Oleh. Apt, Arimbi N.U, S.Farm
(Work at Home)
Merebak wabah penyakit mematikan, Antraks. Di wilayah Kabupaten Gunung Kidul. Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah.
Tiga orang meninggal dunia. Sementara 85 warga lainnya positif antraks. Hal tersebut berdasarkan hasil tes serologi yang dilakukan Kementerian Kesehatan.
Direktur Kesehatan Hewan di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nuryani Zainuddin. Menerangkan Kabupaten Gunung Kidul adalah salah satu kawasan endemis antraks.
Sudah lima kali terjadi wabah di wilayah tersebut. Yaitu pada Mei 2019, Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan yang terbaru Mei-Juni 2023.
Antraks adalah penyakit yang bersifat zoonosis. Penyakit ini ditularkan dari hewan ke manusia. Antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang biasa menyerang hewan herbivora.
Merebaknya wabah ini disinyalir karena warga masih menjalankan tradisi mbrandu atau purak. Yaitu kegiatan membeli sapi mati atau sakit secara iuran bersama-sama yang dimaksudkan untuk meringankan kerugian pemilik ternak. Lalu daging sapi tersebut dibagikan kepada warga yang melakukan iuran. Biasanya harga per paket daging akan dijual murah untuk membantu warga yang tidak mampu.
Hal ini yang menyebabkan kasus antraks berulang kali terjadi di Gunungkidul. Padahal salah satu cara agar antraks tidak menyebar adalah dengan menguburnya. Sehingga bakterinya tidak menyebar.
Pihak Kementerian Kesehatan juga mengatakan hewan ternak yang terjangkit antraks harus dibakar atau dikubur, dan tidak boleh disembelih. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih minim pengetahuan tentang penyakit berbahaya. Juga akibat lemahnya pengawasan penguasa.
Seharusnya tradisi yang membahayakan seperti ini segera dihentikan. Tentu dengan pemberian edukasi terhadap masyarakat. Tentang bahayanya mengkonsumsi hewan yang sakit atau yang sudah mati.
Peristiwa ini juga membuka fakta tentang kemiskinan yang menimpa rakyat Indonesia khususnya warga Gunung Kidul. Tradisi mbrandu yang bertujuan baik ingin menolong warga yang kurang mampu. Karena dilakukan dengan cara yang keliru justru mendatangkan malapetaka.
Dalam pandangan Islam, tradisi ini jelas bertentangan dengan syariat. Dimana diharamkan untuk seorang muslim mengkonsumsi bangkai, sebagaimana tercantum dalam surat Al-An’am ayat 145 yang artinya :
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Penguasa yang menerapkan aturan Islam akan mengurusi rakyatnya dengan pengurusan yang baik dan sesuai syariat. Pemenuhan kebutuhan hidup rakyat akan dicukupi. Sehingga tidak terjadi kemiskinan yang merata dan kesenjangan ekonomi yang menganga lebar seperti saat ini.
Tradisi-tradisi yang bertentangan dengan Islam apalagi membahayakan masyarakat tidak akan dibiarkan apalagi dilestarikan. Sehingga tidak ada lagi pertaruhan keselamatan masyarakat atas nama pelestarian tradisi atau budaya lokal.
Hanya dengan aturan Islam kita akan mampu memiliki kehidupan yang baik, sejahtera dan tentram. Karena hidup kita sejalan dengan keinginan Sang Pencipta.
Wallahualam bissawab
0 comments:
Posting Komentar