Penulis: Rati Suharjo
(Pegiat Literasi)
Pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi setiap individu, bahkan pendidikan termasuk kebutuhan primer. Tanpa pendidikan yang memadai, seseorang akan kesulitan memperoleh pekerjaan yang layak, menghadapi ketertinggalan dalam pengetahuan sains dan teknologi, serta mengalami rendahnya rasa percaya diri. Sayangnya, saat ini pendidikan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk diskriminasi yang muncul akibat faktor ekonomi, sosial, etnis, agama, hingga warna kulit.
Meskipun pendidikan itu penting, saat ini kondisi pendidikan sedang tidak baik-baik saja. Diskriminasi pendidikan sering terjadi. Banyak faktor yang menyebabkan diskriminasi dalam pendidikan, di antaranya ekonomi, sosial, etnis, agama, warna kulit, dan lainnya.
Seperti berita beberapa hari lalu yang viral di media sosial, yaitu sebuah sekolah yayasan di Kota Medan, Sumatera Utara, terdapat anak yang dihukum duduk di lantai akibat menunggak tiga bulan dalam membayar SPP.
Perilaku seorang guru yang tidak etis terhadap muridnya tersebut mendapatkan komentar dari Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian bahwa tindakannya akan menghilangkan kepercayaan diri siswa. Selain itu, diskriminasi pendidikan juga mengancam perkembangan pribadi siswa. Mereka akan merasa malu, stres, depresi, hingga menyebabkan putus sekolah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2023/2024, angka anak putus sekolah di negeri ini mengalami peningkatan. Selain faktor diskriminasi, penyebab lainnya adalah kemiskinan, kurang perhatian orang tua, kemalasan belajar, dan lingkungan pertemanan yang kurang baik.
Realitas semacam ini harus segera diatasi karena akan menambah angka kemiskinan dan meningkatkan perilaku kriminalitas yang disebabkan pengangguran. Selain itu, anak putus sekolah akan menghambat kemajuan bangsa karena generasi muda adalah pewaris atau estafet negeri menuju cita-cita bangsa. Kualitas generasi yang baik akan menjadi modal dasar untuk bersaing dengan negara lain.
Sayangnya, dalam negara yang menerapkan demokrasi, pendidikan tidak lagi menjadi kebutuhan primer. Hal ini terbukti dari negara yang tidak hadir dalam mendukung pendidikan generasi, yaitu biaya pendidikan yang tidak gratis. Mirisnya, negara justru menyerahkan pendidikan kepada korporasi. Padahal, jelas tolak ukur korporasi adalah manfaat yang tujuannya hanya mencari keuntungan semata, bukan membentuk pola pikir dan pola sikap generasi.
Kendati demikian, kasus dihukumnya siswa yang belajar duduk di lantai tersebut tidak akan terjadi jika pendidikan dapat diakses secara gratis oleh semua siswa.
Fakta tersebut akan terwujud jika negara menerapkan Islam. Dalam Islam, pendidikan adalah tanggung jawab negara, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah, "Pemimpin adalah pelayan umat."
Pelayanan pendidikan ini akan dirasakan oleh semua rakyat, baik muslim maupun non-muslim. Negara akan memberikan sarana dan prasarana demi mewujudkan generasi unggul, baik dalam agama, sains, maupun teknologi.
Tujuannya adalah membangun kepribadian Islami, yaitu pola pikir (akliah) dan jiwa (nafsiah) bagi anak-anak umat. Hal ini karena akidah Islam adalah asas kehidupan setiap orang.
Selain itu, mempersiapkan anak-anak kaum muslim agar di antara mereka menjadi para ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman (ijtihad, fikih, atau peradilan) maupun berbagai bidang sains (teknik, kimia, fisika, atau kedokteran).
Tentunya, pendidikan gratis ini sangat mudah diraih oleh negara. Dengan menerapkan ekonomi Islam, otomatis segala sumber daya alam, baik di laut maupun di darat, dikuasai oleh negara. Negara akan mengelola sumber daya alam tersebut dengan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyatnya, dan hasil dari pengelolaan itu akan dikembalikan kepada rakyat. Sesuai dengan hadis Rasulullah saw., "Manusia itu berserikat dalam tiga hal, yakni api, air, dan rumput." (H.R. Abu Daud dan Ahmad)
Seperti contoh tambang emas di Freeport, yaitu PT Freeport Indonesia (PTFI), yang memiliki cadangan emas dan tembaga yang melimpah di bawah tanah. Untuk tembaga, diperkirakan masih 29 miliar pound dan 24 juta ons emas hingga tahun 2041. (cnbcindonesia.com, 12/12/2024)
Itu baru penghitungan tambang emas di Freeport, sementara kekayaan alam di negeri ini masih banyak, seperti nikel, batu bara, minyak bumi, air, hutan, dan lainnya.
Selain dari sumber daya alam, negara juga akan mendapatkan pemasukan dana dari usyur, jizyah, ghanimah, fai, dan lainnya.
Namun, hanya dalam Islamlah pendidikan akan dirasakan benar-benar gratis.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar