Penulis: Rati Suharjo
(Pegiat Literasi AMK)
Fenomena premanisme di Indonesia kian meresahkan. Berbagai aksi premanisme dilakukan untuk menekan dan menguasai masyarakat, merata di berbagai daerah, dari Jabodetabek hingga kota-kota lainnya. Baru-baru ini, Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Serang menangkap 66 orang terduga pelaku premanisme. Beberapa di antaranya terlibat tindak kriminal menggunakan senjata tajam dan peredaran narkoba, bahkan terafiliasi dengan organisasi kemasyarakatan (Ormas).
Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyatakan Prabowo Subianto memberikan perhatian serius terhadap isu premanisme, terutama yang dilakukan oleh oknum yang berlindung di balik Ormas. Presiden telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk mencari solusi, salah satunya pembinaan Ormas agar tidak mengganggu dunia usaha dan keamanan masyarakat (cnnindonesia.com, 9/5/2025). Ahmad Sahroni, Wakil Ketua Komisi III DPR, menegaskan saat berkunjung ke Polda Metro Jaya bahwa aparat penegak hukum harus bertindak tegas, menghadapi aksi premanisme yang kian mengkhawatirkan, terutama meningkatnya kasus tawuran bersenjata tajam. Polisi juga diminta menangani pelaku premanisme melalui penangkapan, pembinaan, dan penyidikan hukum yang tepat.
Premanisme yang berlangsung puluhan tahun ini menjadi bukti keresahan masyarakat. Pelaku memaksakan kehendak melalui intimidasi dan kekerasan. Pembentukan kelompok preman atau Ormas terkait berbagai faktor, seperti kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan lemahnya iman. Ketiadaan bekal ilmu dan jeratan kemiskinan kerap mendorong tindakan kriminal demi bertahan hidup. Kurangnya pengawasan orang tua dalam mendidik anak, baik rohani maupun moral, juga berperan. Ketiadaan itu semua membuat tolak ukur dalam melakukan perbuatan adalah mencari kebahagiaan atau materi belaka, bukan berlandaskan nilai-nilai keimanan, seperti rasa takut kepada Allah Swt.
Ketimpangan penegakan hukum juga menjadi masalah serius. Hukum di negeri ini dianggap 'surga' bagi pelaku kriminal karena mudah dimanipulasi dan banyak celah untuk lolos hukuman melalui banding dan remisi.
Premanisme berkembang akibat penerapan sistem yang keliru. Pasalnya, Pemerintah menyerahkan pemenuhan kebutuhan pokok pangan, pendidikan, dan kesehatan kepada swasta. Masyarakat hanya dianggap konsumen, bukan pihak yang seharusnya terlindungi oleh pemerintah. Akibatnya, aksi premanisme marak dan mengancam stabilitas negara. Dalam sistem demokrasi, investasi merupakan andalan pendapatan negara namun, premanisme yang tak terkendali akan menghambat investasi.
Kegiatan ekonomi seperti diatas tentunya butuh keamanan. Sebagaimana yang disampaikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa akan menindak tegas segala bentuk premanisme yang mengganggu masyarakat. Fenomena ini juga disoroti Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, yang menyatakan premanisme telah menyebabkan kerugian ratusan triliun rupiah akibat pembatalan investasi karena pemaksaan keterlibatan Ormas dalam kegiatan industri (tempo.com, 12/5/2025).
Problematika ini salah satunya solusi adalah menyejahterakan rakyat. Pasalnya aksi premanisme bukan sekadar kriminalitas, melainkan gejala kegagalan sistemik. Sistem yang mampu menyejahterakan rakyat, memenuhi kebutuhan dasar, akan mengurangi tindakan kriminal.
Sistem khilafah Adalah solusi tepat untuk menyelesaika persoalan ini. Di mana telah terbukti diterapkan selama 1300 tahun berdiri, sistem tersebut mampu menjaga keamanan dengan catatan kriminal yang sangat rendah—sekitar 200 kasus.
Sejarawan Barat seperti Will Durant mengakui bahwa sistem khilafah memberikan rasa aman dan perlindungan yang adil bagi seluruh rakyatnya, baik Muslim maupun non-Muslim. Dalam Islam hukum memiliki dua fungsi utama: zawājir (pencegahan) dan jawābīr (penebusan dosa). Hukuman seperti hudud (misalnya, potong tangan, rajam) atau qishāṣ (balasan setimpal) tidak hanya menegakkan keadilan duniawi, tetapi juga diharapkan menggugurkan hukuman di akhirat. Dalam sistem khilafah, terdapat tiga jenis hukuman: hudud, qishāṣ, dan ta'zīr. Penerapannya terbukti efektif dalam meminimalkan kejahatan, berbeda dengan kondisi saat ini yang diwarnai peningkatan kejahatan dan menjadi konsumsi harian media massa.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya masyarakat dan negara menyadari bahwa solusi sejati kembali menerakan hukum Allah Swt. sebagaimana ditegaskan dalam Al-Maidah ayat 50-51: hukum Allah lebih baik daripada hukum buatan manusia. Kita perlu meninggalkan hukum jahiliah dan kembali pada aturan Islam agar rasa aman dan kesejahteraan sejati dapat dirasakan seluruh umat manusia, tanpa memandang agama.
Wallahu a'lam bisshawāb.
0 comments:
Posting Komentar