Oleh. Rita Handayani
(Penulis dan Founder Media)
Kematian adalah sebuah misteri kehidupan. Kita tidak tahu
dalam kondisi apa akan berjumpa dengan maut. Bagi seorang muslim tentu meyakini
kematian itu adalah dinding pemisah antara kehidupan fana dengan kehidupan
abadi. Kita meyakini ada alam lain, selain alam dunia, yakni alam akhirat.
Pada masa sekarang kematian menjadi momok yang sangat
menakutkan. Hal ini tidak hanya dirasakan bagi yang non muslim saja. Bahkan
sebagian besar dari kaum muslimin juga merasakannya.
Lain halnya di masa Rasulullah saw. dan para sahabat, juga
pada kepemimpinan khalifah mulai dari masa Muawiyah, Abasiyah, sampai
Utsmaniyah. Telah sukses mendidik dan membentuk mental kaum muslimin. Sehingga
sebagian besar dari umat Islam lebih menyukai kematian dibanding dengan hidup
mewah di dunia.
Alhasil banyak lahir para pejuang tangguh yang tidak takut
dengan maut. Mereka juga tidak takut berhadapan dengan kaum kafir dalam
memperjuangkan agama Allah Taala. Hal itu membuat para prajurit Allah swt
totalitas dalam berlaga di medan perang.
Mereka berjihad dengan keimanan dalam puncak ketinggiannya.
Sehingga tusukan pedang dan panah bagai gigitan semut yang tidak punya arti.
Kecuali hanya sedikit saja yang terasa.
Puncak Kematian Terbaik
Mati syahid adalah puncak kematian terbaik dunia akhirat.
Kondisi husnul khatimah ini banyak dirindukan oleh para sahabat. Sebagaimana
kisah hidup panglima perang Khalid Bin Walid, yang mencari kematian dengan
terjun ke setiap medan perang.
Panglima Khalid bin Walid sering ditugaskan menjadi pemimpin
pasukan kaum muslimin. Sejak masa Rasulullah saw. hingga pada zaman
kekhilafahan Umar Bin Khattab. saking piawainya dalam mengatur strategi perang
sehingga ada ungkapan yang sangat masyhur di kalangan kaum muslim; "tidak
ada peperangan yang diikuti oleh Khalid bin Walid kecuali pasukannya
mendapatkan kemenangan"
Namun qada Allah berkata lain untuk Khalid bin Walid. Khalid
adalah panglima perang yang dijuluki pedang Allah yang selalu terhunus, oleh
Rasulullah saw. Akhir kehidupan sang panglima perang saat membaca dua kalimat
syahadatnya bukan di medan jihad namun di atas tempat tidurnya.
Tak hanya Walid, yang berupaya untuk mendapatkan kondisi
husnul khatimah. Para sahabat lainnya pun banyak yang memohon kepada Allah
Taala supaya bisa dimatikan dalam kondisi syahid di medan perang. Sebagaimana
doanya Umar Bin Khattab kapada Zat pemilik jiwa.
"Ya Allah, berikan aku anugrah mati syahid di jalan-Mu.
Serta jadikanlah kematianku di negeri Rasul-Mu saw." (HR. Bukhari 1890)
Anjuran Mati Syahid
Doa atau permohonanan supaya dimatikan dalam keadaan syahid,
ternyata dianjurkan Rasulullah saw. Banyak dalil yang membahas hal ini. Salah
satunya dari Sahl bin Hinaif R.a. yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah
"Siapa yang jujur minta supaya mati syahid maka Allah mengangkat
derajatnya, sebagaimana derajat orang yang mati syahid. Meskipun dia akan mati
di ranjang."
Imam An Nawawi, menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim,
an-Nawawi, 13/55. Pada pembahasan hadis tersebut, terdapat anjuran untuk berdoa
meminta supaya mati syahid. Juga anjuran untuk memiliki niat yang baik.
Doa memohon mati syahid adalah doa kebaikan. Karena Allah
Swt. telah memberikan janji balasan yang sangat besar. Bagi orang yang mati
dalam keadaan syahid.
Dikisahkan dari Anas bin Malik Ra dalam riwayat Bukhari dan
Muslim. Rasul pernah bersabda bahwa semua orang yang masuk surga punya
angan-angan untuk kembali ke dunia dan mereka memiliki segala yang ada di
dunia. Kecuali mereka yang mati syahid. Para syuhada bercita-cita kembali ke dunia
agar kemudian dibunuh, berulang 10 kali. Setelah mengetahui besarnya pahala
yang telah Allah berikan untuknya.
Wanita pun Bisa
Jika umumnya para syuhada adalah lelaki. Maka apakah kaum
wanita boleh meminta supaya bisa mati syahid?
Hukum syariat Islam berlaku secara umum. Bagi seluruh umat
manusia. Terkecuali jika ada pengkhususan untuk golongan tertentu. Sehingga
dalam hal ini, kaum wanita juga dapat memohon agar bisa mati syahid.
Karena keinginan, harapan, dan cita-cita supaya mendapat
mati dalam keadaan syahid tidak hanya dimiliki oleh kaum lelaki. Maka anjuran
untuk mati syahid ini pun tidak hanya berlaku bagi laki-laki. Namun juga bisa
dilakukan oleh para wanita.
Kisah dari seorang Ummu Haram binti milham bisa menjadi
salah satu landasan dasar dalilnya. Ia adalah istri Ubadah bin Shamit R.a. dan
merupakan mahram Rasul saw. Saat Rasul bersabda beliau mendengarnya.
Dikatakan oleh Rasulullah bahwasanya pasukan pertama dari
kalangan Rasul yang berperang menyeberangi lautan mereka diwajibkan. Kemudian
Ummu Haram langsung meminta supaya termasuk bagian di antara mereka saat
mendengar hadis tersebut. Rasul saw pun mengabulkan dengan bersabda;
"Engkau termasuk bagian mereka."
Selanjutnya Anas bin Malik R.a. menjadi saksi sejarah. Saat
Ummu Haram menjelang syahid. Diriwayatkan oleh Bukhari, dikatakan;
Kala itu Ummu Haram berangkat dengan suaminya yaitu Ubadah
bin Shamit untuk berperang bersama kaum muslimin. Yang dipimpin Muawiyah r.a.
dengan pertama kali menyeberangi lautan. Kemudian setelah mereka pulang dari
peperangan, rombongan tersebut singgah di Syam. Selanjutnya dibawakanlah seekor
unta untuk dinaikinya, tetapi unta itu meronta hingga Ummu haram jatuh dan
meninggal dunia.
Meninggalnya Ummu Haram dalam perjalanan pulang dari jihad
adalah bagian bukti. Ia mendapatkan janji Nabi saw. untuk masuk surga. Itulah
sebaik-baik kematian, yaitu mati dalam kondisi husnul khatimah.
Tiga Kondisi Mati Syahid
Setidaknya terdapat tiga kondisi saat seorang muslim mati
syahid. Kondisi itu diantaranya adalah sebagai berikut;
Pertama, Syahid Akhirat
Syahid akhirat adalah kondisi kematian di luar medan perang
(jihad). Namun ia memperoleh pahala mati syahid di akhirat. Akan tetapi tetap
diberlakukan hukum umum jenazah yaitu dengan memandikannya, mengkafani, serta
menyalatkan.
Contoh dari Syahid akhirat adalah orang yang mati karena
tenggelam, saat nifas atau melahirkan, mati karena kebakaran, mati karena
penyakit paru, TBC, dan orang yang mati karena penyakit perut.
Kedua, Syahid Dunia-Akhirat
Syahid dunia-akhirat merupakan kondisi kematian di medan perang
atau di Medan jihad. Dengan syarat yang dilakukannya ikhlas hanya karena Allah
Taala. Ia dijanjikan Allah Swt. mendapatkan pahala syahid di akhirat.
Muslim yang dalam kondisi mati di medan perang jenazahnya
tidak perlu dimandikan. Juga tidak dikafani hingga tidak disalatkan. langsung
dikebumikan beserta baju yang dipakainya.
Ketiga, Syahid Dunia
Syahid dunia ialah kondisi kematian di medan perang. Tetapi
ia melakukannya tidak ikhlas karena Allah. Misalnya termotivasi karena makhluk
atau karena ganimah (harta rampasan perang).
Meski kondisi jenazahnya tetap tidak dimandikan, tidak
dikafani, juga tidak disalatkan. Tetapi langsung dikubur dengan baju yang
dikenakannya, sebagaimana kondisi syahid dunia akhirat. Namun ia tidak mendapat
pahala syahid di akhirat.
Na'udzubillah tsumma na'udzubillah. Tentu kita benar-benar
berlindung kepada Allah. dari akhir kehidupan atau kondisi kematian yang buruk.
Wallahualam bishsawab.[]


0 comments:
Posting Komentar