Oleh. Sendy Novita, S.Pd, M.M
(penulis dan praktisi pendidikan)
Lagi-lagi Polda Metro Jaya menangkap mucikari kasus prostitusi anak di bawah umur atau perdagangan orang melalui media sosial. Seorang perempuan berinisial FEA (24 tahun), di Jakarta, Ahad (REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA 24/9/2023). Bersamanya dua anak dalam kasus prostitusi tersebut, yakni SM (14) dan DO (15) yang saling mengenal melalui jaringan pergaulan. Selain SM dan DO, diduga masih ada 21 orang anak yang dieksploitasi secara seksual dan diduga semua masih di bawah umur. Alasan klise yang mereka ungkap adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau untuk berobat.
Untuk itu polda metro jaya berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk penanganan selanjutnya. Usai menjalani penanganan P2TP2A, masing-masing korban dikembalikan atau diserahkan kembali kepada keluarga dan orang tua masing-masing.
Selain itu ditemukan pula sebanyak 41 anak korban eksploitasi oleh pengelola dua panti asuhan di Kota Medan. Diantaranya Panti Asuhan Yayasan Tunas Kasih Olayama Raya yang beralamat di Jalan Pelita 26 anak, Panti Asuhan Karya Putra Tunggal Anak Indonesia yang beralamat di jalan Rinte ditemukan 15 anak. Panti tersebut tidak memiliki izin atau ilegal dan sudah beroperasi sekitar 8 bulan yang diduga penggalangan dananya menggunakan jejaring sosial. Kini, kasusnya masih didalami pihak kepolisian.
Mengapa anak rentan dalam kasus-kasus tersebut? Kembali lagi, bahwa Sistem saat ini adalah kapitalisme dimana memiliki visi dan pandangan bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan dalam rangka meraih keuntungan sebesar-besarnya. Manusia dalam sistem kapitalisme liberal tidak lebih berharga dari sebuah barang. Wajar jika anak-anak dalam sistem ini terhina, menjadi objek bisnis yang diperjualbelikan dan dieksploitasi seperti barang dagangan.
Saat ini pun kondisi tak lagi nyaman bagi anak-anak mulai dari kejahatan seksual, kekerasan dan bahkan konflik rumah tangga. Pelaku kejahatan banyak dilakukan anggota keluarga sendiri, padahal keluarga seharusnya menjadi tempat yang aman. Dari realitas ini, tentu tanggung jawab untuk melindungi anak tidak bisa hanya diserahkan kepada keluarga saja.
Sesungguhnya negara mempunyai peran utama dalam melindungi anak-anak. Karena negara mampu melakukan perlindungan hakiki dengan seperangkat aturannya. kejahatan seksual. Allah SWT berfirman,“… Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi.” (TQS. An-Nur: 33).
Agama Islam datang membawa rahmat bagi seluruh alam, termasuk anak-anak. Islam menyatakan bahwa anak-anak merupakan makhluk yang perlu dikasihi dan dilindungi karena ketidakberdayaan mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup dan melindungi dirinya sendiri. Perlindungan anak dalam perspektif hukum Islam mengandung arti pemenuhan hak-hak anak dan perlindungannya dari hal-hal yang dapat membahayakan dirinya. Hak-hak anak dinyatakan secara jelas dan rinci dalam hukum Islam, yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits –hadits Rasulullah saw
Artinya, anak yang belum mampu berhak mendapatkan nafkah dari orang tuanya yang mampu. Firman yang dijadikan dasar perintah memberikan nafkah yang terkandung dalam QS. Al Baqarah. Betapa sempurna Islam sebagai suatu sistem kehidupan. Tentunya jika Islam benar-benar diterapkan dalam kehidupan,bahwa anak akan terjaga dan terjamin keselamatannya.
Alhasil, hanya dengan kehadiran negara yang menerapkan Islam kafah lah yang mampu menghapus kekerasan terhadap setiap warga negaranya termasuk terhadap perempuan dan anak.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar