SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Kamis, 15 Mei 2025

Penulis: Arimbi N.U

(Aktivis Kota Blora)




Beberapa waktu terakhir, ramai dibahas soal perbedaan angka kemiskinan antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia. Perbedaan angkanya keduanya terlampau jauh hingga menimbulkan banyak pertanyaan.

Menurut laporan Bank Dunia, sekitar 60,3% atau sekitar 171,91 juta penduduk Indonesia dikategorikan miskin. Kriteria ini merujuk pada standar negara berpenghasilan menengah ke atas, yaitu pendapatan harian di bawah $6,85 PPP per kapita. Sementara itu, BPS menggunakan ukuran yang jauh lebih rendah: hanya $2,15 PPP per kapita, setara dengan Rp35.500 per hari.

Berdasarkan standar nasional tersebut, BPS mencatat tingkat kemiskinan hanya 8,57 persen, atau sekitar 24,06 juta jiwa per September 2024. Selisih angka yang sangat besar ini memunculkan tanya, apakah standar yang digunakan mencerminkan realitas?

Kita dapat menyimpulkan bahwa angka-angka statistik bisa disusun sedemikian rupa sesuai dengan kepentingan. Dalam hal ini, standar yang terlalu rendah membuat mereka yang hidup pas-pasan dianggap sudah “tidak miskin”. Bayangkan, dengan penghasilan sedikit di atas Rp35.500 per hari, seseorang bisa dianggap tidak miskin. Padahal, apakah jumlah itu cukup untuk memenuhi kebutuhan layak sehari-hari?

Akhirnya, pemerintah bisa mengklaim berhasil menekan angka kemiskinan. Namun realita berbicara lain. Di berbagai sudut negeri, kita masih melihat masyarakat hidup dalam kesulitan, bahkan ada yang kehilangan nyawa karena kelaparan.

Tragisnya, manipulasi data dilakukan demi membangun citra baik, menarik investor, dan mengejar pertumbuhan ekonomi semu. Tidak heran, karena semua kembali pada sistem yang mendasarinya yaitu kapitalisme. Sistem ini menjadikan uang sebagai tolok ukur utama, tanpa benar-benar peduli pada nasib manusia di dalamnya.

Sampai kapan kita mau terus dibutakan oleh sistem yang hanya menguntungkan segelintir orang pemilik modal? Kapan masyarakat menyadari bahwa sistem ini tidak akan pernah berpihak pada rakyat kecil?

Sudah saatnya kita menoleh pada sistem ekonomi Islam, satu-satunya sistem yang lahir dari wahyu Tuhan, bukan kepentingan manusia. Sistem yang menjadikan kesejahteraan setiap individu sebagai tanggung jawab negara, bukan diserahkan pada mekanisme pasar atau korporasi.

Wallahu a’lam bishshawab.

0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts