Islam.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar