SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Minggu, 18 Februari 2024

Oleh. Apt, Arimbi N.U, S.Farm

(Work at Home)





Islam, agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Tidak terkecuali dalam urusan makanan dan minuman serta apa-apa saja yang dikonsumsi manusia. Boleh dan tidak boleh, halal dan haram istilahnya dalam Islam.


Berdasarkan laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) yang bertajuk The Muslim 500: The World’s 500 Most Influential Muslims 2024, Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbanyak di dunia.


RISSC mencatat, jumlah populasi muslim di Indonesia mencapai 240,62 juta jiwa pada 2023. Jumlah ini setara 86,7% dari populasi nasional yang totalnya 277,53 juta jiwa (databoks.katadata.co.id, 19/10/2023)


Sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, maka wajar bagi pemerintah untuk memberikan jaminan kehalalan dalam berbagai hal yang dikonsumsi masyarakat.


Dalam Islam, halal mengacu pada apa yang diperbolehkan sedangkan haram mengacu pada apa yang dilarang. Oleh karena itu, jaminan halal berkaitan dengan jaminan status kehalalan suatu barang dan jasa. Hal ini mencakup makanan, minuman, kosmetik, dan berbagai produk lainnya yang dikonsumsi atau dimanfaatkan oleh umat Islam.


Ajaran Islam menekankan pentingnya mengonsumsi rezeki yang halal dan suci. Al-Qur'an secara tegas memerintahkan umatnya untuk memakan makanan yang halal dan baik. Pemerintah sebagai pemelihara kesejahteraan masyarakat wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip tersebut dengan memastikan bahwa produk-produk yang beredar di pasaran mematuhi standar halal.


Sebenarnya pemerintah sudah melaksanakan upaya untuk memastikan kehalalan produk yang beredar di masyarakat, yaitu dengan mengeluarkan sertifikat halal. Namun sayang, sertifikat tersebut hanya bisa didapatkan dengan merogoh kantong pelaku usaha.


Tarif Layanan Permohonan Sertifikasi Halal berdasarkan situs kemenag.go.id berkisar Rp 300 ribu hingga Rp 21 juta bergantung pada produk yang diajukan.


Hal tersebut tentu menjadi hal yang memberatkan bagi pelaku usaha, terlebih pedagang kecil. Apalagi masih ada persyaratan-persyaratan lain yang harus dipenuhi yang juga tidak mudah.


Sudah sewajarnya Pemerintah memberlakukan undang-undang dan kerangka peraturan yang komprehensif yang mendefinisikan dan menegakkan standar halal. Hal ini melibatkan pembentukan lembaga sertifikasi halal dan pengembangan kriteria yang jelas untuk memperoleh sertifikasi halal. 


Proses sertifikasi halal harus melibatkan inspeksi menyeluruh, audit, dan tinjauan dokumentasi untuk memastikan bahwa produk memenuhi persyaratan halal. Kolaborasi dengan para ulama dan pakar hukum Islam sangat penting untuk menjamin keaslian dan kredibilitas proses sertifikasi.


Pemerintah juga harus secara aktif terlibat dalam kampanye kesadaran masyarakat untuk mendidik konsumen tentang pentingnya jaminan halal. Hal ini mencakup penyebaran informasi tentang sertifikasi halal, manfaat mengonsumsi produk halal, dan potensi konsekuensi dari ketidakpatuhan.


Untuk menjaga integritas sistem jaminan halal, pemerintah harus menegakkan peraturan dengan ketat. Hukuman bagi ketidakpatuhan harus didefinisikan dengan jelas. Sehingga dapat memberikan efek jera bagi mereka yang mencoba untuk menghindari standar halal.


Mengingat sifat perdagangan global, pemerintah harus terlibat dalam kolaborasi internasional untuk menetapkan standar halal yang diakui secara universal. Hal ini mendorong konsistensi dalam sertifikasi halal lintas negara dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap pasar halal global.


Tinjauan rutin dan pembaruan standar halal sangat penting untuk beradaptasi dengan perkembangan industri dan teknologi baru. Pemerintah harus berkolaborasi dengan para ahli untuk memastikan bahwa standar halal tetap relevan dan efektif dalam konteks kontemporer.


Namun, yang fundamental dan tidak boleh dilupakan adalah seharusnya masyarakat bisa mengakses hal tersebut dengan mudah dan murah, bahkan tanpa biaya. Bukan dengan birokrasi rumit dan dana yang tidak sedikit.


Memang sulit hidup di dalam sistem kapital, apa saja bisa menjadi objek komersial.


Kesimpulannya, konsep jaminan halal berakar kuat pada prinsip-prinsip Islam, yang menekankan perlunya pemerintah memainkan peran proaktif dalam memastikan status kehalalan produk dan layanan. Melalui kerangka peraturan yang kuat, proses sertifikasi yang transparan, pendidikan publik, dan kolaborasi internasional, pemerintah dapat memenuhi tanggung jawab mereka dalam menegakkan jaminan halal dari perspektif Islam.


Berpedoman pada prinsip-prinsip Islam, tidak akan pernah salah. Taat pada syariat, aman di dunia dan akhirat.


Wallahualam bissawab.

Jumat, 16 Februari 2024

Oleh. Sendy Novita 

(praktisi pendidik)





Wulan, seorang ibu di Kota Surabaya tega menganiaya anaknya, AP (6)  hingga tewas yang pada akhirnya ditangkap polisi di Jalan Bulan Banteng. Kasus lainnya pembunuhan sadis yang juga dilakukan seorang ibu  NR (22) terhadap anak balitanya dengan martil, cukup menggegerkan desa Gedangsewu Kecamatan Pare Kediri. Selanjutnya, kembali seorang ibu berinisial RS (34) warga Banyumanik, Semarang tega membunuh anaknya, KA (4), saat menginap di kamar 229 Hotel Neo Semarang hanya karena terlilit pinjol. 

Masih banyak kasus- kasus serupa yang terjadi di tanah air, mungkin tak akan cukup jika dituliskan dan ditampilkan sebagai fakta untuk dicermati. Kenapa bisa seorang ibu yang fitrahnya sebagai pelindung dan penyayang melakukan tindakan keji tersebut?


Sebagai Pemerhati Parenting Nopriadi Hermani, Ph.D. kepada media-umat.info, Sabtu (9/12/2023) menyampaikan jika kondisi masyarakat saat ini memang sedang tidak baik- baik saja. Menurutnya, kondisi ini dikarenakan udara kehidupan yang sekuler-kapitalis, sehingga mentalitas dan perilaku mereka menjadi jauh dari nilai-nilai keislaman. Artinya, masalah kesehatan jiwa atau mental telah menjadi masalah kesehatan yang belum terselesaikan di tengah-tengah masyarakat, baik di tingkat global maupun nasional.


Diketahui dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 saja, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. Celakanya, stres maupun depresi, berikut kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), akhirnya menjadi hal lumrah dan biasa saja.


Faktor Ekonomi


Sekretaris Jenderal Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait saat dihubungi Tempo, Ahad (17/1) menyampaikan bahwa faktor kemiskinan sangat berpengaruh. Menurut Arist, anak-anak sangat rentan menjadi obyek kekerasan orang tua maupun orang dewasa yang dekat dengan mereka. Berdasarkan data kasus yang masuk ke Komnas Anak, sepanjang 2009 terdapat 1.998 kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua maupun orang dekat anak tersebut.


Setali tiga uang dengan pendapat Nopriadi Hermani, Ph.D bahwa penyumbang utama mengenai permasalahan mental pada masyarakat, terutama yang memiliki anak adalah ekonomi.


Bahkan menurut sebagian pihak, faktor susahnya dalam mencari pekerjaan dan penghasilan yang minim, menjadi alasan utama ekonomi terganggu. Tak ayal, Nopriadi pun menilai kesulitan ekonomi ini merupakan tekanan yang sangat membebani kehidupan masyarakat, utamanya tekanan pada mentalitas.


Ditambah pemerintah yang semakin abai terhadap kebutuhan dasar masyarakat, lebih sibuk dan fokus dengan urusan kekuasaan daripada melakukan perbaikan ekonomi, ataupun penyelesaian masalah masyarakatnya.


Solusi Islam


Dengan sangat jelas kita melihat bahwa masalah utama adalah salah aturan disertai dengan salah urus dan salah yang mengurus. Perlu sebuah sistem yang sangat jelas dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Islam sebagai sebuah aturan memaparkan dengan sangat rinci bagaimana aspek kehidupan manusia baik individu, keluarga, masyarakat bahkan negara mempunyai peranan yang sangat penting. 


Pada level individu, orang-orang beriman akan memiliki kesehatan mental yang sangat baik. Akidah dan cabang-cabangnya seperti masalah tawakal, qanaah, rezeki, sabar, syukur, dan lain-lain akan membuat seseorang menjadi pribadi yang sehat secara mental dan spiritual. Bahkan dalam menghadapi permasalahan hidup, akan selalu berikhtiyar dalam menyelesaikan sehingga keimanan akan menjadi benteng yang kokoh dalam menjaga mental. Dengan iman semua akan berbuat pada standar agama, tentu akan jarang dijumpai kekerasan dalam rumah tangga, penganiayaan bahkan hingga taraf pembunuhan. 


Dalam level keluarga, Islam akan menjadikan para anggota keluarga sebagai sosok peduli, kasih sayang, saling menjaga bahkan melaksanakan tanggung jawabnya secara maksimal. Firman Allah Swt. dalam QS. At-Tahrim: 6 yang artinya: ‘Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.’


Pada level masyarakat akan terlihat amar ma’ruf nahi mungkar terbangun sikap saling peduli dan menjaga. Dengan demikian, anggota masyarakat tak akan sendiri dalam menghadapi masalah pribadinya.


Terakhir, di level negara yang terinstal nilai-nilai dan aturan Islam akan menjadikan negara yang mengurusi dan menjamin terpenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Negara akan berusaha memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan,  menjamin (tersedianya) pelayanan sosial seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan bagi masyarakat dengan pelayanan terbaik dan gratis. 


Walhasil, dengan jaminan terpenuhinya kebutuhan pokok tersebut, masyarakat akan merasa ringan menjalani kehidupan termasuk menjadikan sehat fisik dan mental. Karenanya, amatlah penting sebuah proses politik dalam hal ini memilih pemimpin amanah yang sesuai ajaran Islam. Sehingga, terjagalah jiwa, agama, akal, kehormatan dan harta rakyatnya.


Wallahualam bissawab.



Oleh. Sendy Novita, S.Pd, M.M 

(praktisi pendidik)





Baru-baru ini kita kembali digegerkan dengan kasus pembunuhan oleh seorang remaja berinisial J (16 tahun) terhadap satu keluarga berjumlah lima orang di Desa Babulu Laut, Kecamatan Babulu karena persoalan asmara dan dendam pelaku terhadap korban. Mirisnya lagi pelaku dan korban saling bertetangga. (REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta, Kamis 8/2/2024). 


Menurut keterangan Kapolres PPU AKBP Supriyanto saat dikonfirmasi, pelaku masih remaja berusia 16 tahun berinisial J, masih di bawah umur dan ditengarai masih duduk di kelas 3 SMK. Peristiwa sadis ini berawal saat pelaku berpesta minuman keras bersama teman-temannya pada hari Senin (5/2/2024). Kemudian sekitar pukul 23.30 WITA, pelaku diantar pulang oleh temannya. Setelah diantar, J membawa senjata tajam berupa parang dan menuju ke rumah korban untuk melakukan pembunuhan.


Pembunuhan yang dilakukan remaja atau yang biasanya disebut sebagai anak dibawah usia, tidak hanya sekali ini terjadi. Sebelumnya, AB, bocah Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang membunuh teman sekelasnya berinisial AE (15) divonis hukuman penjara selama 7 tahun 4 bulan, serta pidana pelatihan kerja di DPKA Blitar, Jawa Timur. Putusan vonis terhadap pelaku pembunuhan siswi SMP tersebut dibacakan Hakim Made Cynthia Buana, dalam sidang terkait perkara itu di Pengadilan Negeri Mojokerto (kompas.com Jumat, 14/7/2023) belum lagi kasus-kasus serupa yang mewarnai berita sepanjang tahun 2023 terkait dengan pembunuhan yang sama.

Ada apa dengan generasi kita?

UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa "pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”


Sayangnya dari program-program pemerintah saat ini, pendidikan hanya menjadi mesin pencetak tenaga kerja semata. Terkesan lebih mengutamakan bidang pemenuhan ekonomi semata. Wajar, karena sistem saat ini adalah sistem sekuler dimana memisahkan peran agama dalam kehidupan juga menghilangkan peran agama dari pendidikan, sehingga generasi yang dihasilkan dari sistem pendidikan kosong dari nilai agama.


Selain itu, khamr atau alkohol merupakan hal yang wajar dalam  kehidupan saat ini. Dilansir dari laman MUI, berdasarkan Muzakarah Nasional tentang Alkohol dalam Produk Minuman yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 13- 14 Rabiul Akhir 1414 Hijriyah atau 30 September 1993 di Jakarta, memutuskan beberapa rumusan salah satunya sebagai berikut:


  1. Berapa pun kadar alkohol pada minuman beralkohol tetap dinamakan minuman beralkohol


  1. Dampak negatif dari minuman beralkohol lebih besar dari efek positifnya, seperti, misalnya: pengaruh buruk terhadap kesehatan jasmani dan rohani, kriminalitas, kenakalan remaja, gangguan kamtibmas dan ketahanan sosial


  1. Dampak positif alkohol sebagai obat yang diminum sudah dapat diganti dengan bahan yang lain. Namun pada obat luar/obat oles masih digunakan.


Berdasarkan poin-poin di atas, maka meminum minuman beralkohol, sedikit atau banyak, hukumnya adalah haram. Demikian pula dengan kegiatan memproduksi, mengedarkan, memperdagangkan, membeli dan menikmati hasil/keuntungan dari perdagangan minuman beralkohol. Akibat dari kerusakan yang ditimbulkannya maka Islam melarang dengan keras. Selain itu, sistem ini pun mustahil akan melakukan tindakan pemberantasan kejahatan serta tak mampu mengeluarkan sanksi tegas yang bisa memberikan efek jera bagi setiap pelakunya.


Bagaimana penyelesaiannya? 

Tentu hal ini sangat berbeda dengan sistem pendidikan dalam Islam. Islam memandang bahwa pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mencetak generasi. Sistem pendidikan di dalam Islam memiliki arah pendidikan yang jelas, yaitu untuk mencetak generasi yang tidak hanya memiliki kepribadian Islam akan tetapi juga menguasai ilmu, sains dan teknologi yang bisa digunakan untuk kemaslahatan umat.


Sistem pendidikan dalam Islam mengharuskan adanya penerapan Islam secara Kafah dalam semua aspek kehidupan. Hal ini dikarenakan setiap aspek kehidupan saling berkaitan dan tidak bisa berdiri sendiri. 


Oleh sebab itu, sistem pendidikan di dalam Islam akan menyatukan dan menyelaraskan antara kepentingan dunia dan juga kepentingan akhirat. Sistem pendidikan di dalam Islam tidak hanya memberikan pengetahuan yang mampu membentuk kecerdasan intelektual, ilmu sains dan teknologi semata, tetapi juga memberikan pendidikan yang menjadikan generasi sebagai pribadi yang shalih. 


Inilah sistem pendidikan di dalam Islam, arah pendidikan yang jelas menjadikan sistem pendidikan di dalam Islam mampu mencetak generasi yang tidak hanya menguasai ilmu sains dan teknologi akan tetapi juga memiliki kepribadian Islam.


Selain itu sanksi dalam Islam terkenal tegas. Berbeda halnya dengan sistem sekuler yang mengutamakan segala aturan berasal dari manusia, sistem Islam justru malah menjadikan aturan hanya ada ditangan syara’ atau berasal dari aturan sang maha pencipta Allah SWT, yang lebih mengetahui segala sesuatunya. 


Ketegasan sanksi dalam sistem Islam ini, merupakan cara yang paling efektif dan solutif. Sebab ciri khas dari sanksi Islam tak lain merupakan sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (mencegah berulangnya tindakan kemaksiatan).


Penegakkan Hukum di negeri yang menerapkan sistem sekuler memang cenderung lemah dikarenakan hukum yang diterapkan tidak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan bahkan hukum bisa diperjualbelikan sesuai dengan kepentingan, sehingga ada istilah penerapan hukum di negeri ini cenderung tumpul ke atas dan tajam ke bawah. 


Sangat jauh berbeda dengan sistem islam bahwa hukum sanksi dalam islam jelas dan tidak dapat di ubah-ubah karena sumber yang dijadikan sebagai aturan hukum adalah Aqidah islam yaitu berasal dari Al-quran dan As-sunah, sehingga penerapannya bersifat pasti tidak pandang bulu, ketika terbukti bersalah melakukan tindak kriminal maka akan dihukumi dengan hukum Islam.


Penyalahgunaan narkoba termasuk ke dalam perbuatan perbuatan yang membahayakan akal, maka Islam menjelaskan terkait penerapan hukum tersebut diantaranya: 


Pertama: setiap orang yang memperdagangkan narkotika,seperti ganja (hashish), heroin,dan sejenisnya,dianggap sebagai tindak kejahatan. Pelakunya akan dikenakan sanksi jilid dan penjara sampai 15 tahun, ditambah denda yang akan ditetapkan oleh qadhi (hakim).


Kedua: setiap orang yang menjual,membeli, meracik,mengedarkan,menyimpan narkotika, maka ia akan dikenakan sanksi jilid dan dipenjara sampai 5 tahun, ditambah dengan denda yang nilainya ringan. 


Ketiga: setiap orang yang membuka tempat persembunyian, atau terang-terangan untuk memperdagangkan narkotika (obat-obat bius), maka ia akan dikenakan sanksi jilid dan penjara hingga 15 tahun.(Ad-Daur dan Al-maliki, 2004).


Sedang dalam kasus pembunuhan, hukum pidana Islam memberikan sanksi pidana pembunuhan yang disengaja berupa qishas, yaitu hukuman yang sama dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Oleh karena perbuatannya berupa pembunuhan, maka pelaku juga akan mendapatkan sanksi pidana pembalasan berupa dibunuh atau dihukum mati. Tentu hal ini akan menjadikan siapapun berpikir kembali untuk melakukan kejahatan tindak pembunuhan. Inilah gambaran sistem sanksi di dalam Islam, semua hukum dijalankan sesuai dengan Alquran dan Assunah. 


Wallahualam bissawab. 




Kamis, 15 Februari 2024

Oleh. Rita Handayani





Kesehatan merupakan hal vital dalam kehidupan, mulai dari skala individu, masyarakat, hingga negara. Tentu aktivitas tidak akan bisa berjalan baik jika kesehatan bermasalah. Untuk itu sangat penting adanya edukasi yang kuat dan tepat guna meningkatkan kewaspadaan di tengah mencuatnya kasus DBD saat ini.


Peningkatan kasus DBD, meningkat seiring dengan kenaikan temperatur yang tinggi dan peningkatan curah hujan atau masuknya musim penghujan. Negara yang beriklim tropis dan subtropis memang memiliki risiko sangat tinggi terhadap penularan dari virus dengue penyebab DBD.


Data dari kementerian kesehatan RI, sampai dengan Minggu ke-52 tahun 2023 telah tercatat 98.071 kasus DBD dan terdapat 764 kematian. Sementara dalam sepanjang awal tahun 2024 juga telah banyak korban meninggal dari serangan virus aedes aegypti ini.


Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit menular, disebabkan dari virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti. Jika gejala DBD ini terlambat dikenali dan juga diobati, maka bisa mengakibatkan perdarahan dalam berbahaya. Untuk itu, butuh upaya nyata dalam pencegahan demam berdarah, tidak hanya diri sendiri dan skala rumahan tetapi harus sampai pada kebijakan negara.


DBD sebenarnya jenis penyakit yang bisa dicegah melalui beberapa langkah. Yang perlu dilakukan secara terpadu oleh berbagai kalangan tertentu. Yaitu mulai dari keluarga, masyarakat, dan juga negara.


Pertama, Peran Keluarga


Slogan pencegahan DBD yang biasa disosialisasikan, seperti 3M: Menguras, Menutup, dan Mengubur. Prinsipnya ternyata tidak hanya itu. Hal yang paling utama adalah memastikan agar tidak sampai digigit nyamuk aedes aegypti, demi menghindari penularan demam berdarah. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara menjaga lingkungan tetap bersih dan menggunakan penangkal nyamuk agar tidak berkembang biak.


Adapun aksi nyata yang bisa dilakukan di rumah adalah:

  1. Menguras bak mandi minimal seminggu sekali.

  2. Jika memiliki wadah penampungan air lainnya juga harus turut dibersihkan minimal dua kali seminggu.

  3. Pasang kasa pada setiap lubang ventilasi dan jendela untuk mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah.

  4. Memasang kelambu di kamar tidur dan di ranjang bayi.

  5. Tidak menggantungkan atau menumpukan pakaian terlalu lama. Baik pakaian kotor maupun bersih.

  6. Menggunakan losion antinyamuk saat diperlukan. Seperti ketika hendak tidur, mau keluar rumah, dan saat ke tempat terbuka lainnya.

  7. Gunakan pakaian tertutup saat beraktivitas di dalam atau di luar rumah. Agar lebih efektif dalam pencegahan demam berdarah, bisa dengan menyemprotkan permethrin pada pakaian, kaos kaki, sepatu dan lainnya sebelum dipakai. Jangan lupa, perhatikan cara pemakaian permethrin pada kemasannya.

  8. Pangkas dan bersihkan tanaman liar yang ada di pekarangan rumah.

  9. Menghias rumah dengan tanaman antinyamuk. Seperti, serai wangi, daun peppermint, bunga lavender, dan bunga geranium.

  10. Meningkatkan daya tahan tubuh, bisa dengan cara mengonsumsi makanan sehat dan berolahraga.

Itulah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah demam berdarah dengue secara individu dan keluarga di rumah.


Kedua, Peran Masyarakat


Tentu keberhasilan pencegahan DBD dan peningkatan kesehatan masyarakat tidak hanya bertumpu pada skala keluarga saja. Karena lingkungan masyarakat pun harus bersih dan tertata rapi. Di sinilah masyarakat punya peran aktif dalam pencegahan DBD. Peran tersebut diantaranya adalah:

  1. Gotong royong membersihkan selokan atau irigasi, juga memangkas tanaman liar di lingkungan masyarakat.

  2. Tidak membuang sampah sembarangan.

  3. Menanam tanaman antinyamuk di depan rumah masing-masing warga dan di lingkungan pos

  4. Lakukan kegiatan fogging, yaitu dengan penyemprotan obat nyamuk yang menjangkau area lebih luas. Fogging paling bagus dijadwalkan pada jam 05.30-07.30 pagi atau 16.30-18.30 sore. Itulah waktu nyamuk DBD aktif keluar dari sarangnya.


Lingkungan yang sehat, bersih, dan aman akan meningkatkan kualitas kesehatan anak-anak, keluarga, dan masyarakat. Sehingga akan tumbuh generasi yang produktif dan berdaya saing.


Namun sayangnya tidak semua keluarga dan masyarakat sekitarnya, mampu mendapatkan lingkungan yang baik, kebutuhan gizi tercukupi, dan sanitasi yang memadai. Kesehatan ekonomi memiliki pengaruh besar untuk terciptanya lingkungan yang sehat dan tercukupinya nutrisi pangan. 


Indonesia masih memiliki sejumlah kalangan masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem. Menyebabkan mereka hidup dengan perut lapar dan harus rela tinggal di lingkungan yang kumuh, jauh dari kata sehat dan bersih. Untuk itulah, negara punya peran penting agar pencegahan DBD bisa optimal.


Ketiga, Peran Negara


Negara sebagai benteng terkuat untuk melindungi generasi memiliki peran penting dalam pencegahan dan penanggulangan kasus DBD. Setidaknya, pemerintah memiliki fungsi:

  1. Berkewajiban untuk mengedukasi seluruh warga negaranya, terkait kesadaran akan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan diwujudkan dengan sistem yang kuat untuk terlaksananya hal tersebut.

  2. Negara juga berkewajiban untuk mengedukasi dan mendukung para kepala keluarga agar mampu memenuhi kebutuhan keluarganya hingga terentaskan dari kemiskinan.

  3. Jika dibutuhkan negara juga dapat mensosialisasikan vaksin dengue.

  4. Pada saat sama negara juga harus menyiapkan RS untuk menangani penderita yang membutuhkan rawat inap. Negara memfasilitasi kebutuhan layanan kesehatan secara unggul, kuat, tepat, dan gratis.


Demikianlah dengan bersinerginya tiga pilar kehidupan (keluarga, masyarakat, dan negara) maka lingkungan sehat dan aman bisa terwujud. 


Semua itu memang membutuhkan dana yang tidak sedikit, maka penting bagi negara untuk mengambil alih semua SDA yang sudah dikuasai swasta. Agar dikelola oleh pemerintah yang hasilnya masuk ke kas negara untuk disalurkan kepada rakyat, melalui kesehatan gratis, pendidikan gratis, dan kemudahan dalam semua akses publik.


Wallahualam bissawab.

Oleh. Rita Handayani




Hidup di era digitalisasi, mau tak mau membuat generasi terkontaminasi gadget. Parents pun harus turut melek soal digital. 


Sebagaimana perintah Rasulullah saw. dalam sabdanya “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya. Karena, mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya Mereka diciptakan untuk zamannya sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.” (HR. Ali Bin Abi Thalib)


Hal tersebut menjadikan mendidik anak di zaman sekarang tidaklah semudah membalik telapak tangan. Ada trik khusus yang harus terus dipelajari oleh para parent. Salah satunya adalah dengan cara mempelajari parenting islami.


Keberadaan digitalisasi dalam pembagian segmentasi generasi bukan berdasarkan pada usia akan tetapi pada tahun kelahiran seperti berikut ini:

Builders (lahir tahun: < 1946)

Baby Boomers (lahir tahun: 1946-1964)

Gen X (lahir tahun: 1965-1979)

Gen Y (lahir tahun: 1990-1994)

Gen Z (lahir tahun: 1995-2009)

Gen alpha (lahir tahun: 2010-2024)


Hasil dari segmentasi tersebut sangat mempengaruhi mindset, kedewasaan, dan perilaku seseorang terhadap arus digital dan gadget. Seseorang yang mengenal gadget di usia dewasa seperti generasi builders mereka hanya menjadikan gadget sebagai alat, bahkan masih banyak dari mereka yang tidak memiliki gawai. 


Lain halnya bagi generasi yang lahir di era digital. Mereka mengenal gadget semenjak masih kecil, seperti gen z, maka mereka mempunyai ketergantungan yang lebih besar. Apalagi tak jarang dalam proses belajar dan mengajar di sekolah, seringkali melibatkan gadget, komputer atau laptop.


Maka, penting bagi para parent untuk terus mengembangkan keilmuan parentingnya. Seperti memperluas cakrawala untuk digital parenting dan lebih mendalami parenting gen z. Juga mengetahui bagaimana tips cerdas dalam mengatur penggunaan gadget bagi gen z.


Berikut ini adalah hal vital yang harus ditanamkan parents pada gen z, diantaranya adalah:


  1. Tanamkan Keimanan

Menanamkan keimanan yang kukuh kepada Allah Swt. adalah tugas utama bagi para parent. 


Dengan memahamkan pada anak bahwa Allah Maha Mendengar dan Melihat. Atas izin Allah, mereka akan paham bahwa segala perbuatannya dipantau oleh Allah. Sehingga anak akan berhati-hati dalam bertindak. Termasuk dalam mengakses internet.


  1. Mengasah Cara Berpikir yang Benar

Parents harus mampu mengasah akal anak untuk berpikir benar dengan berlandaskan ajaran Islam. Sehingga kelak, hal tersebut akan menjadi pijakan dalam menilai informasi yang didapatkan.


  1. Memberikan Teladan

Pelajaran terbaik adalah dengan memberikan teladan (memberi contoh) karena anak adalah peniru yang baik. Demikian juga dalam penggunaan gadget.


  1. Menanam Sikap Bijak dan tanggung Jawab

Menumbuhkan sikap bijak dan tanggung jawab akan membuat anak cerdas dalam mengontrol dan mengendalikan dirinya.


  1. Waktu yang Tepat dalam Mengenal Gadget

Bagi anak usia balita tidak membutuhkan gadget. Balita lebih butuh ke arah sensorik-motorik. Untuk anak usia sekolah mereka lebih mengedepankan keinginan daripada kebutuhan. Sehingga harus di atur jadwal untuk memegang gadget, dan dengan pengawasan. 


Berbeda dengan anak yang sudah melewati usia balig (di atas 15 tahun) dengan pengasuhan dan pendidikan yang baik, anak akan mampu membedakan mana yang baik, mana yang buruk, sehingga sudah mampu bijak dalam menggunakan gadget. Namun parents harus tetap melakukan pengawasan dan pendampingan. 


  1. Menjelaskan Bagaimana Dampak Buruk dari Gadget

Anak harus dipahamkan dampak buruk dari penggunaan gadget yang berlebihan. Seperti, membuat sulit tidur, sosialisasi dengan teman, lingkungan, alam terganggu, sampai bisa merusak mata (penglihatan) dan otak.


  1. Mendampingi dan Mengawasi Aktivitas Anak

Anak harus mendapatkan edukasi tentang internet dan gadget. Pahamkan tentang penggunaan internet dan rambu-rambu penggunaannya. Agar anak tahu batasan dan tidak kecanduan gadget. Parents juga harus mengawasi lingkungan bergaul dan teman bermain anak.


  1. Menjalin Komunikasi dan Kesepakatan

Terjalinnya komunikasi yang baik antara parents dengan anak merupakan hal penting dan vital, agar anak bisa dengan mudah diarahkan. Berbekal komunikasi yang baik tersebut, parents bisa membuat kesepakatan dengan anak, terkait penggunaan gadget. 


  1. Bermain Sewaktu-waktu Saja

Islam tidak anti terhadap teknologi. Malah, dalam sejarah tercatat umat Islam merupakan pelopor dalam perkembangan teknologi dan menjadi pemimpin peradaban dunia sampai belasan abad lamanya.


Namun Istimewanya teknologi yang berkembang berlandaskan iman dan ketundukan pada syariat. Sehingga yang berkembang adalah teknologi positif. Semua itu, pernah dirasakan oleh umat manusia di masa jayanya Islam, di bawah naungan Daulah Khilafah.


Islam juga tidak anti permainan, asalkan positif dan mencerdaskan. Di sinilah peran orang tua untuk menyampaikan bahwa Islam tidak melarang permainan atau hiburan. Hanya saja ada aturannya, yaitu sewaktu-waktu saja.


Itulah parents, tips cerdas yang bisa diterapkan pada gen z, agar gadget tidak disalahgunakan.


Wallahualam bissawab.

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts