Penulis: Arimbi N.U
(Aktivis Kota Blora)
Bulan suci Ramadan seharusnya menjadi momentum bagi umat Islam untuk meningkatkan ketakwaan dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Namun, realitas di negeri ini justru sebaliknya. Pengaturan jam operasi tempat hiburan selama Ramadan yang hanya dibatasi, bukan ditutup sepenuhnya, menunjukkan kebijakan yang tidak benar-benar memberantas kemaksiatan. Bahkan, di beberapa daerah, tempat hiburan tetap beroperasi tanpa pembatasan. Fenomena ini mencerminkan bagaimana sistem kapitalisme sekuler mengatur kehidupan, termasuk aspek hiburan dan pariwisata.
Sekularisme: Pemisahan Agama dari Kehidupan
Salah satu ciri utama sistem sekuler adalah pemisahan aturan agama dari kehidupan. Dalam sistem ini, hukum yang diterapkan lebih mengutamakan asas manfaat daripada ketaatan kepada syariat Islam. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil lebih berorientasi pada keuntungan ekonomi daripada pertimbangan moral dan agama.
Allah SWT telah memperingatkan dalam Al-Qur'an bahwa aturan yang tidak bersumber dari-Nya hanya akan membawa kerusakan:
"Dan barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Maidah: 45)
Fakta bahwa tempat hiburan masih beroperasi selama Ramadan, meskipun dengan pembatasan jam, menunjukkan pemerintah tidak benar-benar serius mencegah kemaksiatan. Selama masih ada keuntungan ekonomi yang bisa didapatkan, aturan syariat terabaikan. Padahal, Islam menegaskan bahwa segala bentuk kemaksiatan harus diberantas, bukan sekadar dikurangi atau dibatasi.
Kegagalan Sistem Pendidikan Sekuler
Selain kebijakan yang berbasis manfaat, keberlanjutan tempat-tempat maksiat ini juga menunjukkan kegagalan sistem pendidikan sekuler. Pendidikan dalam sistem ini tidak berorientasi pada pembentukan individu yang bertakwa, melainkan hanya berfokus pada aspek akademik dan keterampilan duniawi. Akibatnya, banyak individu yang tidak memiliki kesadaran untuk menjauhi kemaksiatan, bahkan di bulan yang mulia seperti Ramadan.
Sistem pendidikan Islam seharusnya tidak hanya mencetak individu yang cerdas, tetapi juga yang memiliki kesadaran menjalankan syariat dalam setiap aspek kehidupan. Dengan pendidikan berbasis akidah Islam, masyarakat akan memahami bahwa maksiat bukan sekadar pelanggaran moral, tetapi juga pelanggaran syariat yang memiliki konsekuensi di dunia dan akhirat.
Solusi Hakiki: Penerapan Syariat Islam Secara Kaffah dalam Naungan Khilafah
Islam telah menetapkan bahwa segala bentuk kemaksiatan harus diberantas secara tuntas, bukan hanya dikurangi atau dibatasi. Dalam sistem Islam, pengaturan semua aspek kehidupan, termasuk hiburan dan pariwisata, berlandaskan akidah Islam, bukan asas manfaat.
1. Penghapusan Tempat Hiburan Maksiat
Dalam Islam, segala bentuk tempat hiburan yang menjerumuskan pada kemaksiatan akan dilarang secara mutlak. Tidak ada ruang bagi praktik yang bertentangan dengan syariat untuk tetap eksis dalam masyarakat Islam. Allah SWT berfirman:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra': 32)
2. Penerapan Sanksi yang Menjerakan
Islam memiliki sistem sanksi yang tegas dan menjerakan terhadap segala bentuk pelanggaran hukum syarak. Hukuman dalam Islam bukan sekadar hukuman fisik, tetapi juga memiliki dimensi edukatif dan preventif agar masyarakat takut melakukan kemaksiatan. Rasulullah ï·º bersabda:
"Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah apabila ada orang terpandang yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi jika ada orang lemah yang mencuri, mereka menegakkan hukum atasnya. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti aku akan memotong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Sistem Pendidikan Islam yang Membangun Ketakwaan
Pendidikan Islam berperan dalam mencetak individu yang memahami syariat dan menjadikannya sebagai pedoman dalam kehidupan. Dengan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam, individu akan tumbuh dengan kesadaran menjauhi segala bentuk kemaksiatan, baik dalam memilih hiburan maupun dalam membuka usaha.
4. Negara sebagai Pelindung Aqidah dan Moral Umat
Dalam Islam, negara memiliki peran sentral dalam menjaga moral dan akidah umat. Pemerintah yang menerapkan syariat Islam tidak akan membiarkan kemaksiatan tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat, terlebih di bulan Ramadan. Rasulullah ï·º bersabda:
*"Imam (pemimpin) adalah laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya."* (HR. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan
Fenomena tetap beroperasinya tempat hiburan selama Ramadan menunjukkan wajah asli sistem kapitalisme sekuler yang tidak memiliki komitmen terhadap penerapan syariat Islam.
0 comments:
Posting Komentar