Oleh. Dwi R, S.Si
Isu hilirisasi nikel makin memanas. Saat ini pemerintah Indonesia khususnya presiden Jokowi tetap pada pendiriannya untuk terus melanjutkan proyek pertambangan hilirisasi nikel meskipun mendapat serangan dari berbagai pihak termasuk diantaranya dana moneter internasional atau IMF yang meminta Indonesia untuk menghapus program hilirisasi tersebut. Menteri investasi atau kepala badan koordinasi penanaman modal BKPM Bahlil yang menyebut kebijakan larangan ekspor nikel yang sudah dilakukan pemerintah sejak 2020 lalu telah berhasil menguntungkan hingga 30 miliar US Dollar atau setara dengan 450 triliun dengan asumsi kurs Rp15.000. Angka yang cukup fantastis untuk menguntungkan pihak tertentu.
Bahlil menjelaskan kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bijih nikel yang sudah diterapkan sejak Januari 2020 telah berdampak positif pada perekonomian Indonesia. Dari sisi neraca perdagangan juga terjadi perbaikan dengan 25 bulan berturut-turut Indonesia selalu mengalami surplus khususnya dengan Cina yang merupakan mitra dagang utama Indonesia. Menurutnya terjadi perbaikan neraca perdagangan begitu juga dari sisi pendapatan negara ikut mencapai target di dua tahun terakhir.
Sementara pihak IMF dalam laporan terbarunya meminta Indonesia menghapus kebijakan pembatasan ekspor nikel secara bertahap karena dinilai akan merugikan Indonesia. IMF meminta kebijakan hilirisasi terutama nikel harus dipertimbangkan berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat. Lebih lanjut kebijakan pemerintah ini juga mendapatkan kritikan dari anggota komisi 7 DPR RI Mulyanto. Ia meminta pemerintah segera melakukan evaluasi total biaya dan keuntungan program hilirisasi langsung. Selama ini Mulyanto menduga program ini hanya menguntungkan investor asing tapi merugikan negara. Pasalnya produk smelter berupa npi ini mendapat banyak insentif mulai dari pembelian bijih nikel yang jauh di bawah harga internasional, bebas pajak PPN, mendapat tag holiday bebas PPH badan, bebas biaya keluar atau pajak ekspor, kemudahan mendatangkan peralatan mesin termasuk barang bekas pakai, kemudahan mendatangkan TKA dan lain-lain.
Kepala kampanye jaringan advokasi tambang atau jatam Melki Nahar dinilai semangat hilirisasi tambang ini dengan janji membuka banyak lapangan pekerjaan tersebut dinilai hanya terfokus pada aspek ekonomi tetapi tidak menguntungkan masyarakat. Ismet Jafar tenaga ahli komisi energi DPR RI 2017-2019 juga pernah mengatakan bahwa hanya perusahaan besar yang mampu membuat smelter dengan kapasitas besar. Umumnya perusahaan asing yang mampu mendirikan smelter, menurutnya hanya sebagian kecil perusahaan lokal yang mampu. Itu Pun banyak yang join dengan perusahaan asing.
Hilirisasi Menguntungkan Oligarki
Dari sini tampak bahwa kebijakan hilirisasi sepintas membawa keuntungan dibandingkan dengan ekspor nikel dan mineral lainnya. Namun di tengah oligarki yang berkuasa di negeri ini nyatanya kebijakan hilirisasi tersebut hanya bermanfaat bagi segelintir kalangan bahkan cenderung merugikan rakyat. Kebijakan yang digadang-gadang akan memandirikan negara dalam pertambangan faktanya tetap saja bergantung pada investasi termasuk investasi asing. Tentu saja hal ini akan membahayakan kedaulatan negara. Inilah dampak kebijakan yang dihasilkan dari sistem kapitalisme neoliberal. Kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh penguasa terus diarahkan pada kepentingan para pemilik modal. Penguasa negeri ini hanya bertindak sebagai regulator yang melayani kebutuhan para capital atas nama rakyat. Sementara peran utamanya sebagai pelayan umat diabaikan. Hal ini didukung dengan prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum atau rakyat kepada pihak swasta asing.
Tambang dalam Pandangan Islam
Tak heran jika bangsa ini akhirnya terjajah oleh bangsa lain. Hal ini tentu sangat berbeda dengan pengelolaan tambang dalam Islam. Dimana sumber daya alam, tambang emas diantaranya yang kandungannya sangat banyak dalam pandangan Islam adalah milik rakyat, yakni kepemilikan umum atau milkiyah 'ammah wajib dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah tidak memiliki hak untuk menikmatinya secara pribadi atau menjualnya kepada siapapun baik swasta maupun asing.
Sungguh ironis dan batil jika kekayaan alam tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Syekh Abdul Qadir Zallum dalam kitab Al amwal fi Daulah Khilafah menyebutkan bahwa barang-barang tambang merupakan bagian dari barang milik umum. Beliau mengatakan barang tambang yang depositnya besar baik yang ditambang terbuka seperti garam, batubara, ataupun yang tertutup seperti minyak dan gas, emas dan besi, dan peralatan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi dapat dikategorikan milik umum atau milik negara. Tambang yang dikelola oleh lain-lain merupakan kekayaan milik umum atau rakyat namun kekayaan alam yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian teknologi tinggi serta biaya yang besar wajib dikelola oleh negara secara langsung. Jaram hukumnya memberikan wewenang pengelolaan sumber daya alam milik rakyat kepada swasta.
Adapun hasil dari pengelolaan sumber daya alam wajib dikembalikan kepada rakyat seluruhnya. Sedangkan untuk barang-barang tambang yang tidak dikonsumsi rakyat, seperti batu bara dan lain-lain bisa dijual ke luar negeri dan keuntungannya termasuk keuntungan pemasaran dalam negeri dibagi kepada seluruh rakyat dalam bentuk uang, barang, atau untuk membangun sekolah-sekolah gratis, rumah-rumah sakit gratis, dan pelayanan umum lainnya. dengan begini maka kekayaan alam akan benar-benar terdistribusi secara merata di tengah masyarakat. Dengan demikian kesejahteraan akan terwujud untuk mengembalikan tambang kepada pangkuan rakyat sebagai pemilik sesungguhnya. Umat harus kembali pada syariat Islam. Karena pengelolaan sumber daya alam yang optimal dan membawa berkah hanya akan terwujud dalam penerapan sistem ekonomi Islam di bawah naungan khilafah bukan yang lain.
Jadi, sekaranglah saatnya untuk kembali pada sistem Islam yang mampu menyejahterakan rakyat dengan pengelolaan sumber daya alam sesuai syariat. Berharap pada sistem kapitalis saat ini hanya akan menguntungkan para oligarki, termasuk program hilirisasi nikel. Masihkah ingin kehilangan lebih banyak lagi barang tambang yang kita miliki?
0 comments:
Posting Komentar