Oleh. Sendy Novita, S.Pd, M.M
(praktisi pendidik)
Sebanyak 5.931 warga binaan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Sulawesi Selatan mendapatkan remisi khusus Idulfitri diantaranya 14 orang dinyatakan bebas. Dijelaskan Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sulsel Liberti Sitinjak, warga binaan yang menerima remisi terdiri dari Remisi Khusus (RK) I dan RK II. (Makassar, CNN Indonesia, Rabu 10/4). Warga binaan terbanyak yang memperoleh remisi berada di Lapas Kelas I Makassar dengan jumlah 779 orang warga, dengan harapan pemberian remisi dan pengurangan masa pidana ini menjadi semangat bagi warga binaan untuk berkarya.
Pemberian remisi pada hukum di Indonesia memang bukan hal baru. Hal ini telah berlangsung jauh sebelumnya sehingga menjadi wajar dan biasa diberikan saat narapidana berbuat baik dalam lembaga pemasyarakatan. Hanya saja perlu kita lihat lebih dalam, apakah pemberian remisi ini mampu membuat pelaku menjadi jera sehingga dapat mengurangi kriminalitas di negara kita? atau justru menjadi rujukan bagi masyarakat lain bahwa mereka bisa saja meniru dan melakukan hal yang sama?
Bagi sejumlah pengamat hukum, sistem hukum pidana di Indonesia memang dinilai tidak adil karena tidak adanya timbangan baku dalam menilai keadilan di dalam sistem hukum pidana itu sendiri. Tidak rasionalnya beban pemidanaan menjadi salah satu contoh carut marutnya hukum pidana di Indonesia. Menurut T.J Gunawan penulis buku “Konsep Pemidanaan Berbasis Nilai Kerugian Ekonomi” di Surabaya, perlakuan hukuman terhadap pelaku kejahatan di Indonesia tidak diukur berdasarkan besar kerugian ekonomi yang ditimbulkan karena hukuman pencuri ayam sama dengan penjahat kelas kakap, Sabtu ( suarasurabaya 6/6/2015). Sementara itu, menurut Juniver Girsang dari Dewan Pengurus Perhimpunan Advokat Indonesia menuturkan perlunya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menurutnya sudah tidak relevan untuk digunakan pada masa sekarang.
Sistem Hukum Islam
Sistem hukum saat ini tentu saja gagal menciptakan suasana aman di tengah-tengah masyarakat. Sementara, sistem hukum Islam bersifat khas, berorientasi pada aspek preventif dengan sistem sanksi yang berefek jera karena seluruhnya berdasarkan pada syariat, bukan hanya pertimbangan manusia. Hukum Islam menjamin kehidupan masyarakat yang jauh dari kejahatan melalui aspek preventif dan kuratif.
Aspek preventif tercermin dari adanya sejumlah syariat yang harus kaum muslim patuhi. Pemahaman mengenai konsep baik dan buruk, terpuji dan tercela menjadi kontrol bagi manusia dalam bertindak. Pemahaman ini juga membuat manusia selalu menghadirkan kesadaran akan hubungannya dengan Allah dalam beraktivitas.
Maka, ketakwaan individu yang hadir di setiap anggota masyarakat menjadi kendali untuk menjauhi apapun yang Allah larang. Ini kontras dengan sistem hidup sekuler saat ini yang menafikan adanya pengawasan Allah dalam aktivitas sehari-hari.
Dalam sistem Islam adanya amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat bisa meminimalisasi kejahatan. Sebaliknya, sifat individualis yang ada di masyarakat sekuler hari ini semakin membuat suburnya kriminalitas. Jangankan peduli, masyarakat justru diam dengan kejahatan di depan mata. Inilah ciri masyarakat yang sakit, akibat dari sistem sekuler.
Peran Negara
Hal terpenting dalam pelaksanaan sistem sanksi adalah peran negara. Negaralah yang harus memastikan warganya tetap dalam bingkai hukum syara. Membiarkan pelanggaran berarti berkhianat terhadap Allah dan Rasul. Negara bertugas memastikan jalannya sanksi sesuai kasus yang terjadi. Baik itu pelanggaran hudud, jinayah, takzir maupun mukhalafat. Sistem pembuktian terhadap pelanggaran dilakukan sebagai implementasi dari pelaksanaan syariat.
Atas dasar ini, pelaksanaan sanksi menjadi konsekuensi atas pelanggaran yang terjadi. Keharusan negara dalam menjaga jiwa, harta, darah, agama, dan keturunan menjadi spirit penegakan hukum tanpa pandang bulu. Dasar hukum yang bersumber dari Allah dan Rasul membuat penerapan hukum dalam sistem pemerintahan Islam diliputi suasana keimanan. Hal ini berbeda dengan kondisi saat ini. Sistem hukum yang bersumber dari pola pikir manusia, terbukti banyak masalah, pertentangan dan tidak mampu menjamin keamanan warganya.
Sistem hukum Islam juga tidak hanya berdimensi dunia, tetapi juga pada akhirat. Hukum yang diberikan kepada pelaku kejahatan dapat mencegah terjadinya tindak kejahatan lainnya, sekaligus sebagai penebus dosa bagi pelaku. Sistem hukum Islam memberikan kehidupan dan memberi jaminan hidup bagi umat manusia. Inilah mengapa tindak kejahatan pada masa kekhalifahan Islam sangat minim. Jika sistem hukum sekuler warisan penjajah terbukti banyak masalah, memilih sistem Islam adalah pilihan yang tepat dan akurat.
Wallahualam bissawab.
0 comments:
Posting Komentar