Oleh. Apt, Arimbi N.U, S.Farm
(Work at Home)
Ragam Formula - Praktik korupsi memiliki sejarah panjang. Juga sudah berlangsung cukup lama di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu, untuk mengatasi korupsi di Indonesia maka dibentuk suatu lembaga yang khusus menangani masalah ini sehingga lahirlah KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sejak awal didirikannya KPK, seperti nampak secercah harapan untuk musnahnya praktik korupsi di negeri ini.
Bukan pp, karena gebrakan yang dilakukan KPK tidak main-main. Lembaga ini membuat takut para koruptor dan sudah banyak kasus korupsi yang dibongkar.
Sejak dibentuk pada 2002, KPK menangkap sejumlah tokoh dan pejabat penting di Indonesia baik dari tingkat pusat hingga daerah. KPK sudah memproses 1.064 orang dan korporasi atas kasus korupsi. Jumlah 1.064 orang itu terdiri dari 255 wakil rakyat, 27 kepala lembaga dan menteri, empat duta besar, tujuh komisioner.
Kemudian 20 gubernur, 110 wali kota dan bupati, 208 pejabat eselon I hingga III, 22 hakim, delapan jaksa, dan dua polisi. Ada 111 pengacara, 266 orang dari swasta, enam korporasi, dan 118 sipil dengan berbagai profesi yang turut memuluskan korupsi. Total uang yang diselamatkan KPK, atau potensi kerugian negara yang tidak jadi hilang karena korupsi sejak 2004 hingga 2018 mencapai Rp 161,1 triliun.
Sebuah prestasi yang sungguh luar biasa dan menciutkan nyali para koruptor. Namun sayang, citra KPK mulai tercoreng dengan beberapa kasus yang menimpa lembaga independen tersebut. Yang terbaru adalah temuan dugaan pungutan liar.
Sungguh ironis! Dugaan pungli terjadi di lingkungan rutan KPK. Dewan Pengawas (Dewas) KPK menemukan sejumlah praktik pungli tersebut hingga mencapai Rp4 miliar. Staf Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, mengatakan bahwa kejadian ini hanyalah satu dari beberapa insiden yang membuat integritas KPK ‘pudar’ di mata publik, khususnya selama masa kepemimpinan Firli Bahuri.
Mendung membayangi harapan pemusnahan korupsi. Bahkan lembaga yang terdepan memberantas korupsi kini mulai menjadi ladang korupsi.
Mengapa korupsi seakan tak pernah mati?
Semua karena sistem kapitalisme yang memeluk erat masyarakat. Sistem yang mengedepankan materi. Sehingga semua seolah dapat dibeli dengan uang, bahkan hukum dan keadilan.
Bila lembaga yang bertugas memberantas korupsi bisa dibeli dengan uang. Lalu kemana lagi rakyat akan percaya? Karena merekalah harapan bagi rakyat agar korupsi tidak terus tumbuh subur. Sayang, demi uang, kejujuran tergadaikan.
Di sisi lain, sistem sekularisme yang memisahkan agama dan kehidupan tidak membentuk ketakwaan individu. Sehingga mampu menjaga diri dari godaan harta dunia. Tidak ingin saling mengingatkan jika ada yang berbuat curang dan justru melakukan korupsi berjemaah tanpa rasa malu.
Berbeda di dalam Islam, saling nasehat menasehati, amar makruf nahi mungkar akan diberlakukan. Masyarakat bisa menjadi penjaga sekaligus pengawas terterapkannya syariat. Jika ada individu yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi, bisa dengan mudah melaporkannya pada pihak berwenang.
Negara pun sebagai pihak yang berwenang akan menegakkan sistem sanksi Islam yang tegas dan berefek jera bagi pelaku kriminal. Tidak terkecuali kasus korupsi. Sistem sanksi Islam ini memiliki dua fungsi, yaituÄ·Æ™ sebagai penebus dosa dan efek jera.
Ketika hukum yang dipakai adalah aturan Allah. Maka celah untuk mempermainkan hukum pun mustahil terjadi. Untuk itu, bila benar-benar ingin korupsi tercabut sampai keakarnya, maka tidak ada solusi lain selain menggunakan aturan Allah, aturan Islam yang sempurna.
Wallahu'alam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar