Oleh. Dwi R, S.Si
(Penulis dan Pendidik)
Penistaan agama kembali terjadi. Baru-baru ini beredar video seorang selebgram yang mengucap basmallah ketika hendak memakan olahan babi. Masih terkait penistaan agama, seorang WNA asal Australia meludahi seorang imam masjid di Bandung. Lantaran merasa terganggu mendengar murotal.
Dua hal di atas sebenarnya hanya sekelumit kisah dari berbagai jenis penistaan yang kerap terjadi sepanjang masa. Hal ini akan terus berulang selama liberalisme tetap dijaga. Pasalnya paham kebebasan atau liberalisme dijamin dalam negara yang menerapkan ideologi kapitalisme-sekuler, termasuk Indonesia.
Diakui atau tidak, negeri kita yang mayoritas penduduknya muslim ini menganut paham sekuler, yang mana agama dipisahkan dari urusan negara. Agama hanya menjadi urusan privat masyarakat dan dijamin kebebasannya oleh pemerintah. Sehingga siapapun bebas memeluk agama apapun termasuk berpindah-pindah dari agama satu ke agama lainnya.
Di samping itu, dalam demokrasi kebebasan juga menjamin empat kebebasan. Diantaranya: kebebasan individu, kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, dan kebebasan beragama. Dari sini jelas bahwa setiap individu bebas melakukan apa saja karena dijamin dan dilindungi undang-undang.
Sebagai contoh, jika ada seseorang menistakan agama dengan melalui ucapan. Hal itu dianggap sebagai bagian dari kebebasan berpendapat yang mendapat jaminan dari undang-undang. Sehingga tidak mendapat sanksi yang tegas.
Walaupun penistaan agama juga ada sanksinya menurut undang-undang negara. Namun, faktanya tetap saja tak mampu meminimalisir. Apalagi menghilangkan pelaku penistaan hingga sekarang.
Masih segar dalam ingatan kita seorang yang terkenal dan anak pejabat tinggi. Ia menistakan agama melalui syairnya dan dia dibiarkan bebas melenggang tanpa hukuman. Hal ini jelas membuktikan bahwa hukum di negeri demokrasi bersifat ambigu.
Standar kebebasan yang dielu-elukan juga merupakan standar ganda. Di satu sisi, negara menjamin dan memerintahkan adanya toleransi beragama. Namun faktanya setiap terjadi penistaan terhadap agama Islam, pemerintah seolah menutup mata. Sebaliknya jika hal itu terjadi pada agama lain, maka Islam akan selalu menjadi tersangka utama.
Berharap pada sistem demokrasi, jelas sangat mustahil untuk memberantas penistaan terhadap agama ini. Alasannya jelas, bahwa demokrasi tidak memiliki sanksi yang tegas terhadap tindak penistaan. Hukum yang berlaku juga tidak membuat jera, sehingga kejadian akan terus berulang.
Hanya sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan tegas dan jelas. Sehingga mampu menjaga kemuliaan agama. Hanya Islam yang memiliki mekanisme jelas dalam membuat jera pelaku penista agama tanpa meninggalkan prinsip toleransi.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar