SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Senin, 11 November 2024

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)




Guru adalah pilar utama dalam membangun peradaban. Namun bagaimana muruahnya terjaga jika marak guru dikriminalisasi?


Kasus hukum Guru Supriyani telah menghebohkan publik, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), tersebut terjerat hukum karena dilaporkan oleh orang tua murid yang merupakan anggota kepolisian dengan tuduhan penganiayaan pada April 2024. Kasus yang terus bergulir di pengadilan ini cukup menyita perhatian publik terutama ketika Guru Supriyani ditahan pihak kejaksaan. 


Andre Darmawan, yang merupakan kuasa hukum Guru Supriyani, menyoroti adanya dugaan kriminalisasi pada kasus ini, yang melibatkan benturan kepentingan karena posisi pelapor adalah seorang anggota kepolisian. Yang akhirnya proses hukum kasus ini pun menuai kontroversi, mulai dari adanya dugaan pelanggaran kode etik, hingga terdapat isu permintaan uang damai. (Liputan6.com, 31-10-2024).


Bahkan kasus tersebut mendapat sorotan dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI MY Esti Wijayati menurutnya, kasus Suryani menjadi contoh betapa rentannya posisi profesi guru saat ini, terutama guru honorer.


“Guru honorer seperti Ibu Supriyani sering kali berada dalam posisi yang rentan, di mana mereka tidak hanya harus memenuhi tanggung jawab mengajar, tetapi juga berhadapan dengan risiko hukum dalam proses mereka melakukan pembinaan pada murid,” kata MY Esti Wijayati, dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Jumat (25/10/2024).


Intervensi dan reaksi orang tua siswa yang cukup berlebihan. Terutama ketika pihak orang tua memiliki kekuasaan atau pengaruh, ini menjadi beban tersendiri bagi guru. hal tersebut bisa berdampak merusak proses pendidikan.


Padahal guru merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan. Tentu kita ketahui bahwa guru tak hanya bertugas mengajar saja, tetapi juga harus mampu membimbing dan membentuk karakter siswa melalui pengajaran nilai disiplin, tanggung jawab, dan etika-moral. 


Dari banyaknya kasus kriminalisasi guru, menjadikan beban guru hari ini sangat berat dan banyak tantangan. Karena kondisi guru kurang punya power untuk memberikan pembinaan ke siswa dalam bentuk disiplin akibat dari fenomena reaksi orang tua yang sedikit-sedikit membawa masalah ke ranah hukum.


Akibat dari takut dikriminalisasi, akhirnya guru menjadi tidak lagi memberikan pendidikan disiplin kepada anak yang telah melakukan pelanggaran. Sehingga akhirnya karakter mulia bagi anak didik tidak lagi terwujud. Imbas lanjutannya adalah banyak terjadi kasus kekerasan anak terhadap anak juga bullying di sekolah itu karena kurangnya pembinaan disiplin dari guru. Anak-anak pun tidak lagi punya rasa hormat atau keseganan pada guru mereka.


Namun, di sisi lain terjadi juga banyak kasus kekerasan guru kepada anak muridnya. Seperti beredar video seorang ustaz yang memukul dengan sangat kencang telapak tangan anak santrinya hingga pada tampak anak-anak yang mendapat pukulan menahan rasa sakit yang sangat.


Seharusnya orang tua benar-benar tabayun dan mencari kebenaran yang sebenarnya terjadi. Jangan hanya mengambil kesimpulan dari mendengarkan satu belah pihak saja. Jika memang guru terbukti telah melakukan kekerasan, memang harus dan wajib diproses hukum dan mendapat sanksi. 


Adapun tindakan disiplin yang harus dilakukan guru itu bukanlah bentuk kekerasan yang menyakitkan apalagi menimbulkan luka. Orang tua juga harus mendukung proses pembinaan karakter yang dilakukan guru di sekolah demi perkembangan karakter anak-anak kita.


Jadi memang harus ada kerjasama antara pihak sekolah, guru dan orang tua. Guru harus diberikan ruang untuk mendisiplinkan dan membimbing siswa, sementara siswa tetap mendapatkan perlindungan yang layak. Sehingga orang tua ketika mengetahui anaknya melakukan kesalahan jangan selalu dibela dan dibenarkan demi masa depan anak yang bermoral dan bertanggung jawab.


Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi X DPR, Esti Wijaya juga menekankan pentingnya pemerintah meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan yang layak bagi guru, khususnya untuk para guru honorer. Hal tersebut mengingat karena beban kerja, tanggung jawab serta risiko yang dihadapi guru cukup besar.


Demikianlah, betapa malang nasib sang pemberi ilmu hari ini. Sudahlah kesejahteraan tidak didapatinya, perlindungan hukum turut sirna. 


Lantas, apa sebenarnya akar persoalan dari maraknya kriminalisasi guru? Bagaimana cara Islam dalam memuliakan guru agar terwujud generasi yang berkualitas?


Karena Islam tidak jadi Rujukan 


Faktor penyebab maraknya kriminalisasi pada guru, hingga terjadi kekerasan terhadap anak di lingkungan sekolah adalah karena UU yang diciptakan negara saat ini sangat lemah. UU yang dihasilkan hanya sebatas menyandarkan pada hasil akal pikiran manusia yang tentu saja lemah dan terbatas. Contohnya UU Perlindungan Anak dan UU Guru, yang alih-alih melindungi anak dan guru, UU tersebut malah berpotensi saling menyerang balik.


Aturan negara sekarang juga malah meniscayakan lahirnya mafia peradilan karena ketakwaan individu tidak tumbuh pada individu mayoritas pejabat. Inilah yang menyebabkan sulitnya memperoleh keadilan di saat sekarang. Seorang guru yang posisinya lebih lemah mudah dipidanakan oleh orang tua siswa yang punya harta juga kedudukan, padahal UU-nya sudah dibuat sedemikian rupa demi melindungi guru.


Sistem hidup yang ada saat ini juga membuat individu jauh dari agama. Mayoritas sekarang baik guru, siswa, bahkan orang tua siswa yang kesehariannya cukup jauh dari agama. Sehingga tidak memiliki kontrol diri dalam mengendalikan emosi. Seperti kasus Guru Zahraman, yang mengalami kebutaan akibat diketapel orang tua murid karena kesal anaknya dihukum. Inilah yang membuat subur gesekan antara guru, siswa, dan orang tua siswa.


Sistem kehidupan saat ini juga yang melahirkan individu yang matrealistis akibatnya berdampak pula pada tujuannya dalam mengenyam pendidikan. Banyak tujuan orang tua yang menyekolahkan anaknya hanya untuk mengubah nasib ekonomi keluarga. Dengan kata lain, target pendidikannya hanya bersandar pada capaian materi. Juga tidak bisa dinafikan bahwa guru-guru hari ini pun dilahirkan dari sistem pendidikan sekuler kapitalisme (pemisahan kehidupan dari agama) yang sama-sama orientasinya hanya pada materi.


Tak ayal banyak dianatar para guru yang mengajar hanya sekadar untuk formalitas profesi saja. Membuatnya bergerak atas dasar target materi tanpa peduli pada nasib generasi. Sehingga, ketika ada guru yang mencurahkan hidupnya untuk mengajar hingga dirinya tidak lagi mempermasalahkan gaji rendah, malah dipandang sebelah mata bahkan mudah dipidanakan begitu saja.


Kemudian pola relasi antar manusia yang terbangun juga lagi-lagi sebatas asas materi. Maka wajar akhirnya hilangnya rasa hormat seorang siswa kepada gurunya. Siswa bisa begitu lancang melaporkan gurunya karena dia merasa harta dan jabatan orang tuanya lebih tinggi dari gurunya.


Guru Dimuliakan dalam Islam


Profesi guru sangat mulia dalam Islam sehingga harus dijaga muruahnya. Guru adalah pemilik ilmu sekaligus pemberi ilmu. Banyak dalil terkait keutamaan serta kedudukan guru di sisi Allah dan Rasul-Nya. Tentu siapa saja yang memahami agama, maka sejatinya ia akan menjaga adab terhadap gurunya. Ia akan memperlakukan gurunya dengan sangat baik. Ia juga akan patuh pada nasihat gurunya karena ia yakin semua itu adalah kebaikan untuk dirinya.


Pun dengan orang tua siswa. Islam mengajarkan umatnya untuk menjaga adab pada guru anaknya. Salah satu adab yang perlu dilakukan oleh anak didik beserta orang tuanya kepada guru adalah tidak boleh mencari-cari kesalahan guru tersebut.


Sebagaimana firman Allah Taala, “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat [49]: 12).


Para guru dalam sistem kehidupan Islam akan berlomba-lomba untuk menjadi orang-orang terbaik. Motivasi utama bagi guru dalam mengajar adalah untuk mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya. 


Rasulullah saw. bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang mendoakannya.” (HR Muslim).


Dalam Islam, seorang guru akan menjadi guru yang berkualitas dan fokus dalam memberikan pengajaran terbaiknya kepada setiap siswanya. Tentu kualitas guru yang demikian itu sangat sulit diraih di saat sekarang ini. Karena guru harus mengaitkan aktivitas pengajarannya pada nilai materi, untuk menunjang kebutuhan hidupnya.


Terkait dengan peran negara, negara dalam ajaran Islam wajib memuliakan profesi guru dengan cara menjamin kesejahteraan guru. Guru akan di gaji dengan nominal yang terbaik.


Misalnya saja, di masa Khalifah Umar bin Khattab. Negara Islam yang dipimpin oleh Khalifah Umar memberikan gaji pada setiap guru sebesar 15 dinar (1 dinar= 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. 


Saat itu tidak memandang apakah status guru tersebut PNS atau honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru. Maka tidak heran di masa kekhilafahan dijumpai banyak generasi cerdas dan shaleh.


Selain itu, berbagai fasilitas pendukung pendidikan bisa dinikmati oleh seluruh warga negara dari yang miskin sampai yang kaya dengan cuma-cuma tidak dikenakan beban

biaya. Jadi dalam Islam pendidikan menjadi tanggung jawab negara secara totalitas. Sehingga sekolah itu dalam Islam gratis dari usia dini hingga perguruan tinggi. Bahkan jika muridnya berprestasi akan mendapat tambahan uang saku dari negara. 


Sejarah emas pendidikan Islam termaktub dalam Kekhilafahan Islam. Seperti, Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan oleh Khalifah al-Muntashir Billah di kota Baghdad. 

 

Saat itu siswa-siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Tidak hanya itu, kebutuhan harian para siswa pun dijamin sepenuhnya oleh negara. Bahkan fasilitasnya pun lengkap seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, hingga pemandian.

 

Selain itu terdapat Madrasah an-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad 6 H oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky yang tak kalah bonafitnya. Di sekolah ini ada fasilitas asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan, beserta ruangan besar yang digunakan untuk ceramah dan diskusi. Tentu saja madrasah ini bukan sekolah elit komersil sebagaimana yang ada pada sekarang ini.


Untuk mewujudkan semua akses pendidikan bagi seluruh rakyat tersebut tentu bukanlah hal yang mudah dan murah. Semua itu dapat terwujud karena syariat Islam yang telah memberikan petunjuk dalam pembiayaan pendidikan. 

 

Dalam aturan Islam pendidikan dibiayai oleh harta Baitul Maal, yaitu pos keuangan yang bersumber dari 12 Pos penerimaan tetap. Diantaranya adalah:

1..Anfal, Ghanimah, fai’ dan khumus.

2. Kharaj.

3. Jizyah.

4. Harta kepemilikan umum. 

Harta kepemilikan umum mencakup tiga jenis, yaitu: (1) Sarana-sarana umum yang diperlukan oleh seluruh umat Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti air, padang rumput (hutan) dan api (sumber energi); (2) Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu untuk memilikinya, seperti jalan umum, kereta api, PAM, dsb; (3) Barang tambang (SDA) yang jumlahnya tidak terbatas, seperti tambang minyak bumi, gas alam, nikel, batu bara, emas, tembaga, uranium, dan sebagainya. Semua itu harus dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Haram dikelola oleh swasta.

5. Harta milik negara yang berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pendapatannya.

6. Harta ‘Usyur.

7. Harta haram para penguasa dan pegawai negara, harta hasil kerja yang tidak diijinkan syara’, serta harta yang diperoleh dari hasil tindakan curang lainnya.

8. Khumus (seperlima) barang temuan (rikaz) dan barang tambang.

9. Harta yang tidak ada ahli warisnya dan harta kelebihan dari (sisa) pembagian waris.

10. Harta orang-orang murtad.

11. Pajak (dharîbah).

12. Harta zakat. Zakat diwajibkan pada harta-harta berikut: (1) Ternak, yaitu unta, sapi, kambing; (2) Tanaman (hasil pertanian) dan buah-buahan; (3) Nuqud/mata uang; (4) Perdagangan (tijarah).


Selain itu di masa kekhilafahan Islam banyak orang-orang kaya dermawan. Dalam catatan sejarah banyak diantara mereka yang mendirikan sekolah, madrasah, hingga universitas, atau lembaga pendidikan sejenisnya. Mereka melakukan bukan demi meraup keuntungan ala kapitalisme. Melainkan atas dasar kecintaan kepada ilmu dan keinginan kuat untuk berwakaf meraih rida Allah Swt. 


Setidaknya selama 13 abad, sejarah kekhalifahan Islam mampu menjamin kesejahteraan hidup guru dan murid.

Begitulah Islam, ketika diterapkan secara kaffah (menyeluruh/sempurna) maka rahmatnya akan dapat dirasakan

oleh seluruh makhluk. Tentu hal tersebut mustahil bisa terwujud dalam sistem hidup saat ini.


Pemimpin dalam ajaran Islam akan merumuskan suatu kebijakan dengan berlandaskan Al-Quran dan Sunah sehingga produk kebijakan/UU-nya memiliki kekuatan hukum hakiki dan mampu menyolusi persoalan. Kebijakan khalifah akan berfokus pada rakyat karena pemerintahannya independen tanpa intervensi kepentingan dari pihak luar. Inilah jaminan lahirnya kebijakan yang mampu melindungi semua pihak, termasuk para guru dan peserta didik. Itulah yang menjadikan dalam sistem pendidikan Islam, anak, guru dan orang tua, bahagia


Wallahualam bissawab. 

0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts