SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Sabtu, 21 Januari 2023

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)


Islam merupakan agama paripurna, semua diatur olehnya. Karena Islam pedoman hidup manusia, mulai dari hukum, pemerintahan hingga kepribadian. Tak terlepas pula, dengan muamalah jual beli juga utang piutang,

pengaturannya luar biasa dan muslim dalam setiap perkaranya harus terikat hukum syarak. Agar bahagia kala di dunia hingga di akhirat kelak.


Demikanlah gambaran Islam dan pengaturannya bagi manusia. mengenai berbagai hal seperti terkait muamalah jual beli dan utang piutang. Sebagaimana hadis yang telah diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Jabir, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: "Semoga Allah merahmati seseorang (rojulan/laki-laki) yang pemurah, ketika menjual, membeli, dan membayar."


Makna dari hadis "Semoga Allah merahmati seseorang" ini merupakan suatu doa dari Rasulullah dalam memohonkan rahmat bagi umatnya, yang memiliki sifat pemurah hati atau lapang dada. Dalam bermuamalah jual beli serta menagih utang. Baik itu laki-laki maupun perempuan. Sedangkan alasan dalam pemakaian kata laki-laki pada hadis tersebut karena berdasarkan hal yang dominan.


Makna Hadis Sebagai Penjual


Makna kalimat: "yang murah hati jika ia menjual" adalah dengan memberikan kemudahan dalam menjual. Sehingga pedagang tersebut tidak pelit kepada pembeli. Seorang penjual harus memberi kemudahan kepada pembeli. Artinya jangan sampai mempersulit pembeli. Misalnya dengan menargetkan keuntungan yang sangat tinggi, sehingga harga yang dipatok pun dalam menjual jadi tinggi.


Apalagi jika para pembeli melakukan penawaran. Jadi penjual harus bisa menentukan harga jual dengan tidak terlalu memberatkan untuk para pembeli. Namun juga tidak merugikan baginya sebagai penjual. 


jadi setelah pembeli melakukan penawaran dan penjual masih bisa mendapatkan keuntungan dari harga yang telah ditawar. Maka sebaiknya segera dilakukan ijab qobul, dalam penjualan barang. Itulah yang dimaksud dengan orang yang murah hati dalam menjual, pada hadis di atas.


Demikian juga dalam pengembalian barang yang dibeli. Jika ternyata ada kecacatan atau rijek dari barang tersebut. Kemudian pembeli ingin menukar atau mengembalikan barang itu maka mudahkanlah.


Dalam sebuah riwayat Ahmad dan An-Nasa'i dari Utsman bin Affan r.a. dikatakan bahwa: "Allah Azza wa Jalla akan memasukkan seseorang yang memberikan kemudahan ketika menjadi pembeli dan penjual ke dalam surga."


Makna Hadis Sebagai Pembeli


Makna dari: "Jika ia membeli" adalah mudah ketika membeli. Saat membeli tidak berdebat seperti meminta potongan harga yang tinggi. Melainkan mudah melakukan transaksi pembelian dan bermurah hati.


Saat menjadi pembeli terutama ketika berbelanja di pasar tradisional, maka alangkah baiknya jika perlu melakukan penawaran harga wajarlah dalam menawar. Maksudnya pembeli tidak mempersulit proses jual beli. Misal, dengan melakukan penawaran harga yang sangat besar


Agar menjadi pembeli yang murah hati bisa ditunjang dengan mempertimbangkan berbagai faktor lain. Seperti, yang berjualan adalah sesama muslim, berasal dari masyarakat kecil atau sesama warga Indonesia. Bahkan kalau bisa tidak melakukan penawaran pada para pedagang kecil. Sebagaimana tidak melakukan tawar-menawar saat belanja barang-barang branded dengan harga banderol di pusat perbelanjaan modern.


Makna Hadis Sebagai Penagih Utang


Makna dalam; "Menagih (utang)" adalah Dengan bermurah hati serta memberi kemudahan ketika menagih utang. Yakni memintanya secara lemah lembut tidak dengan kekerasan. Jika orang yang berutang itu sudah berusaha maksimal dalam melunasi. Tetapi baru bisa membayar setengah dari kewajibannya maka pemberi utang harus berlaku bijak, dengan memberi kelonggaran waktu.


Dalam hadis riwayat Ibnu Hibban dari Jabir r.a. dikatakan "Bermurah hati saat menagih." Yaitu dengan berlapang dada. Bermurah hati ketika membayar, dengan menyegerakan pembayaran utang yang merupakan kewajibannya. Tidak menunda-nunda atau mengelak tetapi cepat membayar dengan mudah dan Rida.


Orang yang bermurah hati saat berjualan, membeli, menagih utang dan membayar utang. Sangat dicintai Allah dan akan mendapat rahmat dari-Nya. Keempat golongan tersebut bahkan didoakan oleh Nabi saw. Sebagaimana hadis Rasul saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Majah, bisa ditemukan pada kitab At-Targhib wat Tarhib.


Dalam sabdanya Rasul saw. mendoakan, semoga Allah Taala memberi rahmat kepada hamba yang telah bermurah hati saat menjadi penjual, pembeli, atau saat menagih utang.


Kisah Rasulullah saat Ditagih Utang


Terdapat sebuah kisah ketika Rasulullah ditagih utang oleh seseorang.


'Datang seorang lelaki kepada Nabi saw, dengan tujuan untuk menagih utang. Namun ia menagihnya dengan sangat kasar. Sehingga para sahabat ingin menangkap orang tersebut. Namun, Rasul saw. bersabda, "Biarkanlah, karena orang yang punya hak, berhak untuk bicara." Selanjutnya Rasul saw. bersabda, "Berikanlah padanya satu unta yang berusia 1 tahun seperti untanya." Kemudian, para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah saw. Kami tidak mendapatkannya, kecuali yang lebih dari untanya." Rasul saw. bersabda, "Berikan padanya, karena sebaik-baik diantara kalian yaitu yang paling baik saat membayar."


Selanjutnya dalam sebuah hadis mutafaq alaih berkata bahwa Rasul saw. membeli unta dari orang itu, lalu ditimbang dan unta yang dibayarkan oleh Rasul saw. timbangannya lebih berat.


Dari hadis di atas, menjelaskan sebaik-baiknya orang yang berutang adalah segera membayar ketika penagih utang minta dibayar. Karena sebaik-baik orang yang mengutang adalah secepatnya ia membayar.


Namun, bagaimana ketika tidak mendapati semisal yang dihutangi, seperti kasus yang dialami Rasulullah saw.? Dalam hal ini harus tetap yang jadi patokan adalah seberapa banyak orang mengutang maka sebanyak itu dia harus membayarnya. Tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang.


Dalam kisah Rasulullah saw. tersebut, karena tidak didapati yang semisal. Sedangakan sudah ada usaha untuk mencarinya dan tidak didapati. Yang ada, unta yang ternyata melebihi dari unta yang waktu diutang. Misalnya lebih satu atau dua kilo ukurannya. Jadi, tidak seperti persis apa yang waktu di utangkan dulu. 


Maka sebaik-baik yang membayar utang adalah apabila benar-benar tidak dapat menemukan yang persis semisal saat diutang. Maka melebihkan dalam hal ini, itu memang dibolehkan. Karena memang tidak ada perjanjian awal harus bayar lebih. 


Akan tetapi dalil ini tidak boleh dijadikan alat untuk membolehkannya melebihkan pembayaran utang seperti halnya pada muamalah riba. Karena muamalah riba sejak awal sudah jelas. Bahwa orang yang mengutang harus membayar lebih dari jumlah yang diutangkan.


Misalnya, utang satu juta, sejak dari awal tahu bahwa harus membayar satu juta dua ratus. Sedangkan dalam hal unta tersebut tidak ada, ketetapan harus membayar dengan unta yang lebih. Jadi ini karena ada gharar. 


Gharar itu adalah suatu kondisi ketidakpastian dalam bertransaksi. Diakibatkan tidak terpenuhinya ketetapan Syariah pada transaksi tersebut.


Jadi hal Ini tidak terkategori sebagai riba. Karena berbeda dengan riba. Yaitu memang dari awal sudah dipahami dari dua belah pihak, dua-duanya menyetujui bahwa mengutang, kemudian akan ada kelebihan. Sedangkan kasus di atas tidak ada. Sehingga tidak menjadi dalil hal tersebut adalah riba.


Adab Menagih Utang dalam Islam


Ketika menagih utang ada beberapa adab yang perlu diperhatikan.


Pertama, Menagih utang ketika sudah jatuh tempo, sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan. XSebagaimana yang telah dijelaskan pada kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah. Bahwasanya Imam Ahmad bin Hambal telah berkata, selayaknya pemberi pinjaman agar menepati janjinya.


Kedua, yaitu menagih utang dengan cara yang baik. Seperti yang telah rasul sabdakan dalam hadis riwayat Ibnu Majah. Dikatakan bahwa, siapa yang menuntut haknya, sebaiknya menuntut dengan cara yang baik kepada orang harus menunaikannya.


Ketiga, Apabila orang yang berutang belum mampu untuk membayar. Dianjurkan agar menunggu sampai ia mampu atau membebaskannya. Agar ia termasuk dalam sabda Nabi saw yang mendapat jaminan kemudahan di hari kiamat. Dari hadis riwayat Muslim, disampaikan bahwa, barang siapa yang senang untuk diselamatkan Allah dari kesusahan hari kiamat maka sebaiknya ia menghilangkan kesusahan orang yang terlilit utang atau dengan membebaskannya.


Keempat tidak boleh mengambil keuntungan dari mengutangkan, seperti bunga. Karena hal tersebut adalah riba, yang telah dihukumi haram. Baik dalam Al-Quran maupun As-Sunnah. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam alquran surat al-baqarah ayat 278 "...orang orang yang beriman, bertakwalah…dan tinggalkan riba."


Wallahualam Bissawab





0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts