SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Senin, 09 Oktober 2023

Oleh. Pena Senja

(Mahasiswa, Guru, dan Aktivis Dakwah)





Menjelang pesta demokrasi 2024 akan banyak harapan untuk pemimpin mendatang. Bagaimana sosok pemimpin ideal selalu menjadi pembahasan menarik di setiap diskusi-diskusi. Berbagai macam kriteria pemimpin sering kali dikaitkan dengan generasi milenial yang memiliki syarat-syarat sebagai pemimpin ideal di tengah perubahan zaman. Yang tengah menjadi sorotan di masyarakat saat ini adalah sosok gubernur Jawa Tengah yang akan maju sebagai salah satu calon pemimpin di pesta rakyat 2024 mendatang. Indira Pramesthi Nurulita 15-6-21 dalam tulisannya menyatakan bahwa, "sosok yang sering disapa ganjar ini berhasil membawa perubahan besar bagi Jawa Tengah, sosok pemimpin Jawa Tengah ini berhasil menjaga integritas nya. Ganjar berulang kali diminta menjadi pembicara terkait sumber daya dan memberikan pengalaman serta pelajaran tentang integritas melalui sektor swasta. 


Selain itu ganjar juga dianggap memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin dan teladan bagi masyarakat dan pemimpin lainnya. Hal ini dilihat dari karakter nya yang cukup kuat dan karismatik, beliau juga merupakan pemimpin yang proaktif, hal ini dilihat dari program yang diluncurkannya yaitu " 35 juta masker untuk Jawa Tengah "  Program ini mengajak seluruh penjahit, hingga desainer Jawa Tengah untuk membuat masker kain murah. Deretan prestasi ganjar sebagai pemimpin di Jawa Tengah lantas terus dikait - kaitkan dengan pesta demokrasi 2024 mendatang. 


Pemikiran kebhinekaan sukidi Mulyadi menyebut Indonesia membutuhkan pemimpin yang otentik di pemilihan tahun 2024 mendatang. Menjelang Pemilu 2024 muncul pertanyaan sosok seperti apa yang ideal untuk memimpin bangsa Indonesia. Sukidi menyebut Selain membutuhkan pemimpin yang otentik pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bukan berorientasi pada pencitraan di media sosial, "Salah satu masalah besar yang menjadi konsentrasi saya itu adalah tentang kemerdekaan keyakinan itu sendiri, kenapa? Karena sering kali, elit ini menghindar untuk membicarakan itu hanya karena mereka khawatir dengan basis elektoral itu. (Jakarta, kompas. TV 13 Mei 2023)


Sebagai negara yang berketuhanan ada konsekuensi yang harus dihadapi yaitu sebagai seorang pemimpin harus memiliki ketegasan apakah ada komitmen pada konstitusi atau tidak berani menunaikan konstitusi, yang kedua akidah yang tidak kalah pentingnya sebab akidah yang menjadi pandangan hidup bangsa akan menentukan arah bangsa tersebut. 


Bicara soal kepemimpinan menurut Ari Ginanjar Agustian (Founder ESQ Leadership Center) pemimpin memiliki beberapa type dan hal ini dianggap sebagai tolok ukur dalam memilih pemimpin yang ideal dan menjadi pemimpin yang ideal. Seorang pemimpin menurut nya harus memiliki 3 hal sederhana yaitu logika yang bagus, hati yang bersih, dan keberanian moral. 3 hal inilah yang harus menjadi dasar untuk memimpin dan juga mencari pemimpin untuk masa depan. Dewasa ini semakin bermunculan tipe-tipe pemimpin dengan berbagai macam karakter. 


Dalam Islam, pada dasarnya kepemimpinan itu adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt. Maka dari itu Islam telah menetapkan beberapa kaidah yang berhubungan dengan kepemimpinan, sebagai berikut:


Kepemimpinan Bersifat Tunggal


Dalam politik Islam kepemimpinan negara bersifat tunggal, artinya tidak ada pembagian atau pemisahan kekuasaan dalam Islam, kekuasaan secara mutlak berada ditangan seorang khalifah sebagai pemimpin negara. Seluruh kaum muslimin tidak diperbolehkan memberikan loyalitas kepada orang lain seluruh loyalitas harus diserahkan kepada khalifah sebagai pemimpin yang absah selama khalifah tersebut masih berkuasa dan memerintah seluruh kaum muslimin dengan hukum Allah Swt. Dalam hal ini, Rasulullah Saw bersabda:

وَمَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنْ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَرِ

“Siapa saja yang telah membai’at seorang Imam (Khalifah), lalu ia memberikan uluran tangan dan buah hatinya, hendaknya ia mentaatinya jika ia mampu. Apabila ada orang lain hendak merebutnya (kekuasaan itu) maka penggallah leher orang itu.” [HR. Muslim]. Dalam hadis lain juga disebutkan

 إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا

“Apabila dibai’at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” [HR. Muslim].

Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa kepemimpinan dalam Islam bersifat tunggal dan bukan bersifat kolegial dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pembagian kekuasaan dalam Islam. 


Kepemimpinan Islam itu Bersifat Universal


Kepemimpinan Islam itu bukan bersifat regional tapi bersifat menyeluruh atau universal, maksudnya adalah kepemimpinan dalam Islam diperuntukkan untuk muslim maupun non-militer muslim. Sedangkan dari konsep wilayah islam tidak mengenal batas wilayah negara yang bersifat tetap sebagaimana konsep kewilayahan negara bangsa. Wilayah Daulah Khilafah Islamiyyah terus melebar hingga mencakup seluruh dunia dengan aktivitas jihad dan futuhat. 


Kepemimpinan adalah Amanah


Kepemimpinan merupakan amanah yang akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Swt Sehingga membutuhkan karakter dan sifat-sifat tertentu, dengan ini seseorang akan dinilai layak atau tidak untuk memegang amanah kepemimpinan. Sifat-sifat kepemimpinan yang paling menonjol ada 3 yaitu :

Al-quwwah (kuat) 

Al-taqwa (ketaqwaan) 

Al-rifq (lemah lembut) 

Dengan demikian seorang pemimpin harus memiliki kekuatan, yang dimaksud kekuatan di sini adalah kekuatan aqliyyah dan nafsiyyah. Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan akal yang menjadikan dirinya mampu memutuskan kebijakan yang tepat dan sejalan dengan akal sehat dan syari’at Islam. Pemimpin yang bertakwa akan selalu berhati-hati dalam mengatur urusan rakyatnya. Pemimpin seperti ini cenderung untuk tidak menyimpang dari aturan Allah Swt. Ia selalu berjalan lurus sesuai dengan syari’at Islam. Ia sadar bahwa, kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari akhir. Untuk itu, ia akan selalu menjaga tindakan dan perkataannya. Selain itu, seorang pemimpin mesti berlaku lemah lembut, dan memperhatikan dengan seksama kesedihan, kemiskinan, dan keluh kesah masyarakat. Ia juga memerankan dirinya sebagai pelindung dan penjaga umat yang terpercaya. Ia tidak pernah menggunakan kekuasaannya untuk menghisap dan menzalimi rakyatnya. Ia juga tidak pernah memanfaatkan kekuasaannya untuk memperkaya diri atau menggelimangkan dirinya dalam lautan harta, wanita dan ketamakan. Ia juga tidak pernah berpikir untuk menyerahkan umat dan harta kekayaan mereka ke tangan-tangan musuh.


Kepemimpinan adalah Tugas Pengaturan, Bukan Kekuasaan Otoriter


Dalam Islam kepemimpinan merupakan jabatan yang berfungsi mengatur urusan umat dengan aturan-aturan Allah Swt. Selama pengaturan urusan umat berjalan sesuai dengan aturan Allah maka ia layak memegang jabatan pemimpin. Sehingga seorang pemimpin harus selalu menyadari bahwa kekuasaan yang digenggamnya tidak boleh dipakai untuk hal-hal yang bertentangan dengan syariat, seperti memperkaya diri, zalim, ataupun untuk mengkhianati rakyat tapi kekuasaan digunakan untuk mengatur urusan rakyat sesuai dengan syariat islam. 


Kepemimpinan Bersifat Manusiawi


Artinya, seorang pemimpin bukanlah orang yang bebas dari dosa dan kesalahan. Ia bisa salah dan lupa, alias tidak ma’shum (terbebas dari dosa). Untuk itu, syarat kepemimpinan di dalam Islam bukanlah kema’shuman akan tetapi keadilan. Dengan kata lain, seorang pemimpin tidak harus ma’shum (bahkan tidak boleh meyakini ada pemimpin yang ma’shum), akan tetapi cukup memiliki sifat adil.


Kaidah-kaidah penting inilah yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin dan penguasa, dengan menempatkan kaidah penting ini akan menjadikan seorang pemimpin yang berhasil dan dicintai oleh orang-orang yang dipimpinnya. 


Kepemimpinan Ditegakkan untuk Menerapkan Syariat Allah


Dalam Islam, penguasa diwajibkan menjalankan amanah sebagai penguasa berdasarkan Al-qur'an dan Sunnah Rasulullah. Karena kekuasaan disyariatkan untuk menegakkan dan menerapkan hukum-hukum Allah Swt. Setiap persoalan dipecahkan berdasarkan hukum Allah. Islam juga memberi hak kepada penguasa untuk melakukan ijtihad, menggali hukum-hukum dari dua sumber hukum tersebut. Islam melarang penguasa mempelajari (untuk diterapkan) aturan-aturan selain Islam, atau mengambil sesuatu selain dari Islam. Yang dimaksud ijtihad di sini adalah; mencurahkan segenap tenaga dan upaya dalam memahami dan mengambil istinbath berbagai hukum dari dua sumber itu. 


Inilah kaidah-kaidah kepemimpinan dalam Islam. Kepemimpinan dengan karakter seperti di atas-lah yang akan melahirkan pemimpin ideal, sehingga umat manusia meraih kemuliaan dan kesejahteraan. Kepemimpinan ideal ini hanya akan lahir dari sistem yang berdasarkan pandangan hidup manusia tentang siapa, untuk apa dan akan kemana manusia setelah kehidupan didunia ini. 


Wallahualam bisawab

0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts