SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Minggu, 28 April 2024

Oleh. Erni

(Penulis dan Aktivis Kota Blora)


Harga gula semakin melejit tembus Rp 17.500,-. Hal ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan melalui Badan Pangan Nasional (BAPANAS) yang berlaku hingga akhir bulan Mei 2024.


Kebijakan tersebut membuat beban rakyat semakin berat, karena bukan hanya harga gula yang mahal tapi harga kebutuhan pokok lainnya juga naik seperti harga bumbu dapur & gas elpiji. Ini berlangsung bersamaan dengan momen hari raya Idul Fitri, dimana kebutuhan bahan pokok tersebut banyak dibutuhkan oleh rakyat.


Mahalnya harga gula bukanlah karena momen Idul Fitri tetapi harga gula sudah merangkak naik sejak akhir tahun 2023 dan terus naik hingga saat ini.  


BAPANAS menaikkan harga gula lantaran adanya permintaan dari Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) terhadap harga acuan pembelian (HAP) bahan-bahan pokok seperti beras dan gula. Dan kenaikan tersebut bersifat sementara untuk mencegah kelangkaan stok.


"Sudah kita berikan relaksasi gula jadi Rp 17.500 per kilogram sampai 31 Mei," ucap Kepala BAPANAS Arief Prasetyo di kantor BAPANAS, Kamis (18/4). (CNN Indonesia 20/04/2024).


Disisi lain, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyebut, kenaikan harga gula di tingkat konsumen terjadi karena ketersediaannya yang kurang, ditambah pemerintah tidak memiliki stok atau cadangan gula nasional. Sehingga saat harga gula tengah bergejolak seperti saat ini, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi harga. (CNBC Indonesia 19/04/2024)


Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea Cukai yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2023 Indonesia mengimpor gula sebanyak 5,06 juta ton, merosot 15,67% dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). (Databoks, 21/03/2024)


Sungguh tragis, Indonesia yang pernah menjadi eksportir gula kedua terbesar di dunia di tahun 1929 - 1930, namun saat ini menjadi importir terbesar di dunia. 


Dampak kekeringan ekstrem akibat El Nino diduga menjadi salah satu sebab menurunnya produktivitas tebu hingga larangan ekspor gula dari negara India yang selama ini menjadi salah satu eksportir gula untuk Indonesia.


Dari segi luas lahan, di tahun 1930 dengan luas lahan 200 ribu hektar bisa menghasilkan tebu 3 juta ton per tahun. Namun kondisi saat ini dengan luas lahan 500 ribu hektar hanya mampu menghasilkan tebu 2.4 juta ton per tahun. 


Harusnya dengan luas lahan 500 ribu hektar Indonesia sudah bisa surplus dalam mencukupi kebutuhan gula nasional, tidak perlu impor, tinggal bagaimana caranya yang 500 ribu hektar tersebut bisa dinaikkan produktivitasnya.


Namun kondisi sekarang negara lebih memilih dagang daripada produksi, sehingga kebijakannya mengarah pada impor.


Sistem kapitalisme telah menjerat negeri ini. Produksi dan ketersediaan gula nasional dilakukan oleh pihak swasta, yang pastinya mengedepankan keuntungan daripada kemaslahatan rakyat. 


Negara hanya menjadi regulator dan tidak bisa mengambil langkah disaat harga gula bergejolak, karena proses dari hulu ke hilir dikendalikan oleh pihak swasta.


Sangat jauh berbeda saat sistem Islam yang menjadi acuan dalam mengatur ketersediaan pangan termasuk gula. Khalifah (kepala negara) akan mengatur kecukupan kebutuhan gula nasional sebagai bentuk ri'ayah kepada umat. 


Negara melakukan riset yang sungguh-sungguh terkait dengan intensifikasi mulai dari pengolahan lahan hingga efisiensi pupuk dan penggunaan teknologi pertanian yang baik. 


Negara juga memberi insentif untuk produktivitas, sehingga gula sebagai kebutuhan pokok bisa didapat dengan mudah dan murah baik oleh rumah tangga maupun industri termasuk ketersediaannya.


Khalifah memastikan rantai pasok gula terkendali sehingga memperkecil celah terjadinya penimbunan atau kecurangan serta memperhatikan peremajaan pabrik gula agar produktivitas berjalan lancar.


Wallahualam bissawab. 


0 comments:

Posting Komentar

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts