SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Jumat, 14 April 2023

Oleh. Agustia Wahyu Tri Anggraeni, S.Pd

(Pengajar)




UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah disahkan oleh pemerintah pada tanggal 2 November 2020 hingga kini masih saja menjadi polemik yang tidak berkesudahan. Sebab, sejak awal terbentuknya hingga penerapan dari undang-undang tersebut sampai saat ini menuai gelombang protes dari berbagai kalangan. Karena telah dinilai sebagai bentuk “pembangkangan” pemerintah atas putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki. 


Meskipun pemerintah melalui Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan Perppu Cipta Kerja ini sebagai bentuk perbaikan, sebagaimana perintah MK, termasuk dikeluarkan dengan dalih kegentingan. Namun, perjalanan tentang pembahasan UU Ciptaker dinilai seperti kejar tayang. Saat pandemi Covid-19 merebak dan dituding telah menyembunyikan hakekat sesungguhnya dari isi UU tersebut.


Sebagian besar isi Perppu Cipta Kerja yang telah diteken oleh Presiden Joko Widodo ini merupakan salinan dari Undang Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang disebut "inkonstitusional bersyarat“ oleh MK. "Jadi kritik-kritik yang dulu sudah dilontarkan dalam pasal-pasal di dalam UU Ciptaker itu kan tersalin lagi ke Perppu No.2 tahun 2022 ini, yang pastinya memberikan permasalahan warisan,“ kata Nabiyla Risfa Izzati, ahli hukum ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada. Sejumlah pasal yang benar-benar baru di dalam Perppu Cipta Kerja justru menciptakan "ketidakpastian hukum,“ kata Nabiyla seperti dikutip dari BBC Indonesia. 


UU Ciptaker bagaikan angin segar bagi para investor kapitalis. Sebagai imbasnya, terjadilah pemangkasan terhadap kesejahteraan dan hak-hak kaum buruh seperti upah, tunjangan, hingga pesangon buruh yang sudah kecil makin kecil karena penerapan UU tersebut. Lalu banyak pihak yang akhirnya mengkritik kebijakan ini. 


Dari sisi buruh, jelas aturan ini merugikan kaum buruh karena pesangon yang diterima akan berkurang. Kini, pemerintah lagi-lagi menunjukkan kezalimannya kepada kaum buruh. Yaitu dengan mengeluarkan peraturan yang melegalkan pengusaha kapitalis untuk memotong upah buruh.


Padahal pada faktanya, tanpa adanya regulasi untuk memotong upah saja, banyak buruh yang diupah di bawah UMK. Apalagi jika sekarang ketika pemangkasan upah tersebut dilegalkan. Jelas upah buruh yang sudah kecil akan semakin kecil dan lagi lagi kaum buruh menjadi korbannya. 


Kebijakan pemerintah ini menunjukkan bahwa penguasa lebih berpihak kepada para pengusaha kapitalis daripada kaum buruh. Demi membela para kapitalis ini, penguasa mengeluarkan regulasi yang menzalimi buruhnya sendiri. Semua hal ini dapat terjadi karena negara ini tunduk dan patuh kepada sistem kapitalisme yang menjadikan para penguasa sebagai pelayan pengusaha kapitalis. 


Para kapitalis itulah yang telah membacking penguasa tersebut untuk sampai pada puncak kekuasaannya. Sehingga setiap kebijakan penguasa akan senantiasa pro kepada kepentingan kapitalis ini. Sedangkan kaum buruh hanya bisa gigit jari dan pasrah menerima keadaan karena selalu diperdaya dengan berbagai aturan buatan penguasa yang senantiasa menghamba kepada kaum kapitalis. 


Inilah yang terjadi ketika manusia mengambil posisi Allah SWT, sebagai pembuat kebijakan aturan (syariat). Akhirnya aturan yang lahir akan senantiasa mengikuti kepentingan pembuatnya. Faktanya ternyata para kapitalis inilah pemegang kendali melalui tangan penguasa. 


Rakyat hanya diposisikan sebagai objek yang harus taat dan patuh terhadap aturan. Meskipun nasib mereka yang menjadi taruhannya. Beginilah realitas nasib rakyat di bawah sistem kapitalisme demokrasi yang pada awalnya diharapkan menjadi solusi bersama untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat. Namun pada realitasnya hanyalah ilusi dan kesengsaraan yang terjadi.


Berbeda halnya ketika aturan Islam yang menjadi regulasi peraturan hidup bagi manusia. Dalam sistem pengupahan dalam Islam, buruh dan pengusaha memiliki posisi yang setara. Yaitu sama-sama sebagai hamba Allah Swt. Keduanya harus sama-sama taat kepada aturan Allah Swt. tidak ada pilih kasih bagi siapa pun untuk kebal aturan. 


Buruh memiliki kewajiban untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Sehingga buruh berhak untuk mendapatkan upahnya. Pengusaha memiliki hak untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang baik dari pekerja sehingga dia wajib memberi upah yang layak pada pekerja dan senantiasa menyegerakan pembayaran upah tersebut. 


Lalu fungsi negara adalah memastikan adanya upah yang layak, yang telah disepakati sebelumnya antara pekerja dan pengusaha. Termasuk dalam hal menunjuk adanya lembaga profesional yang didalamnya terdapat para ahli di bidangnya. Untuk memastikan pengupahan pada setiap profesi tertentu. 


Selanjutnya, negara menjadi pemutus ketika ada ketidaksepakatan antara pekerja dan pengusaha terkait upah, pekerjaan, hari libur, dan lain-lain. Negara juga menyediakan hakim (kadi) sebagai pihak yang memberikan keputusan adil atas konflik yang terjadi. Dengan pengaturan ini, maka segala prolematika antara pengusaha dan pekerja sebenarnya hanya terkait akad pekerjaan. Sepanjang pekerja sudah mendapatkan haknya yang sesuai dengan hasil kinerjanya, persoalan sudah selesai. 


Sedangkan untuk urusan kesejahteraan pekerja bukan lagi tanggung jawab pengusaha, melainkan tanggung jawab penguasa. Negara berkewajiban untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya. Yaitu sandang, pangan, dan papan maupun kebutuhan dasar komunal yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan. 


Untuk pemenuhan kebutuhan dasar individual, negara memfasilitasi kemampuan tersebut kepada para laki-laki balig untuk bekerja mencari nafkah. Termasuk didalamnya adalah para buruh. Negara menyediakan pelatihan keterampilan dan bantuan modal nonriba bagi rakyat yang membutuhkan. 


Ketika ada kelemahan, misalnya sakit, tua, dan cacat maka negara yang akan turun tangan memberikan bantuan berupa santunan. Jika ada laki-laki yang mampu bekerja, tetapi malas maka negara akan memaksanya untuk bekerja. Sedangkan, untuk kebutuhan dasar komunal, negara harus menyediakan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. 


Dananya bersumber dari kas baitul mal. Yakni bersumber dari pengelolaan harta milik umum seperti tambang, hutan, laut, sungai, dan lain-lain. Harta kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara bukan dikuasai oleh para kapitalis.


Wallahualam bissawab. 


0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts