SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Minggu, 10 Desember 2023

 Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)





“Untuk menjadi tuan, politisi berperan sebagai pelayan.” (Charles de Gaulle)

Itulah yang terjadi dalam alam demokrasi. Dua wajah yang harus dimiliki bagi politisi. Saat masa pemilihan mereka berperan sebagai pelayan. Setelah meraih kekuasaan berganti peran menjadi tuan.

Trik dan intrik pun sudah biasa mewarnai pemilu demokrasi dalam perebutan peran sebagai pelayan. Seperti melakukan trik dagang sapi. Sebagaimana yang dilakukan oleh capres yang saat ini masih punya kuasa untuk tawar menawar di kawasan Jawa Tengah.

Di Kabupaten Blora, PNS, CPNS dan PPPK mendapatkan Tambahan Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara (TPP ASN). Pemberian TPP ASN dalam lingkungan Pemerintah Kabupaten Blora tersebut termuat pada Perbub atau Peraturan Bupati Blora. (klikpendidikan.id, 8/12/2023)

Trik Politik Dagang Sapi?

Secara sederhana maksud dari politik dagang sapi adalah praktik politik transaksional jual beli kekuasaan. Sebagai imbalan dukungan yang dilakukan baik oleh parpol ataupun elite bagi capres tertentu dalam masa pemilu.

Biasanya, dibangun pola relasi yang berdasar atas kepentingan taktis pragmatis dalam jangka pendek. Prinsip utamanya adalah bagaimana cara mendapatkan dan mengakumulasi kekuasaan politik.

Segala trik dalam meraih suara di ajang masa kampanye demokrasi memang telanjang dipertontonkan. Seperti salah satunya trik politik dagang sapi ini. Yang kian menambah hiruk-pikuk dalam suasana pilpres yang sangat emosional.

Selain Trik Penuh Intrik

Tak hanya ragam trik yang bisa terjadi. Tingginya potensi konflik dalam pemilu juga bisa menguatkan kesimpulan bahwa sistem pemilu demokrasi, penuh dengan Intrik, penipuan, bahkan kebohongan.


Para pasangan calon akan menebar “seribu” janji palsu. Janji yang akan membius rakyat. Sehingga mereka akan percaya dengan janji yang diumbarnya. Sementara realisasinya setelah terpilih, sungguh tidak sesuai dengan janji.


Saat ini, masa kampanye telah dimulai para kontestan pemilu sudah mulai turun ke tengah masyarakat, melakukan kampanye. Dapat kita prediksi masa kampanye akan diisi dengan segala jenis persaingan. Demi mendapat dukungan dari rakyat.

Para paslon juga akan mempromosikan visi, misi, serta program kerjanya apabila nantinya terpilih. Aneka janji politik sudah mulai ditebar, seperti kesejahteraan, lapangan kerja, penurunan harga bahan pokok, subsidi, bantuan sosial, pembangunan infrastruktur, dan lain sejenisnya.

Dalam kampanye jelang pemilu tidak hanya sebatas berisi pencitraan diri sendiri, acap kali bisa terjadi “serangan” juga kepada kekurangan calon lain yang merupakan pesaing. Bahkan kampanye hitam pun bisa dilakukan, yaitu fitnah terhadap kandidat lain.

Untuk itulah, masa kampanye sangat rawan terjadi perselisihan bahkan konflik. Konflik antar pendukung paslon, yang berlanjut pada gontok-gontokan antarwarga yang punya perbedaan dalam pilihan politiknya. Bahkan tidak hanya konflik secara lisan yang terjadi bisa juga secara fisik. Seperti kekerasan di massa akar rumput. Kejadian itu sudah biasa terjadi di tengah masyarakat demokrasi saat ajang kampanye.

Bahkan isu dugaan kecurangan dalam pemilu, sudah terendus jauh sebelum masa kampanye dimulai. Misalnya pernyataan dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri yang sudah mewanti-wanti akan ada potensi kecurangan dalam rangkaian Pemilu 2024 nanti. Juga muncul kasus pakta integritas Pj Bupati Sorong, Yan Piet Mosso yang telah berkomitmen untuk mencarikan dukungan demi capres-cawapres Ganjar-Mahfud (BBC, 15-11-2023).

Selain itu, terjadinya hoaks dan pencitraan juga merupakan hal yang dianggap penting dalam sistem demokrasi. Ini karena paradigma dalam kekuasaan demokrasi adalah alat untuk mewujudkan kepentingan penguasa demi meraih keuntungan materi yang sebesar-besarnya. 

Sehingga, orang-orang akan berlomba-lomba jadi penguasa. Membuat persaingan menjadi sangat ketat. Apalagi dengan adanya banyak partai peserta pemilu serta sistem pemilihan langsung, persaingan semakin sengit.

Sehingga untuk bisa memenangkan persaingan politik, yang memiliki asas politik sekuler, harus menghalalkan segala cara. Karena, halal dan haram bukan lagi patokan hidup. Para paslon tidak segan-segan lagi menjatuhkan lawan bahkan melakukan pencitraan diri dengan memoles dirinya sehingga tampak baik. Meski sebenarnya mengandung kebohongan. 

Inilah kenyataan yang ada dalam sistem demokrasi. Dengan demikian, pemilu yang damai hanya angan semata.

Kekuasaan dalam Islam 

Kondisi dalam sistem Islam sangat jauh berbeda. Dalam Islam, jabatan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan di hari akhir. Pemimpin akan ditanya tentang amanah kepemimpinannya, apakah digunakan dengan benar atau tidak. Islam telah melarang keras seorang pemimpin untuk mengkhianati amanah yang diembannya.

Allah Swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” (QS Al-Anfal: 27).

Sistem Islam akan membentuk para pemimpin menjadi amanah. Karena Islam mempunyai mekanisme dalam pemilihan pemimpin yang terbaik. Asas dalam pemilihan pemimpinnya adalah akidah Islam. Akidah inilah yang akan menuntun para politisi dalam berperilaku politik. Sehingga searah dengan tuntunan syariat yang tidak akan menghalalkan segala cara.

Para politisi akan sadar bahwa setiap tindakan dalam politik akan dipertanggungjawabkan, bukan hanya pada manusia, tetapi juga pada Allah Swt.. Itu sebabnya, para politisi akan mempunyai profil yang jujur, bertakwa, serta hati-hati (warak) dalam melakukan segala hal. 

Sehingga tidak akan ada kebohongan apalagi melakukan fitnah kepada lawan politiknya. Juga tidak diperlukan trik dagang sapi atau trik tipu-tipu lainnya.

Pemilihan dalam Islam

Dengan berasas akidah Islam, pemilihan pemimpin dalam Islam akan berjalan tertib, lancar, serta akan penuh kebaikan, termasuk dalam interaksi para pendukungnya. Tidak akan ada konflik maupun perpecahan di antara para pendukung calon penguasa. Untuk itulah, dalam pemilihan pemimpin di sistem Islam akan mewujudkan keberkahan, yaitu akan bertambahnya kebaikan pada umat.

Demikianlah sejarah menunjukkan, seperti dalam pemilihan khalifah setelah wafatnya Khalifah Umar bin Khaththab ra.. Saat itu, ada dua calon pengganti yang kuat, yaitu Utsman bin Affan ra. dan Ali bin Abi Thalib ra.. Menariknya, setelah Utsman bin Affan ra. terpilih, dengan penuh keridaan Ali bin Abi Thalib ra. segera membaiatnya.

Telah dijelaskan dalam Shahih Al-Bukhari, bahwa Abdurrahman bin Auf membaiat Utsman bin Affan ra. dengan berseru, “Angkatlah tangan engkau, wahai Utsman.” Lantas ia membaiat Utsman ra., kemudian langsung disusul oleh Ali ra. yang juga membaiat Utsman ra. dan setelahnya, penduduk Madinah membaiat khalifah telah terpilih ini.

Masyaallah, begitu mudah, indah dan damai, untuk mendapatkan pemimpin terbaik dalam Islam. Inilah Sistem Islam yang tentunya kita dambakan demi menghasilkan pemimpin yang adil. 

Wallahualam bissawab.

Sabtu, 09 Desember 2023

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)






Hidup makin sulit, rakyat makin melarat, harga rumah makin melangit. Muncullah

istilah baru di tengah masyarakat "homeless millennial generation". Julukan ini muncul akibat fenomena kaum muda yang tidak mampu membeli rumah sebab harganya yang melangit.


Itulah yang terjadi, di berbagai daerah di Tanah Air, harga rumah terus naik. Akibatnya, banyak masyarakat yang masih sulit untuk memiliki rumah. Sedangkan, kecenderungan pengembang perumahan pun tidak akan menurunkan harganya, malah akan menahan harganya supaya tetap bisa mengejar keuntungan yang lebih besar. (Republika, 25/10/2023)

 


Harga Membumbung Tinggi



Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah mengatakan bahwa, harga rumah sudah dipastikan tidak akan pernah bisa turun. Malah kemungkinan harganya akan terus membumbung tinggi.


Hal ini disebabkan, akibat dari naiknya biaya pembangunan rumah, seperti bahan bangunan (pasir, semen, besi, dan lain sebagainya).


Selain itu, ketersediaan atas lahan pun berkurang, baik lahan hunian di perkotaan maupun di perdesaan. Lahan perkotaan menjadi sempit diakibatkan banyaknya pembangunan mall, kantor-kantor, rumah mewah, hingga pabrik. Sehingga menjadikan harga tanah semakin melonjak tajam. 


Ditambah lagi terkait tanggung jawab urusan penyediaan rumah yang dilepaskan ke pihak swasta yang memang notabene berbasis bisnis. Sehingga yang dicari keuntungan besar sayangnya hal ini pun diamini oleh negara demokrasi.


Seperti yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Segara Institute "Kalau turun disinsentif bagi pengembang, kalau harga turun mereka (pengembang) tidak mau lagi bangun perumahan. Itu bahaya untuk kita," ujar Piter. (Republika, 25/10/2023).


Sedangkan, jumlah penduduk di negeri ini semakin bertambah banyak. Idealnya, kebutuhan akan perumahan jadi meningkat. Khususnya di wilayah perkotaan yang mempunyai kepadatan penduduk tinggi, akibat dari tingkat kelahiran dan juga urbanisasi. 


BPS memprediksi, pada 2023 ini saja, data menunjukkan penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan menjadi 66,6%. Ini menjadikan Jakarta sebagai kota terpadat dengan jumlah penduduk sebanyak 10 juta jiwa. (Tempo, 17/8/2023)


Namun sayangnya, pesatnya pertambahan penduduk itu tidak sebanding dengan kemampuannya dalam membeli rumah. Director Research & Consultancy Services Leads Property Martin Samuel Hutapea dalam Property Market Outlook 2023 (1-12-2023) mengatakan rata-rata orang Indonesia membeli rumah harus menyiapkan dana sekitar Rp1—2 miliar, bahkan bisa sampai dititik harga Rp5 miliar.


Jakarta menjadi wilayah dengan harga jual rumahnya yang paling tinggi, yakni Rp2,5 miliar, kemudian diikuti Bekasi (Rp1,5 miliar), selanjutnya Depok (1,8 miliar), lalu Bogor (Rp 0,9 miliar), dan Tangerang (Rp3,1 miliar). (CNBC Indonesia, 1/12/2023)


Data lain telah menyebutkan, bahwa setidaknya ada sekitar 81 juta milenial yang tidak mampu untuk membeli rumah. Ketidakmampuan ini lebih dikarenakan oleh kurangnya gaji yang didapatkan mereka. Sebab gaji yang didapat hanya cukup untuk biaya kebutuhan primer saja, seperti pangan dan sandang. 


Sehingga para generasi milenial ini pun tidak mampu menyisihkan uang untuk membeli rumah (papan). Ini artinya, generasi milenial yang homeless itu terjadi bukan karena mereka malas dalam bekerja atau malas untuk membeli rumah. Melainkan akibat imbas dari sistem yang diterapkan negara.


Ini Ulah Kapitalisasi


Sudah kita ketahui bersama, perumahan atau tempat tinggal lain seperti apartemen dan rusun, itu tidak disediakan sendiri oleh negara. Pemerintah menggandeng pihak luar yakni developer dalam mengerjakan proyek itu. Tentu bagi developer, ini adalah ajang bisnis yang sangat menjanjikan dan merupakan proyek strategis yang akan mendatangkan banyak cuan.


Dalam masalah bisnis, terutama di alam kapitalis, para pengusaha tentu tidak akan mau rugi. Mereka akan menaikkan harga berkali-kali lipat. Ditambah dengan jumlah lahan yang makin lama semakin sempit, tentu membuat harga tawar turut keseret naik.


Inilah keberadaan prinsip kapitalisasi di bidang papan (hunian). Pebisnis memanfaatkan kebutuhan dasar manusia agar bisa mendapatkan keuntungan yang besar. Mereka tidak akan peduli rakyat yang tidak mampu membeli, mau tidur di mana, kalau hujan berteduh di mana. Para pebisnis kapitalis itu hanya memikirkan cuan yang akan masuk ke rekeningnya.


Sedangkan, keberadaan program pemerintah, seperti halnya kerja sama dengan para pengembang, KPR, sampai adanya bantuan bedah rumah, hanya tampak sebagai solusi tambal sulam. Seolah pemerintah ingin jadi penyelamat dengan membuat program KPR, tetapi nyatanya yang terjadi program itu justru mencekik rakyat. Rakyat dipaksa untuk terjebak pada riba yang lamanya bertahun-tahun, hidup jadi tidak tenang karena dihantui cicilan utang pada tiap bulannya. 


Dengan segala kesulitan tersebut, terlihat negara berlepas tangan. Sikap pemerintah hanya sebagai penyedia regulasi. Kemampuannya hanya menghubungkan antara rakyat dengan para korporasi.


Solusi Islam


Jika mengharapkan sistem saat ini dengan para pengampunya bisa menyelesaikan masalah kehidupan rakyat. Seperti dalam persoalan hunian, maka yang ada ujungnya kita akan kecewa. Karena konsep dasar demokrasi-kapitalis bukan berpihak pada rakyat kelas bawah melainkan rakyat kelas kakap (yang bermodal atau memiliki uang).


Berbeda dengan Islam yang sangat serius terhadap kepengurusan terhadap rakyat karena itu titah Ilahi, yang wajib ditunaikan. Salah satunya dalam memperhatikan perihal pengadaan papan (hunian atau rumah). Dalam Islam tempat tinggal (papan) dipandang sebagai kebutuhan dasar bagi manusia yang wajib dipenuhi negara. 


Jika saat ini, pembangunan yang terjadi karena berorientasi pada kapitalistik, maka dalam Islam pembangunan yang terjadi orientasinya adalah mengurusi kebutuhan rakyat.


Islam yang merupakan agama sempurna yang punya panduan khusus untuk mengatasi permasalahan tempat tinggal. Islam pun memiliki konsep unggulan dalam mengurusi rakyat diantaranya adalah: 


Pertama, Islam mewajibkan setiap laki-laki untuk bekerja. Negara akan menyediakan lapangan kerja, baik dengan membuka lapangan pekerjaan yang baru, atau memberikan lahan untuk diolah, atau memberikan modal untuk usaha. Dengan begitu masyarakat akan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.


Kedua, apabila ada rakyat yang tidak mampu untuk bekerja dikarenakan alasan yang syar’i. Maka sudah menjadi kewajiban keluarganya untuk membantu memberikan tempat tinggal dan pakaian hingga memberikan makanan. 


Ketiga, apabila pihak keluarga tidak mampu melakukannya, maka hal itu akan menjadi tanggung jawab bagi negara untuk menyediakan hunian. Tempat tinggal tersebut bisa dibangun dari keuangan negara atau harta milik umum, dan kebijakan pemberiannya sesuai dengan ijtihad para ulama yang ditabani (diadopsi) oleh negara. Rumah yang sudah disediakan negara dapat dijual dengan harga yang terjangkau, disewakan, atau bahkan diberikan cuma-cuma.


Selain konsep aturan di atas, Islam juga memiliki kebijakan lain yang akan mendukung rakyat untuk mempunyai rumah. Kebijakan itu di antaranya adalah larangan untuk menelantarkan tanah, mengatur sebab-sebab dalam kepemilikan tanah, mengelola tanah ash-shawafi yaitu tanah yang tidak ada pemiliknya untuk dijual, dikelola, atau diberikan kepada yang membutuhkan.


Kemudian negara juga akan mengelola harta milik umum yang hasilnya akan dikembalikan pada pemiliknya yakni rakyat. Negara hanya akan melakukan transaksi yang halal dan tidak ribet. Hanya saja, semua itu hanya dapat terwujud pada negara yang menerapkan aturan Islam semata.


Wallahualam bissawab.

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)





Prestasi demokrasi hanya mampu menghasilkan pencitraan negeri. Itulah yang terjadi mulai dari ajang pemilu hingga kasus Karhutla.


Seperti yang dilakukan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Erick Thohir, di Dubai. Menko Marves Ad Interim Erick Thohir memamerkan aksi nyata RI dalam mengatasi masalah iklimnya, salah satunya persoalan kebakaran hutan (Karhutla).

"Kami melakukan yang terbaik dalam pencegahan kebakaran hutan. Saat ini, hampir seluruh luas kebakaran hutan (di Indonesia) sudah berkurang secara signifikan sebesar 82 persen dari 1,6 juta hektare pada 2019 menjadi 296 ribu hektare di 2020," gumam Erick dalam sambutannya di Expo City Dubai, UEA, pada Kamis (30/11).

Kendati, Erick menampilkan data yang menunjukkan kebakaran hutan kembali meningkat di Indonesia tahun 2021. Saat itu, setidaknya 358 ribu hektare hutan terbakar. (cnnIndonesia.com, 1/12/2023)

Itu menunjukkan sebenarnya Karhutla belum bisa benar-benar diberantas tuntas.


Walaupun karhutla tidak lagi dipicu kabut asap lintas batas, namun rakyat Indonesia tetap masih merasakan dampak buruknya. Tentu sangat miris melakukan pencitraan di negara lain dan melupakan dampak yang sedang menimpa rakyatnya sendiri di tanah air.


Terjadi Berulang

Derita yang dialami rakyat terjadi berulang. Apabila musim panas terjadi kekeringan dan kebakaran sementara jika musim hujan kebanjiran. 


Semua itu terjadi bukan sekadar akibat dari faktor cuaca. Seperti pada kasus karhutla yang berulang terjadi, sejatinya lebih diakibatkan karena unsur kesengajaan dari pihak perusahaan/korporasi untuk membakar hutan dan lahan. Tentu dari sisi ini saja, kita patut untuk mempertanyakan bagaimana keseriusan pemerintah dalam mengatasi karhutla. Tuntutan ganti rugi materi atau administratif tidak sepadan dibandingkan dengan kerusakan yang timbul akibat pembakaran hutan. 


Akibat Kapitalis


Persoalan Karhutla merupakan dampak dari tegaknya sistem kapitalis. Kapitalisasi hutan atas nama konsesi. Eksploitasi hutan secara ugal-ugalan yang dimulai sejak terbitnya UU 5/1967 terkait Ketentuan Pokok-Pokok Kehutanan. Sejak diberlakukannya UU ini, penguasa dan juga anteknya (para konglomerat) menjadi penentu untuk izin pengelolaan hutan. Dari situlah maka kapitalisasi dan eksploitasi hutan mulai terjadi.


Meski awalnya, terbitnya UU tersebut agar sumber daya hutan mempunyai peran memutar roda perekonomian rakyat. Sehingga, pemerintah sangat mengakomodasi segala jenis usaha pengolahan hasil hutan dengan cara pemberian konsesi hak pengusahaan hutan, dan adanya hak pemungutan hasil hutan, sampai pada konsesi hutan tanaman industri.

Memang mulanya mendongkrak perekonomian, namun ujungnya, hutan Indonesia digarong korporasi dengan melakukan eksploitasi serampangan yang akhirnya memunculkan banyak konflik sosial serta bencana ekologis. Sudah puluhan tahun UU ini berjalan tanpa ada upaya lebih maksimal dari pemerintah dalam menyelesaikan dampak dari diterapkannya UU tersebut.


Jadi apapun yang dilakukan pemerintah tidak menghasilkan apa-apa jika regulasi yang mengapitalisasi hutan masih tetap diberlakukan. Walaupun ada menetapkan sejumlah kebijakan ketat dari pemerintah dalam pengelolaan hutan, namun sayangnya hal itu pun berjalan hanya sebatas formalitas dan basa basi semata. Nyata, fakta yang ada kerusakan hutan semakin meluas yang diakibatkan dari pembukaan lahan dan juga pengalihan fungsi lahan.


Hal itu sejalan dengan adagium kapitalisme, “Modal sekecil-kecilnya, untung sebesar-besarnya,” Tentu bagi para kapitalis, mengambil cara termurah dan terhemat akan lebih dilakukan meski berdampak pada kerusakan lingkungan. Cara itu adalah dengan pembakaran hutan untuk membuka lahan baru.


Para kapitalis tidak akan peduli perbuatannya bisa merusak lingkungan dan masyarakat harus menanggung deritanya dengan harus merasakan kepulan asap hasil karhutla. Keserakahan kapitalis ini dan juga produk hukum dari asas ideologi kapitalisme-lah yang membuat bencana besar bagi negeri ini.


Di lain sisi, dalam penegakan hukum kepada para penggarong hutan tampak sangat tumpul. Negara sangat terlihat lemah dan tidak berdaya dalam melawan korporasi. Padahal perencanaan terhadap hutan diawali dari kebijakan penguasa yang telah mengamini kepentingan para korporasi melalui adanya konsesi hutan. 


Padahal, hutan adalah SDA milik umum. Tetapi, kapitalisme telah mengubah paradigma itu dengan menganggap bahwa hutan sebagai SDA yang boleh dikelola secara bebas. Baik oleh individu ataupun swasta. Alhasil, selama seseorang punya modal dan juga kekuasaan, ia punya hak untuk memiliki apapun, termasuk mengambil alih harta milik umum salah satunya perhutanan.


Paradigma dalam Islam 


Kerusakan yang terjadi saat ini merupakan akibat dari paradigma kapitalisme, salah satunya kesalahan dalam pengelolaan hutan yang terus berlangsung hingga sekarang. Itulah demokrasi, prestasinya hanya sebatas klaim dan pencitraan, tidak sampai pada serius mengurus dan melindungi rakyatnya.


Berbeda dengan Islam yang mewajibkan negara untuk menjaga dan melindungi rakyat dengan semaksimal mungkin.  Seluruh permasalahan harus diselesaikan dari akar masalahnya bukan sekadar pencitraan.

Paradigma dalam Islam. Nabi saw., dalam sabdanya mengatakan, “Manusia berserikat dalam kepemilikan atas tiga hal yakni, air, padang gembalaan, dan api.” (HR Imam Ahmad)


Hutan adalah bagian dari kepemilikan umum yang artinya tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang atau individu. Islam memerintahkan agar kepemilikan umum ini hanya boleh dikelola oleh negara dan hasilnya menjadi hak bagi rakyat untuk dimanfaatkan.


Haram bagi negara memberikan kewenangan pengelolaan hutan kepada swasta. Negara hanya boleh mempekerjakan swasta dalam mengelola hutan. Akad yang berlaku adalah akad kerja, bukan akad kontrak karya.


Sementara dalam aspek pengelolaan lahan, kembali lagi pada hukum syara dalam hal kepemilikan lahan. Bahwa, setiap individu boleh memiliki lahan sesuai jalan yang telah dibenarkan menurut syariat. Pemilik lahan harus mampu mengelola lahannya secara produktif, tidak boleh ditelantarkan hingga lebih dari tiga tahun. Jika hal tersebut terjadi maka status lahan itu berubah menjadi tanah mati. Kemudian negara akan memberikan lahan tersebut kepada siapa saja yang lebih dahulu mampu menggarap dan menghidupkan tanah mati itu. Kemudian, dalam pengelolaan lahan tidak boleh dengan cara pembakaran atau menghilangkan unsur hara ataupun merusak ekosistem.


Dalam paradigma Islam, negara akan mengembangkan kemajuan iptek seperti dalam bidang kehutanan. Supaya pengelolaan hutan dan lahan bisa dioptimalkan sebaik-baiknya tanpa harus mengganggu apalagi merusak ekosistem. Negara juga akan memberikan sanksi yang sangat tegas bagi pelaku perusakan alam dan lingkungan. Sanksi tersebut sesuai hukum Islam yang akan berefek jera.


Semua ini tidak bisa berjalan jika sistem dan juga produk hukum negeri ini masih berkiblat pada ideologi kapitalisme. Penyelesaian kasus karhutla hanya akan tuntas dengan mengganti semua perangkat dan produk hukum yang berasaskan pada kapitalisme dengan paradigma Islam.


Ketaatan dan ketundukan pada hukum Allah Taala lah yang akan mendatangkan kebaikan juga keberkahan atas negeri ini. Dengan penerapan sistem Islam secara kafah, SDA yang berlimpah, termasuk hutan di dalamnya, akan memberikan kemaslahatan serta kebermanfaatan bagi seluruh umat manusia di muka bumi. 


Sehingga pemerintah tak perlu bersusah payah dalam membangun citra yang nol aplikasi. Karena sudah pasti jika pemerintah mengemban, menerapkan, dan menjaga hukum Allah. Maka Allah akan mengangkat harkat dan martabat negara di mata rakyatnya.

Wallahualam bissawab.




 

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)



Hidup di alam bebas demokrasi, membentuk pribadi lupa diri, demi terpenuhi apa yang ingin dibeli, judi online pun jadi sarana mendapatkan cuan. Mirisnya hal tersebut tidak hanya menimpa orang dewasa bahkan marak terjadi pada anak. 

Seperti yang terjadi pada klinik KiDi spesialis anak di Pejaten, Jakarta Selatan. Dalam sepanjang tahun ini saja klinik tersebut tengah menangani hampir 50 anak yang kecanduan judi online. Pasien anak-anak ini yang awalnya dari kalangan remaja SMA dan SMP. Namun, dalam tiga bulan terakhir justru mereka lebih banyak menangani anak-anak SD kelas 5 dan 6, yang kebanyakan dari keluarga menengah atas.

Sejumlah anak dengan usia sekolah dasar tersebut didiagnosis telah kecanduan judi online. Uang saku yang diberikan orang tua digunakan untuk berjudi. Jika uang mereka habis karena kalah judi, perilaku bocah-bocah itu menjadi tidak terkendali.

Para streamer game menjelaskan dalam konten live streamingnya, mereka secara terang-terangan mengaku mempromosikan situs slot judi. Sementara, Kominfo mengatakan sejak Juli-November 2023 sudah menghapus dan juga memutus akses pada 512.432 konten/situs judi online. (BBC Indonesia, 27/11/2023)


Dampak Terpapar Judi Online


Kemudahan anak-anak dalam mengakses Internet yang tidak pernah putus. Membuatnya mudah menemukan banyak hal. Salah satunya bisa mengetahui judi slot dari streaming game di YouTube.


Uang saku yang diberikan orang tua baik tunai ataupun uang elektronik untuk didepositokan. Apalagi sekarang ini untuk deposit slot atau pasang taruhan tidak harus pakai rekening bank. Bisa dengan berbagi pulsa atau mengirim uang elektronik dengan nominal Rp10.000.


Jika uang mereka habis gara-gara kalah judi, perilakunya jadi tidak terkendali. Seperti ngamuk, banting-banting barang, lebih sensitif, bawaannya spaneng (stres) terus misalnya saja kena senggol sedikit langsung meluap-luap.


Akibat dari terpapar judi online juga para bocah itu disebutkan lebih boros, sering uring-uringan, mereka tidak bisa tidur dan makan, sering menyendiri, dan performa belajarnya pun terganggu. Indikasi itu mengarah pada kecanduan game online. Keterangan tersebut disampaikan oleh dokter spesialis yang tengah menangani anak-anak tersebut.


Di tingkat usia sekolah dasar, anak-anak belum mampu menalar dengan benar. Mereka tidak bisa memilih dan menentukan mana yang baik dan buruk. Sehingga jika ditawarkan judi online dengan kemiripan seperti game, anak-anak itu tidak tahu bagaimana bahayanya.


Kualitas hidup mereka dalam jangka panjang akan semakin terpuruk. Hal-hal buruk bisa menimpa kapan saja. Mulai dari tidak ada lagi gairah hidup, tidak bisa fokus dalam bekerja, hingga akan terlilit utang, dan yang paling fatal bunuh diri. 


Fenomena tersebut membuat, Pengamat keamanan siber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, turut angkat bicara. Ia mengatakan pemerintah harus menyeriusi dalam penanganan kasus judi online ini. Karena yang menjadi target bukan lagi orang dewasa, tetapi generasi muda. Jika dibiarkan, Pengamat keamanan siber tersebut meyakini bahwa masa depan mereka bakal hancur.


Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Nezar Patria, mengakui bahwa perang terhadap judi online itu sangat berat sehingga Nezar, akan membentuk satuan tugas yang di dalamnya terdiri dari kepolisian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).


Tentu persoalan ini sudah sangat krusial. Karena penetrasi digital sudah sangat masif. Jangan sampai tinggal menunggu waktu saja semuanya kecanduan judi online.


Akses Diputus


Bagi Bandar judi, Cuan yang dihasilkan dari slot online terbilang sangat fantastis. Seperti salah satu platform judi, Higgs Domino Island, yang memiliki putaran uang hingga mencapai Rp2,2 triliun dalam per bulan, sehingga dalam setahun bisa meraup untung setidaknya Rp 27 triliun.

Jadi wajar meski sudah banyak di-take down (diputus aksesnya), tetap terus tumbuh di dunia virtual. Bagai istilah mati satu tumbuh seribu situs. Jika demikian, bagaimana kondisi generasi muda akibat dari kecanduan judi online? Merekalah yang menjadi sasaran menguntungkan bagi para bandar judi.

Klaim pemerintahtelah bertanggung jawab karena sudah memutus akses 40 ribu platform judi online. Total dari pemberangusan platform judi slot itu sejak Juli 2018 hingga 7 Agustus 2023 sudah mencapai 886.719 konten. Dalam setiap harinya, ada sekitar pemutusan 1.500—2.000 situs dan juga puluhan aplikasi, termasuk di dalamnya aplikasi game judi online.


Namun, apakah pemutusan bisa menghasilkan dampak positif bagi masyarakat? mengingat dalam pemutusan akses platform judi online tersebut masih tebang pilih? Ditambah, dalam hitungan detik, terus bermunculan banyak situs judi online baru. Bahkan, para pengakses judi online banyak yang menggunakan virtual private network (VPN) yang dapat memanipulasi koneksi jaringan supaya tetap bisa mengakses situs-situs yang telah diblokir.


Menurut Dirjen Aplikasi dan Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, para bandar judi online selalu membuat situs baru setiap kali diblokir karena mudah dalam berganti-ganti domain. Sedangkan, para agen judi online jarang diproses hukum. Jika pun ada, hukumannya ringan. Ada kesan penangkapan hanya sekadar formalitas dalam pemberantasan judi saja atau sekadar untuk meminta upah yang lebih besar. Alhasil, judi online alih-alih terpangkas malah makin meluas, masa depan generasi pun turut menjadi korban.


Imbas Sistem


Komisioner KPAI Jasra Putra,  mengatakan anak-anak dijadikan  sasaran oleh para bandar judi karena banyak hambatan jika ke orang dewasa. Celah penarik judi online dimanfaatkan dengan memasang beragam gambar figur, artis, kartun, dan juga isu kekinian.


Memang begitulah wajah asli dari kapitalisme. Demi bisa menghasilkan keuntungan, siapapun akan dimangsa tidak peduli meski ia anak-anak, juga meski harus merusak generasi bangsa.


Dalam penelitian Komisi Perjudian Inggris pada 2021 telah mengungkapkan bahwa anak-anak dan remaja sangat berisiko tinggi mengalami gangguan yang diakibatkan dari perjudian. Ada sekitar 350 juta orang di seluruh dunia menunjukkan perilaku perjudian yang bermasalah dalam setiap tahun, hanya 10% dari mereka yang tengah mempertimbangkan pilihan menerima perawatan medis. (hidayatullah[dot]com)


Korban judi online terus bermunculan terutama dari kalangan anak-anak. Pemerintah cuma mengatakan kerugian dari sisi materi/uang. Namun, tidak berupaya untuk memberikan tindakan preventif dan kuratif yang sistemis. Adanya tindakan pemutusan akses pun, dilakukan tebang pilih dan beberapa dari situs judi masih dapat beroperasi. Sungguh penyelesaian masalah ini sangat mustahil bisa tuntas dalam sistem demokrasi kapitalisme.

Bayangkan, jika generasi penerus mengalami kerusakan akibat judi online. Maka generasi emas yang amat didambakan bangsa menjadi omong kosong belaka. Bisa dipastikan bangsa ini akan kehilangan masa depan terbaik sebab generasinya telah rusak secara sistemis.

Syari'at Penuntas 


Jika dalam kapitalisme, industri perusak manusia bisa terus tumbuh subur. Industri miras, pornografi dan pornoaksi, pinjol, termasuk di dalamnya industri judi online. PPATK melaporkan nilai transaksi judi online mencapai sekitar Rp155 triliun. Penghasilan bagi bandar judi online mencapai Rp3 miliar dalam satu hari.


Iwan Januar, selaku Direktur Siyasah Institute, mengatakan rakyat Indonesia mengidap kanker akut yang bernama judi online. Jika begitu, darurat kanker akut ini hanya bisa diobati dengan syariat.  Negara harus menempuh beberapa solusi untuk bisa menyelesaikan judi online pada anak, diantaranya adalah:


Pertama, pembina terhadap masyarakat, khususnya anak, dengan pembinaan pemikiran yang benar bahwasanya judi adalah perbuatan haram. Tidak hanya merugikan diri sendiri dan orang lain, tetapi juga dilarang dalam agama (Islam) jadi berdosa.


Kedua, Dengan melakukan rehabilitasi pada anak yang telah kecanduan, dengan mengarahkan dan membimbing mereka supaya tidak kembali terpengaruh dengan aktivitas judi online. Selain adanya peran orang tua, masyarakat dan negara juga wajib ikut bertanggung jawab melakukan untuk pengawasan. 


Ketiga, negara wajib bertindak tegas kepada bandar, pemain, ataupun para pembuat situs judi online. Juga memberikan sanksi yang bisa membuat mereka jera sampai tidak ada lagi celah untuk mengakses judi, baik offline ataupun online.


Allah telah tegas dalam mengharamkan judi (maisir). Firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).


Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kerusakan generasi akibat dari judi adalah dengan tegaknya syariat Islam. Generasi di dalam Islam akan terbina dengan pemikiran Islam. Akan memiliki akidah dan kepribadian Islam yang kukuh. Serta akan mampu berprestasi dalam akademik dan juga bermanfaat bagi umat. Bukankah itu yang kita damba?

Wallahualam bissawab.

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts