SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Minggu, 23 Juli 2023

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)



Ragam Formula - Hari Anak Nasional (HAN) yang diperingati setiap tahun tampaknya tak membawa perubahan berarti dan mendasar. Seolah hanya sekadar seremonial belaka. Buktinya setiap tahun kasus kekerasan terhadap anak bukan berkurang atau berhenti, tetapi semakin "menggila" dan menggejala.


Anak-anak terzalimi tidak hanya oleh orang lain atau orang asing. Bahkan oleh orang terdekatnya sendiri seperti teman, guru, hingga keluarga, bahkan orang tuanya sendiri. Ini menunjukkan persoalan terhadap tidak berdiri sendiri. Melainkan imbas dari problematika lain.


Untuk itu, harus cermat dalam menganalisa faktor penyebabnya. Agar tepat dalam menentukan penyelesaiannya. Tidak hanya sekadar uji coba atau bahkan melakukan hal yang jauh dari solusi yang seharusnya dilakukan.


Persoalan Mendasar


Persoalan mendasar atas kejahatan seksual anak sejatinya lahir akibat diterapkannya sistem hidup yang jauh dari konsep aturan Islam. Sekularisme (sistem yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan berbangsa dan bernegara ini) berdampak sangat luas. Hingga pada kasus terhadap anak yang tak pernah berhenti bahkan bertambah setiap saat.


Jauhnya individu dari nilai agama (sekuler) menjadi faktor mendasar yang selalu membuatnya gamang dan hilang kendali. Faktor sekularisme ini juga yang membuat budaya liberal semakin mendarah daging di benak masyarakat. Pelaku kekerasan pada anak melakukan hal itu semata ingin melampiaskan syahwatnya. 


Mereka kehilangan kontrol baik secara perasaan tentang masa depan anak. Maupun akal sehat dengan patokan agama, haram dan dosa. Sehingga tidak peduli pada anak didik, atau bahkan terhadap anak kandung sekalipun! Para pelaku, tindak kejahatan pada anak merasa bebas melakukan apa saja.


Liberalisme akut telah diidap masyarakat saat ini. Terlebih lagi, makin maraknya penyakit sosial. Seperti pedofilia yang semakin menambah kekhawatiran akan nasib generasi.   


Budaya liberal juga membuat anak-anak bebas dalam melakukan apa pun yang mereka sukai. Seperti, pacaran, perundungan, seks bebas, bahkan hingga L687. Seolah menjadi hal biasa di tengah maraknya kejahatan seksual. 


Pakaian tidak menutup aurat, serba seksi makin digandrungi anak-anak muda. Mereka juga bebas berkeliaran malam hari demi nongki di tempat-tempat keramaian dan hiburan. Bukankah ini menjadi pintu terjadinya kejahatan seksual?


Lantas, ke mana keluarganya, ayah juga ibunya? Lagi-lagi, akibat sekularisme menjadikan orang tua memiliki akidah yang amat tipis. Tidak menjadikan halal dan haram sebagai patokan dalam mengatur dan mendidik anak. 


Bahkan ortu zaman sekarang tak jarang ikut-ikutan phobia terhadap agamanya sendiri. Mereka lebih takut jika anaknya memakai jilbab dan berkerudung besar, aktif ngaji dan tidak pacaran. Selain takut terkontaminasi radikalisme juga takut anaknya tidak mendapat jodoh. 


Padahal dengan pacaran dan mengumbar aurat belum tentu juga dapat jodoh. Meski dapat jodoh pun, pastilah jodohnya bukan jodoh yang baik, taat agama. Hal pasti yang terjadi adalah ortunya ikut berdosa akibat kemaksiatan anaknya. Ditambah hal buruk lainnya juga bisa terjadi. Seperti perzinaan, hamil di luar nikah, hingga pembunuhan. 


Selain itu, atas nama liberalisasi juga banyak ayah dan ibu tidak mengerti bagaimana cara pengasuhan yang benar. Anak tidak mendapatkan edukasi dari dalam rumah. Karena ayah dan ibunya sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.


Terpenuhinya kebutuhan fisik seolah-olah menjadi satu-satunya kebutuhan. Padahal, seharusnya rumah menjadi tempat untuk menyemai kasih sayang. Juga penancapan ilmu, terutama ilmu agama bagi anak untuk bisa mengarungi kehidupannya.


Kebanyakan Ayah dan ibu juga menyerahkan anak begitu saja kepada lembaga pendidikan. Sementara kebanyakan lembaga pendidikan di sistem saat ini tidak lepas dari serangan pemahaman liberal. Lihat saja kerudung dan jilbab yang dijadikan kasus. Padahal telah jelas syariat untuk perempuan adalah menutup auratnya.


Alhasil, karena terbiasa berpakaian bebas ketimbang menutup aurat dengan sempurna. Anak pun menjadi enggan mengikuti aturan agama. Lebih percaya diri dengan aturan liberal dan sekuler.


Demikian juga dengan media yang turut tidak selamat dari liberalisasi. Bahkan cenderung menjadi corong semakin mendalamnya budaya di luar Islam ini diidap generasi. Anak-anak muda pun latah dalam mengekspresikan kebebasannya tidak lepas dari adanya peran media. Demikianlah, budaya kafir Barat masuk melalui media sosial tanpa filter, yang kini tidak bisa terpisahkan dari para pemuda.


Hal yang tak kalah mirisnya, ketika pemerintah malah menjadi pihak terdepan dalam mengaruskan budaya liberal. Dengan alasan untuk membangkitkan ekonomi, kawula muda dieksploitasi hingga benar-benar mereka kehilangan jati diri. Sungguh, pemandangan yang sangat mengiris hati tatkala dukungan malah mengalir deras pada kebebasan berperilaku.


Bagaimana Solusinya?


Setelah mengidentifikasi secara jelas, apa persoalan mendasarnya. Yaitu, sekularisme dan liberalisme. Maka solusi praktis untuk menyelesaikan kejahatan seksual pada anak adalah dengan membuang paham tersebut.


Setiap elemen harus Insyaallah sama untuk bahu-membahu. Dalam menyingkirkan budaya sekuler dan liberal di tengah masyarakat, khususnya generasi muda. Langkah awal adalah dengan menjelaskan tentang kerusakan pemahaman ini pada masyarakat.


Liberalisme yang telah lahir dari sekularisme ini adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini telah membuang agama dari benak umat dalam mengatur setiap tingkah lakunya dan membenarkan setiap perbuatannya meski terlarang dalam agama. Padahal, agama merupakan pegangan yang menyelamatkan umat manusia dari kerusakan.


Sebagaimana firman Allah SWT. dalam QS. Al-A’raf: 52 “Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur’an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” 


Keluarga harus menjadi tempat terpenting untuk mendidik generasi. Ibu pun perannya harus kembali pada syariat. Yaitu menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Kemuliaan akan dapat diraih oleh ibu yang bersungguh-sungguh dalam mengasuh anak-anaknya. 


Sedangkan, ayah harus giat dalam mencari nafkah. Serta berusaha untuk menjadi teladan terdepan bagi anak-anaknya. Anak yang kenyang dengan kasih sayang orang tuanya juga paham agama, tidak akan membiarkan dirinya melakukan perbuatan nista apa pun bentuknya.


Di sisi lain, sistem pendidikan wajib terdepan dalam menjauhkan generasi dari liberalisme. Yaitu dimulai dari menancapkan akidah pada peserta didiknya. Agar mereka tidak kehilangan jati diri. 


Sejak dini, anak-anak harus sadar akan tujuan hidupnya. Yaitu untuk mencari rida Allah Taala. Dengan ketakwaan itulah yang akan dapat mengantarkan mereka dalam perilaku yang selalu terikat syariat. Mereka akan berpikir terlebih dulu sebelum bertindak, juga mampu membedakan antara perbuatan mana yang mengundang murka dan yang mendulang pahala.


Selanjutnya hal yang tak kalah penting adalah peran negara. Pemerintah, harus menjadi yang terdepan dalam menjaga rakyatnya. Terutama, generasi muda, dari segala mara bahaya.


Sekularisme liberal adalah bahaya laten. Harus secepatnya diperangi dan dimusnahkan. Dengan cara menerapkan aturan Islam kafah dalam sistem pemerintahan, berbangsa, dan bernegara. 


Setiap kebijakan negara tidak boleh menyimpang dari ajaran Islam. Begitu juga dengan aturan yang diterapkan tidak boleh melanggar syariat. Juga sanksi yang ditetapkan harus berpedoman pada hukum syara, dengan sanksi tersebut akan mampu terampuninya dosa di akhirat dan menjerakan bagi yang lain.


Terakhir, negara wajib untuk menjaga suasana keimanan masyarakat. Dengan cara menerapkan kebijakan dan mengontrol media. Hal ini supaya generasi muda fokus dalam menjalankan misinya sebagai hamba mulia, bermanfaat bagi umat. 


Dengan begitu insyaAllah sirnalah kasus kekerasan pada anak. Generasi muda akan senantiasa mengisi hari-hari mereka dengan amal saleh. Yang akan mengantarkan pada tingginya peradaban manusia. Anak-anak bangsa akan menjadi anak yang berbudi luhur, kebanggaan negara. Anak sebagai agen perubahan pun akan mampu terwujud dalam naungan sistem Islam.


Wallahualam bissawab.





Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)





Ragam Formula - Hari Anak Nasional (HAN) tahun ini 2023. Mengusung tagline #BeraniKarenaPeduli. Makna dari tagline tersebut adalah anak menjadi agen perubahan dalam menyuarakan hak-haknya. Akankah mampu terwujud?


Serba-Serbi HAN 2023


Terbentuknya seremonial Hari Anak Nasional ini diinisiasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA RI) yang diperingati setiap tahun. Ahad tanggal 23 Juli 2023. adalah peringatan yang ke-39. 


Selain memiliki tagline: Anak Agen Perubahan, tahun 2023 ini HAN juga memiliki tema yang diusung oleh KemenPPPA RI. Tema tersebut adalah "Anak Terlindungi, Indonesia Maju".


Tak hanya tagline dan tema saja, HAN tahun ini juga dilengkapi dengan SubTema sebagai berikut:


Cerdas Bermedia Sosial Menuju Generasi Emas.


Mewujudkan Indonesia Layak Anak pada tahun 2030 dan Indonesia Menuju Generasi Emas pada tahun 2045 tanpa perkawinan dan kekerasan terhadap anak.


Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor


Membangun kepedulian dan kesadaran Anak Indonesia agar berani memperjuangkan/menyuarakan hak-haknya.


Pengasuhan Layak untuk Anak Indonesia


Mewujudkan pola asuh yang layak pada tumbuh kembang anak dan untuk mengupayakan pencegahan anak-anak Indonesia menjadi korban kekerasan serta diskriminasi.


Wujudkan Lingkungan yang Aman untuk Anak


Membangun kepedulian dan kesadaran orang tua, pengasuh, guru, masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah dalam upaya memenuhi hak dan mewujudkan perlindungan anak.


Stop Kekerasan, Perkawinan Anak dan Pekerja Anak


Mendukung semua keluarga kuat dan memastikan anak-anak tidak menjadi korban kekerasan, perkawinan anak dan pekerja anak.


Puncak Perayaan HAN 2023


Pemerintah merencanakan untuk menggelar acara puncak HAN Ke-39 yang jatuh pada Ahad, 23 Juli 2023 ini, berlokasi di Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah. Pemilihan tempat tersebut berdasarkan atas banyaknya nilai edukasi yang baik untuk anak-anak.


Acara puncak HAN itu akan dihadiri Presiden RI dan Ibu Iriana Joko Widodo. Acara itu akan dilakukan secara hybrid di ruang terbuka (outdoor) yang akan diikuti oleh anak-anak Indonesia. Baik secara offline maupun online (virtual).


Sejarah Lahirnya Hari Anak Nasional


Tahun 1984, Indonesia dipimpin oleh Presiden Soeharto. Orang no 1 RI tersebut menggagas Hari Anak Nasional. Kemudian ditetapkan sebagai salah satu hari penting nasional.


Lahirlah Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1984 pada tanggal 19 Juli 1984, bahwa peringatan Hari Anak Nasional akan diperingati setiap tanggal 23 Juli. Sebelumnya usulan itu dimulai dari adanya pengesahan Undang-Undang No. 4 Tahun 1979. Tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979.


Saat itu Soeharto menilai bahwa anak-anak merupakan aset bagi kemajuan bangsa. Sehingga perlu diberi peringatan. Sebagai bentuk negara yang ramah anak, maka sejak saat itu, perayaan Hari Anak Nasional terus digelar.


Menyoal Hal Krusial pada Hari Anak Nasional


Forum Hari Anak Nasional seharusnya mampu membahas hal krusial. Yang menyangkut permasalahan anak Indonesia. Sehingga jangan sampai Hari Anak Nasional (HAN) hanya menjadi sebuah seremonial belaka.


Hal penting yang harus diwaspadai adalah jangan sampai salah dalam menentukan akar permasalahannya. Karena dampaknya bisa fatal. Misal, dalam penanganannya bisa gagal fokus. Bahkan, juga bisa menyebabkan persoalan makin bertambah berat.


Permasalahan yang menimpa generasi saat ini, sungguh sangat kompleks. Mulai dari faktor lemahnya literasi, mudahnya depresi, maraknya bullying hingga merebaknya kasus kekerasan seksual dan pembunuhan di kalangan anak. Semua itu harus dipandang utuh sebagai satu permasalahan yang menimpa umat manusia. Problematika tersebut bukan permasalahan ekonomi ataupun kesehatan semata.


Puncak peringatan HAN pada 23 Juli 2023 ini tentu diharapkan mampu untuk mendorong langsung peran serta dari masyarakat juga lembaga. Untuk peduli pada persoalan anak. Persoalan anak yang masih menjadi fokus pemerintah sampai saat ini adalah angka kekerasan seksual terhadap anak yang semakin hari semakin bertambah pesat.


Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), tercatat 21.241 kasus anak yang menjadi korban kekerasan di dalam negeri pada 2022. Data tersebut meningkat dari data tahun sebelumnya (2021) yang terdapat 11.952 kasus kekerasan anak. Berbagai kekerasan tersebut tak hanya secara fisik, tapi juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi. Data itu juga belum termasuk beragam kasus kekerasan anak yang tidak terungkap ke permukaan.


Beragam jenis kekerasan seksual itu malah sering terjadi di tempat-tempat yang seharusnya aman dan ramah. Seperti lingkungan sekolah, keluraga dan masyarakat. Lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi anak. Juga para pengajar yang seharusnya menjadi pelindung generasi. Faktanya bisa berubah menjadi predator yang kejam. 


Lingkungan sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman untuk tumbuh kembang anak, malah bisa menjadi tempat paling seram. Begitu juga dengan rumah. Kejahatan seksual sering terjadi di keluarga. Tentu sangat menyeramkan saat orang tua dan saudara menjelma menjadi penjahat yang sangat berbahaya.


Lingkungan masyarakat dan lingkungan pergaulan juga kerap kali menjadi lingkungan yang tak ramah anak. Banyak kasus yang terjadi yang bahkan pelakunya bukan predator dewasa. Namun anak yang sebaya atau yang sepermainan dengan korban.


Kejahatan seksual daring pun tidak kalah liar dan bahayanya. Tak bisa dipungkiri era zaman sekarang, gawai selain menjadi alat main generasi Z dan generasi Alpha, juga menjadi alat belajar. Sehingga generasi zaman now memang tak bisa lepas dari gadget. Kadang kontrol ortu juga lemah, mengakibatkan anak berselancar tanpa batas. Akhirnya anak rentan berjumpa dan terperangkap dengan para predator anak.


Para korban kekerasan seksual sering mengalami penderitaan atau kesengsaraan. Baik secara fisik, psikis, bahkan juga kerugian ekonomi dan sosial. Semua itu menunjukkan tidak ada tempat yang aman bagi anak-anak.


Lantas apa yang menjadikan permasalahan mendasar atas kejahatan seksual terhadap anak? Bagaimana solusi efektif untuk menghentikannya? Mampukah HAN yang digelar setiap tahun menuntaskan perkara tersebut. Semua akan diulas dalam artikel selanjutnya, di part 2.


To be continued.







Oleh. Apt, Arimbi N.U, S.Farm

(Work at Home)




Ragam Formula - Fintech pinjaman online (pinjol) saat ini semakin populer sebagai solusi praktis bagi banyak orang dan sudah berkembang luas di masyarakat Indonesia, baik pinjol resmi maupun ilegal. Selain tidak membutuhkan persyaratan yang rumit, proses pencairannya pun lebih cepat dan mudah. Transaksi ini dapat dilakukan tanpa harus bertemu secara langsung, melainkan dengan aplikasi maupun website.

Hal ini diketahui dari laporan firma riset data.ai bertajuk “State of Mobile 2023” yang menunjukkan pertumbuhan bisnis pinjol yang signifikan sepanjang 2022.

Pada Q4 2022, aplikasi pinjol di-download sebanyak 45,4 juta kali lewat perangkat Android maupun iOS. Angka itu naik hampir 2 kali lipat dari Q4 2021, di mana aplikasi pinjol di-download “Cuma” 27,2 juta kali.

Popularitas aplikasi pinjol tampak naik signifikan sejak awal 2022. Pada Q1 tahun lalu, aplikasi pinjol di-download 33,6 juta kali.

Selanjutnya naik menjadi 43 juta download pada Q2 2022, hingga tembus angka tertinggi di 47,6 juta download pada Q3 2022, dirangkum CNBC Indonesia, Selasa (17/1/2023).

Hal ini menyebabkan semakin banyak bermunculan nama-nama baru perusahaan pinjol. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja merilis daftar pinjaman online atau pinjol resmi dan tercatat di OJK tahun 2023. Hingga saat ini, total jumlah lembaga pinjol yang terdaftar mencapai 148 perusahaan.

Dengan semakin banyaknya keberadaan pinjol dan masifnya iklan, alhasil banyak sekali yang terjerat rayuan gombal mereka.

Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono menyebut jumlah pinjaman warga Jawa barat mencapai Rp 13,8 triliun per Mei 2023. Posisi kedua terbanyak pengguna pinjol ditempati oleh warga DKI Jakarta sebesar Rp10,5 triliun.

Mirisnya lagi, mayoritas pengguna pinjaman online (pinjol) ternyata anak muda. Dalam catatan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), pengguna pinjol kebanyakan berusia 19-34 tahun.

Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengungkapkan rentang usia 19 sampai 34 tahun mendominasi peminjam di sektor fintech pear to pear (P2P) Lending dengan persentase mencapai 60%. Sementara rentang usia 35 sampai dengan 54 tahun berada di urutan ke dua dengan persentase hampir mencapai 40%.

Dalam laporan riset NoLimit Indonesia yang bertajuk Perkembangan Isu Pinjaman Online di Media Sosial (2021). Dari 10 penyebab masyarakat terjerat pinjol , dua diantaranya adalah memenuhi kebutuhan gaya hidup dan perilaku konsumtif.

Salah satu alasan utama mengapa pinjol begitu populer adalah kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh pinjaman. Dengan pinjol, individu dapat mengajukan pinjaman melalui aplikasi di smartphone mereka tanpa perlu mengunjungi bank atau lembaga keuangan konvensional. Dengan iming-iming limit pinjaman tinggi, bunga rendah, tenor panjang, pengajuan cepat dan mudah membuat banyak orang terlena.

Namun pada prakteknya, tak sedikit orang yang justru terjerat hutang dan sulit melunasinya karena bunga yang tinggi. 

Orang yang meminjam uang diharuskan membayar dengan nominal yang jauh lebih tinggi daripada nilai pinjaman. Belum lagi adanya sistem tempo waktu yang dianggap menyulitkan. Apalagi bagi orang yang belum bisa membayar cicilan atau melunasi pinjaman akan mendapat berbagai teror serta ancaman.

Tak pelak, banyak orang yang kemudian menjadi stres dan bahkan rela mengakhiri hidup karena kejaran pinjol.

Bila kita mau merenung, sebenarnya akar permasalahannya adalah gaya hidup konsumtif, hedon dan materialistik yang didukung oleh sistem kapitalisme yang dijalankan saat ini. Seolah uang adalah segalanya dan segalanya bisa dilakukan untuk mendapatkan uang. Tanpa memperdulikan lagi tentang halal dan haramnya, padahal kita adalah mayoritas muslim.

Negara juga sama sekali tidak memperhatikan aspek halal dan haram dalam mengatur kegiatan ekonominya. Transaksi yang bertentangan dengan Islam, termasuk pinjol yang menggunakan mekanisme riba, dianggap legal selama mendapatkan izin dan sejalan dengan aturan yang berlaku.

Karena itu, praktik pinjol tidak masuk dalam kategori kriminal. Yang dianggap kriminal hanyalah perusahaan pinjol yang ilegal alias belum mengajukan izin kepada pemerintah.

Edukasi mengenai haramnya pinjol sama sekali tidak ada dalam kamus pemerintah. Ditambah lagi, upaya pemerintah untuk menyelamatkan nasabah yang terlilit utang pinjol nyaris tidak ada.

Bila kita mau melihat di dalam Al-Qur’an dan Hadis terdapat banyak dalil yang mengharamkan secara tegas praktik-praktik ribawi.

Riba artinya penambahan nilai atau bunga melebihi jumlah pinjaman saat dikembalikan dengan nilai tertentu yang diambil dari jumlah pokok pinjaman untuk dibayarkan oleh peminjam.

Dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 275, Allah SWT melarang umat-Nya untuk melakukan riba:

ÙˆَØ£َØ­َÙ„َّ اللَّÙ‡ُ الْبَÙŠْعَ ÙˆَØ­َرَّÙ…َ الرِّبَا

Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Satu-satunya cara untuk membebaskan masyarakat Indonesia dan dunia dari praktik rusak pinjaman ribawi yang didukung oleh pemerintah adalah menerapkan Islam secara menyeluruh dalam seluruh aspek kehidupan bernegara, termasuk dalam bidang ekonomi.

Wallahualam bissawab



Selasa, 18 Juli 2023

Oleh. Yuli Atmonegoro

(Pengemban dakwah Serdang Bedagai)



Indonesia adalah Negara yang dikenal kaya akan Sumber Daya Alam, Budaya, Bahasa, Suku Bangsa dan dan Kearifan Lokal yang tak dimiliki oleh Negara manapun. Kekayaan ini sudah pasti membuat banyak negara lain tertarik untuk datang berkunjung dan menikmati keindahan negeri yang juga dikenal mempunyai penduduk yang ramah dan santun ini. Namun sayang, kedatangan asing ke negara kita ternyata bukan hanya untuk itu, tetapi ada maksud dan tujuan lain yang disadari atau tidak, berkat “kebaikan hati” pemerintah di Negara kita, telah merubah kondisi perekonomian, budaya serta kemakmuran Negeri kita yang kita cintai ini. Terutama kondisi perekonomian yang sangat jelas nampak secara gamblang, telah jauh dari kata makmur dan sejahtera.


Salah satu contoh nyata Sumber Daya Alam milik Indonesia yang telah dikuasai Asing adalah Tambang Emas Freeport, Tambang Emas yang berada di Mimika, Papua ini termasuk Tambang Emas terbesar di dunia. Dimana sejak tanggal 7 April 1967 PT Freeport Indonesia mulai mengelola salah satu harta karun milik Indonesia ini. Lalu bagaimana bisa kita sebagai rakyat Indonesia bukan penguasa dari Tambang ini? Mengapa malah orang asing yang dengan mudahnya mengelola serta mengambil keuntungan dari hasil kekayaan alam negeri ini? Ya, Itu karena “kebaikan” Pemerintah Indonesia terhadap Asing.


Kekayaan alam yang dimiliki oleh Provinsi Papua, ternyata tidak menjamin kesejahteraan penduduknya. Bahkan seperti tidak sedikitpun membawa dampak positif bagi kesejahteraan ekonomi mereka. Sering kali juga yang terjadi justru sebaliknya. Seperti menjadi sebuah kutukan, sehingga kesejahteraan ekonomi selalu tidak merata. Greenpeace Indonesia berkolaborasi dengan INDEF melakukan penelitian tentang kutukan sumber daya alam di Tanah Papua, yang diluncurkan pada 19 Desember 2022.


Dalam laporan ini terungkap bahwa kutukan sumber daya alam di Tanah Papua telah membuktikan terbatasnya akses Orang Asli Papua (OAP) kepada 3 layanan public utama yaitu kesehatan, pendidikan, serta pendapatan ekonomi. Bukan hanya itu, laporan ini juga mengungkapkan bagaimana pendapatan ekonomi yang hanya bersumber pada industri ekstraktif justru semakin memperparah kutukan sumber daya alam di Tanah Papua. Eksploitasi Eksplorasi yang dilakukan tanpa adanya penanganan serius bagi pembangunan masyarakat asli Papua, telah memperburuk kondisi sosial ekonomi mereka, serta ekosistem untuk jangka panjang.


“Wilayah Papua dan Papua Barat yang menjadi wilayah fokus pada laporan ini mencatat indeks kutukan sumber daya alam di kedua wilayah tersebut menduduki posisi kedua dan ketiga dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia” ungkap Berly Martawardaya, Direktur INDEF. “Papua dan Papua Barat termasuk 2 dari 3 daerah dengan pembangunan berkelanjutan yang rendah meski berlimpah secara sumber daya alam,” imbuhnya.


Bukan hanya tambang emas, harta karun milik Indonesia yang lainnya juga sudah dikuasai, banyak perusahaan asing yang menanamkan investasinya di sektor energi dan mineral tambang, seperti minyak dan gas ( Migas), batu bara, bauksit atau bijih aluminium, besi, timah, tembaga, nikel, marmer, mangan, aspal, belerang dan yodium. Ya, Investasi. Dengan begitu, mudahlah bagi Asing untuk mengelola dan menguasai kekayaan yang dimiliki oleh rakyat Indonesia ini. Tak tanggung-tanggung, bahkan perusahaan asing sudah berinvestasi puluhan tahun di negeri yang kita cintai ini.


Sungguh ironi bila kita menelaah permasalahan ini secara terperinci. Kita akan merasa sangat kecewa apabila menyadari bahwa “kebaikan” Pemerintah Indonesia terhadap asing telah “memiskinkan” rakyat Indonesia untuk jangka panjang. Betapa tidak, Sumber Daya Alam yang Allah anugerahkan kepada rakyat Indonesia, seharusnya dapat membuat rakyat sejahtera akan kekayaan alam, bukan malah bertambah miskin dan jauh dari kata sejahtera. Dimana apabila Pemerintah dapat mengelola dengan baik atas dasar kecintaan kepada Negara, Bangsa dan Rakyat Indonesia, sudah pasti Negara kita akan makmur dan Rakyat akan sejahtera.


Bisa kita bayangkan betapa mereka sangat menikmati hasil kekayaan Negeri kita ini. Mungkin kita sebagai rakyat merasa heran, mengapa SDA milik Indonesia tidak dikelola oleh Rakyat Indonesia sendiri. Mengapa harus Asing yang mengelola. Apakah rakyat tidak mampu? Tentu tidak mungkin. Indonesia memiliki jutaan orang-orang cerdas dan hebat untuk mengelola segala kekayaan Alam kita. Hanya saja, Pemerintah kita terbujuk rayu oleh manipulasi asing yang mengakibatkan kehebatan dan kecerdasan anak-anak Bangsa tidak diakui. 


Pemerintah menyibukkan rakyat Indonesia dengan menyuburkan dan mengembangan UMKM yang notabene adalah usaha kecil dan menengah. Tetapi usaha kelas kakap justru diserahkan kepada asing, seolah-olah rakyat Indonesia tidak mampu untuk mengelolanya. Tak ayal, UMKM ini seperti usaha pemerintah untuk “meninabobokan” rakyat agar tidak mengusik kekuasaan pemerintah, demi untuk mengambil keuntungan dari kerja sama dengan asing dalam pengelolaan SDA di Indonesia.


Jadi, Indonesia yang katanya “kaya akan sumber daya alam” ini tak bisa lagi dikatakan benar. Seperti ungkapan seorang Guru Besar Universitas Indonesia (UI), Profesor Ronnie H. Rusli. MS.PhD., mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini sudah tidak kaya dalam sisi Sumber Daya Alam (SDA). Pernyataan tersebut diungkapkan Beliau melalui akun Twitter @Ronnie_Rusli, pada Jum’at (1/10/2021). “Jangan lagi ada yang bilang Indonesia negara kaya akan SDA”, tegas Profesor Ronnie. “Artinya ngomong itu nggak tahu keberadaan tambangnya yang sudah dimiliki asing,” sambungnya.

    

Disisi lain, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang kemaritiman, Agung Kuswandono menjelaskan pada REPUBLIKA.CO.ID, Tanggerang, salah satu alasan sumber daya hayati di Indonesia sering diambil oleh negara lain. “masalahnya adalah sumber daya hayati kita dicolong oleh negara lain. Tapi parahnya, kita membiarkan negara lain mengambil sumber daya hayati kita,” kata Agung, saat Seminar Nasional Pencegahan Pencurian Sumber Daya Hayati Indonesia, di Hotel Bandara Sheraton, pada Senin (28/10/2019).

       

Dari komentar dan pandangan mereka dapatlah kita simpulkan bahwa rakyat kita menderita kekurangan dan kemiskinan di tengah-tengah keberlimpahan kekayaan alam negeri ini. Rakyat tidak menjadi pemilik apalagi sebagai Tuan, tetapi menjadi kuli di negeri sendiri. Justru yang menjadi Tuannya adalah asing. 

       

Sejatinya semua sumber daya alam yang ada di negeri ini adalah hak seluruh rakyat. Tidak pantas bagi orang asing untuk bercokol di tanah tumpah darah kita yang diperjuangkan oleh para pahlawan kita dengan darah dan nyawa. Sungguh era penjajahan sudah mengalami kemajuan pesat. Saat ini, menjajah tidak perlu harus menggunakan senjata tajam atau alat peledak, cukup dengan menanam modal di setiap Perusahaan Negara yang mengelola sumber daya alam, dan mendominasi saham di dalamnya, maka secara langsung dapatlah mereka menjajah negeri ini dengan mudah. Lalu segelintir rakyat Indonesia yang “baik hati” telah mempersilahkan negara kita dijajah secara terang-terangan. Tetapi, ironinya penjajahan yang mereka lakukan seolah terkaburkan oleh pandainya pihak-pihak tertentu “menina bobokkan” rakyat agar tidak menyadari bahwa kondisi perekonomian, serta kedaulatan Negara dapat terancam akibat terlenanya kita dari permasalahan ini.


Hak kita sebagai warga negara adalah, dapat menikmati kekayaan alam Indonesia, bukan menjadi miskin di tengah kekayaan negeri, dan bukan menjadi budak di negeri sendiri.


Wallahualam bissawab.


Senin, 17 Juli 2023

Oleh. Dwi R, S.Si

Isu hilirisasi nikel makin memanas. Saat ini pemerintah Indonesia khususnya presiden Jokowi tetap pada pendiriannya untuk terus melanjutkan proyek pertambangan hilirisasi nikel meskipun mendapat serangan dari berbagai pihak termasuk diantaranya dana moneter internasional atau IMF yang meminta Indonesia untuk menghapus program hilirisasi tersebut. Menteri investasi atau kepala badan koordinasi penanaman modal BKPM Bahlil yang menyebut kebijakan larangan ekspor nikel yang sudah dilakukan pemerintah sejak 2020 lalu telah berhasil menguntungkan hingga 30 miliar US Dollar atau setara dengan 450 triliun dengan asumsi kurs Rp15.000. Angka yang cukup fantastis untuk menguntungkan pihak tertentu.

Bahlil menjelaskan kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bijih nikel yang sudah diterapkan sejak Januari 2020 telah berdampak positif pada perekonomian Indonesia. Dari sisi neraca perdagangan juga terjadi perbaikan dengan 25 bulan berturut-turut Indonesia selalu mengalami surplus khususnya dengan Cina yang merupakan mitra dagang utama Indonesia. Menurutnya terjadi perbaikan neraca perdagangan begitu juga dari sisi pendapatan negara ikut mencapai target di dua tahun terakhir.

 Sementara pihak IMF dalam laporan terbarunya meminta Indonesia menghapus kebijakan pembatasan ekspor nikel secara bertahap karena dinilai akan merugikan Indonesia. IMF meminta kebijakan hilirisasi terutama nikel harus dipertimbangkan berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat. Lebih lanjut kebijakan pemerintah ini juga mendapatkan kritikan dari anggota komisi 7 DPR RI Mulyanto. Ia meminta pemerintah segera melakukan evaluasi total biaya dan keuntungan program hilirisasi langsung. Selama ini Mulyanto menduga program ini hanya menguntungkan investor asing tapi merugikan negara. Pasalnya produk smelter berupa npi ini mendapat banyak insentif mulai dari pembelian bijih nikel yang jauh di bawah harga internasional, bebas pajak PPN, mendapat tag holiday bebas PPH badan, bebas biaya keluar atau pajak ekspor, kemudahan mendatangkan peralatan mesin termasuk barang bekas pakai, kemudahan mendatangkan TKA dan lain-lain. 

Kepala kampanye jaringan advokasi tambang atau jatam Melki Nahar dinilai semangat hilirisasi tambang ini dengan janji membuka banyak lapangan pekerjaan tersebut dinilai hanya terfokus pada aspek ekonomi tetapi tidak menguntungkan masyarakat. Ismet Jafar tenaga ahli komisi energi DPR RI 2017-2019 juga pernah mengatakan bahwa hanya perusahaan besar yang mampu membuat smelter dengan kapasitas besar. Umumnya perusahaan asing yang mampu mendirikan smelter, menurutnya hanya sebagian kecil perusahaan lokal yang mampu. Itu Pun banyak yang join dengan perusahaan asing. 

Hilirisasi Menguntungkan Oligarki

Dari sini tampak bahwa kebijakan hilirisasi sepintas membawa keuntungan dibandingkan dengan ekspor nikel dan mineral lainnya. Namun di tengah oligarki yang berkuasa di negeri ini nyatanya kebijakan hilirisasi tersebut hanya bermanfaat bagi segelintir kalangan bahkan cenderung merugikan rakyat. Kebijakan yang digadang-gadang akan memandirikan negara dalam pertambangan faktanya tetap saja bergantung pada investasi termasuk investasi asing. Tentu saja hal ini akan membahayakan kedaulatan negara. Inilah dampak kebijakan yang dihasilkan dari sistem kapitalisme neoliberal. Kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh penguasa terus diarahkan pada kepentingan para pemilik modal. Penguasa negeri ini hanya bertindak sebagai regulator yang melayani kebutuhan para capital atas nama rakyat. Sementara peran utamanya sebagai pelayan umat diabaikan. Hal ini didukung dengan prinsip kebebasan kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum atau rakyat kepada pihak swasta asing. 

Tambang dalam Pandangan Islam

Tak heran jika bangsa ini akhirnya terjajah oleh bangsa lain. Hal ini tentu sangat berbeda dengan pengelolaan tambang dalam Islam. Dimana sumber daya alam, tambang emas diantaranya yang kandungannya sangat banyak dalam pandangan Islam adalah milik rakyat, yakni kepemilikan umum atau milkiyah 'ammah wajib dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Pemerintah tidak memiliki hak untuk menikmatinya secara pribadi atau menjualnya kepada siapapun baik swasta maupun asing.

 Sungguh ironis dan batil jika kekayaan alam tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Syekh Abdul Qadir Zallum dalam kitab Al amwal fi Daulah Khilafah menyebutkan bahwa barang-barang tambang merupakan bagian dari barang milik umum. Beliau mengatakan barang tambang yang depositnya besar baik yang ditambang terbuka seperti garam, batubara, ataupun yang tertutup seperti minyak dan gas, emas dan besi, dan peralatan untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi dapat dikategorikan milik umum atau milik negara. Tambang yang dikelola oleh lain-lain merupakan kekayaan milik umum atau rakyat namun kekayaan alam yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat karena membutuhkan keahlian teknologi tinggi serta biaya yang besar wajib dikelola oleh negara secara langsung. Jaram hukumnya memberikan wewenang pengelolaan sumber daya alam milik rakyat kepada swasta. 

Adapun hasil dari pengelolaan sumber daya alam wajib dikembalikan kepada rakyat seluruhnya. Sedangkan untuk barang-barang tambang yang tidak dikonsumsi rakyat, seperti batu bara dan lain-lain bisa dijual ke luar negeri dan keuntungannya termasuk keuntungan pemasaran dalam negeri dibagi kepada seluruh rakyat dalam bentuk uang, barang, atau untuk membangun sekolah-sekolah gratis, rumah-rumah sakit gratis, dan pelayanan umum lainnya. dengan begini maka kekayaan alam akan benar-benar terdistribusi secara merata di tengah masyarakat. Dengan demikian kesejahteraan akan terwujud untuk mengembalikan tambang kepada pangkuan rakyat sebagai pemilik sesungguhnya. Umat harus kembali pada syariat Islam. Karena pengelolaan sumber daya alam yang optimal dan membawa berkah hanya akan terwujud dalam penerapan sistem ekonomi Islam di bawah naungan khilafah bukan yang lain.

Jadi, sekaranglah saatnya untuk kembali pada sistem Islam yang mampu menyejahterakan rakyat dengan pengelolaan sumber daya alam sesuai syariat. Berharap pada sistem kapitalis saat ini hanya akan menguntungkan para oligarki, termasuk program hilirisasi nikel. Masihkah ingin kehilangan lebih banyak lagi barang tambang yang kita miliki? 


Oleh. Apt, Arimbi N.U, S.Farm

(Work at Home)





Merebak wabah penyakit mematikan, Antraks. Di wilayah Kabupaten Gunung Kidul. Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah.


Tiga orang meninggal dunia. Sementara 85 warga lainnya positif antraks. Hal tersebut berdasarkan hasil tes serologi yang dilakukan Kementerian Kesehatan.


Direktur Kesehatan Hewan di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Nuryani Zainuddin. Menerangkan Kabupaten Gunung Kidul adalah salah satu kawasan endemis antraks.


Sudah lima kali terjadi wabah di wilayah tersebut. Yaitu pada Mei 2019, Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan yang terbaru Mei-Juni 2023.


Antraks adalah penyakit yang bersifat zoonosis. Penyakit ini ditularkan dari hewan ke manusia. Antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang biasa menyerang hewan herbivora.


Merebaknya wabah ini disinyalir karena warga masih menjalankan tradisi mbrandu atau purak. Yaitu kegiatan membeli sapi mati atau sakit secara iuran bersama-sama yang dimaksudkan untuk meringankan kerugian pemilik ternak. Lalu daging sapi tersebut dibagikan kepada warga yang melakukan iuran. Biasanya harga per paket daging akan dijual murah untuk membantu warga yang tidak mampu.


Hal ini yang menyebabkan kasus antraks berulang kali terjadi di Gunungkidul. Padahal salah satu cara agar antraks tidak menyebar adalah dengan menguburnya. Sehingga bakterinya tidak menyebar.


Pihak Kementerian Kesehatan juga mengatakan hewan ternak yang terjangkit antraks harus dibakar atau dikubur, dan tidak boleh disembelih. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih minim pengetahuan tentang penyakit berbahaya. Juga akibat lemahnya pengawasan penguasa.


Seharusnya tradisi yang membahayakan seperti ini segera dihentikan. Tentu dengan pemberian edukasi terhadap masyarakat. Tentang bahayanya mengkonsumsi hewan yang sakit atau yang sudah mati.


Peristiwa ini juga membuka fakta tentang kemiskinan yang menimpa rakyat Indonesia khususnya warga Gunung Kidul. Tradisi mbrandu yang bertujuan baik ingin menolong warga yang kurang mampu. Karena dilakukan dengan cara yang keliru justru mendatangkan malapetaka.


Dalam pandangan Islam, tradisi ini jelas bertentangan dengan syariat. Dimana diharamkan untuk seorang muslim mengkonsumsi bangkai, sebagaimana tercantum dalam surat Al-An’am ayat 145 yang artinya :

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.


Penguasa yang menerapkan aturan Islam akan mengurusi rakyatnya dengan pengurusan yang baik dan sesuai syariat. Pemenuhan kebutuhan hidup rakyat akan dicukupi. Sehingga tidak terjadi kemiskinan yang merata dan kesenjangan ekonomi yang menganga lebar seperti saat ini.


Tradisi-tradisi yang bertentangan dengan Islam apalagi membahayakan masyarakat tidak akan dibiarkan apalagi dilestarikan. Sehingga tidak ada lagi pertaruhan keselamatan masyarakat atas nama pelestarian tradisi atau budaya lokal.


Hanya dengan aturan Islam kita akan mampu memiliki kehidupan yang baik, sejahtera dan tentram. Karena hidup kita sejalan dengan keinginan Sang Pencipta.

Wallahualam bissawab



Selasa, 11 Juli 2023

Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)


Berbicara soal perundungan memang tak ada habisnya. Gawatnya lagi korban perundungan pada masa depannya bisa saja menjadi pelaku perundungan. Jadi perundungan bisa mewabah dan menjadi fenomena buruk bagi generasi mendatang. 


Tak bisa dibayangkan akan jadi apa negeri ini jika dipimpin oleh orang yang tercela akhlaknya. Karena perkara perundungan berkaitan erat dengan akhlak individu dan jemaah (komunitas remaja). 


Perundungan yang merupakan perilaku tidak menghargai orang lain, tidak menghormati, bahkan termasuk sifat memelihara iri dan dengki, tentu perbuatan yang tidak boleh terjadi. Untuk itulah semua pilar yang terkait terhadap pendidikan anak dan generasi baik dari keluarga, lingkungan, juga negara harus menuntaskan problem perundungan.


Akar Masalah


Jika kita telusuri dan dalami, perundungan yang semakin marak terjadi. Bukanlah masalah pokok yang mudah untuk diselesaikan. Kasus perundungan ini sudah menggejala di mana-mana. Berarti persoalan ini memiliki akar masalah yang jauh lebih besar dari perundungan, inilah permasalahan sistem. 


Atmosfer sekularisme dengan bebas telah membentuk jiwa yang jauh sekali dari agama. Imbasnya banyak individu yang lebih mementingkan kepuasan pribadi. Hingga tidak peduli dengan sesamanya.


Pendidikan saat ini untuk pelajaran agama sangat minim diajarkan di ruang sekolah. Agama hanya disampaikan demi memenuhi kebutuhan kurikulum saja. Bukan membina peserta didik agar menjadi pribadi yang baik.


Selain itu, keberadaan guru yang tidak profesional juga telah menambah panjang catatan kelam dalam dunia pendidikan. Misalkan pada kasus pembakaran sekolah di SMPN 2 Pringsurat. Bagaimana bisa, seorang guru yang seharusnya menjadi panutan yang patut dicontoh. Malah turut melakukan perbuatan merundung siswanya. 


Sanksi yang tidak jelas dan tidak tegas, semakin membuat kasus perundungan terus berjalan, dan semakin marak. Para pelaku perundungan hanya mendapat sanksi peringatan. Jikalau ada hukuman penjara dan pembinaan juga tidak lantas memberikan efek jera. Baik bagi pelaku maupun orang lain.


Dunia yang semakin liberal ini pun membuat orang-orang tidak lagi taat aturan. Hingga tidak lagi takut dengan ancaman bahkan sanksi.


Sementar keluarga, yang notabene sebagai tempat pendidikan awal bagi anak dan generasi juga tidak mampu berjalan secara baik. Akibat dari banyaknya tekanan ekonomi. Membuat para orang tua terpaksa harus meninggalkan rumah demi ikut mencari nafkah. 


Sedangkan anak-anaknya harus diasuh oleh orang lain. Pola pengasuhan anak yang tidak tepat akhirnya membuat mereka jauh dari agama. Anak-anak menjadi sering cari perhatian dengan hal-hal yang aneh. 


Bahkan melampiaskannya ke orang lain dengan melakukan perundungan. Semua itu diperparah dengan kondisi masyarakat yang semakin cuek dengan kondisi sekitarnya. Bahkan telah hilang aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat. Untuk itulah, dalam upaya menghilangkan perundungan, harus terlebih dulu menghilangkan sebab utamanya.


Sistem Pelindung Anak


Sungguh segala persoalan manusia yang hidup dalam suatu negeri, berlatar belakang dari sistem negara yang diterapkannya. Jika sistem itu bagus maka akan mampu meminimalisir persoalan di tengah masyarakat. Namun jika sebaliknya, negara menerapkan sistem yang salah maka akan banyak persoalan hingga kehancuran, seperti saat ini.


Dari sini, telah jelas pangkal persoalannya adalah sistem kehidupan yang diterapkan negara. Mau sampai kapan negeri ini mengorbankan para generasi muda? Dengan tetap menerapkan sistem yang rusak ini.


Saatnya umat sadar dan bangkit. Bahwa hanya Islamlah, sistem hidup terbaik. Islam satu-satunya yang memiliki sistem pendidikan yang lengkap. Kurikulum pendidikan Islam dibuat dalam rangka membentuk siswa agar memiliki kepribadian Islam. 


Mereka akan dibentuk menjadi siswa yang mempunyai pola pikir dan pola sikap Islam. Apa pun yang akan mereka lakukan senantiasa bersandar pada aturan Islam. Dengan sistem pendidikan Islam pula para peserta didik akan dapat mengerti juga memahami mana perilaku yang benar dan salah.


Sehingga aktivitas perundungan, tidak akan mungkin terjadi. Apalagi sampai marak dan merusak seperti saat ini. Karena dalam Islam, jelas perundungan adalah tindakan yang salah. Karena termasuk aktivitas menghina, merendahkan, mencaci-maki, dan menyakiti orang lain, merupakan penzaliman terhadap sesama.


Kurikulum pendidikan Islam juga tidak hanya diberikan sebatas taklim saja. Tetapi menjadi sebuah pembinaan yang dilandaskan pada akidah dan tsaqafah Islam. Mereka wajib belajar Islam juga wajib untuk mengamalkannya, bukan hanya sekadar teori namun merupakan amaliyah praktis. 


Dalam pendidikan agama, ini akan diajarkan mulai dari kelas dasar. Supaya para siswa siap dalam menjalankan kewajiban saat ia balig nanti. Hal tersebut akan mampu membentuk akhlak yang baik, sehingga pembullyan tidak akan kuat bersarang apalagi mewabah dan menjadi fenomena buruk di kalangan pemuda.


Selain memberikan pencegahan, dalam sistem Islam juga memiliki sanksi yang tegas. Hingga akan mampu memberi efek jera. Baik bagi pelaku maupun mencegah orang lain dalam melakukan hal yang sama. 


Alhasil, tidak akan ada yang berani untuk melakukan kezaliman dan kejahatan, termasuk perundungan. Selain ketegasan dan kejelasan dalam sistem pendidikan yang dibentuk oleh negara. Lingkungan tempat tinggal dan keluarga juga membutuhkan nuansa yang islami. 


Sehingga bisa saling senantiasa mengingatkan dalam ketaatan. Juga saling memperhatikan dan menyayangi. Dengan begitu, anak-anak akan bisa terhindar dari permasalahan perundungan.


Namun sayangnya, seluruh hal tersebut hanya akan menjadi impian dan khayalan semata. Kerana tidak mungkin dapat berjalan. Kecuali negara mengambil peran yang sesungguhnya sebagai penjaga.


Untuk itu, negara wajib mengambil aturan Islam. Lalu negara wajib untuk menerapkannya pada seluruh aspek kehidupan. Negara juga wajib mengontrol semuanya. Mulai dari tontonan hingga kurikulum pendidikan, bahkan kondisi masyarakatnya. Jika semua itu bersinergi. Bisa dipastikan kasus perundungan tidak akan terulang lagi dan generasi mampu kita selamatkan.


Wallahualam bissawab.




Oleh. Rita Handayani

(Penulis dan Founder Media)


Sepertinya negeri ini tak henti-hentinya dirundung perkara. Dari banyak lini semua bermasalah. Termasuk perkara semakin maraknya kasus perundungan atau bullying di kalangan anak. Ini menjadi sinyal, cerminan gagalnya pendidikan, menghasilkan cacat akhlak anak.


Aksi perundungan biasanya dialami oleh anak-anak pada masa sekolah hingga di lingkungan sekitarnya. Kadang kala, orang tua atau orang dewasa sekitar justru tidak memahaminya. Bahkan menganggap remeh perundungan yang dilakukan oleh anak-anak.


Sebagian menganggap aksi perundungan itu hanya sebuah candaan biasa yang wajar dilakukan oleh anak. Padahal bagi korban bully, buah candaan dari teman-temannya tersebut terasa menyakitkan. Bahkan membekas di benak sang anak sampai dewasa.


Seperti kasus pembakaran sekolah SMPN 2 Pringsurat, Kabupaten Temanggung, beberapa waktu lalu. Ternyata pelakunya adalah siswa sekolah itu sendiri. Motifnya karena sakit hati kepada teman-teman dan gurunya. Ia merasa tidak diperhatikan oleh guru juga sering jadi korban bully teman-temannya. (detik.com, 28 Juni 2023)


Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, bahwa situasi perundungan saat ini sangat genting. Lembaga tersebut mencatat per 13 Februari 2023 saja, ada sekitar 1.138 kasus kekerasan fisik dan psikis. Bisa jadi peristiwa perundungan sebenarnya lebih tinggi jumlahnya dari data yang ada.


Bahkan, Dosen PGPAUD dan PGSD di salah satu Universitas Negeri di Surabaya, Endrayani Tirtasari, M. Pd., merasa miris karena peristiwa tersebut dinilainya telah mencoreng dunia pendidikan. Juga menyayangkan kasus perundungan seperti ini tidak hanya sekali ini saja terjadi.


Akibat Fatal Perundungan


Perbuatan merundung atau membully bagi sebagian anak, mungkin hanya sebatas untuk bersenang-senang saja. Bisa jadi pelaku perundungan tidak punya niat untuk merendahkan teman. Tapi hanya sekadar having fun saja.


Namun, tidaklah bagi korban. Akibat perundungan, baik sepele atau tidak tetap akan berdampak buruk bagi korban. Mereka yang mengalami perlakuan tidak pantas tersebut, akan merasa harga dirinya terluka. 


Korban perundungan akan merasa malu, sedih, hingga sakit hati, dan depresi. Mereka akan minder, dan tidak percaya diri, hingga melakukan pembalasan karena menaruh dendam, bahkan juga bisa bunuh diri. Jikalau hal ini dibiarkan, maka masalah besar bisa terjadi.


Seperti kasus dalam pembakaran sekolah di SMPN 2 Pringsurat tersebut. Perundungan dilakukan oleh beberapa orang, tetapi satu sekolahan menjadi korban. Akibat kebakaran, banyak kelas rusak dan tidak bisa ditempati lagi untuk belajar. 


Bahkan ruang kelas lainnya juga tidak bisa difungsikan. Belum lagi, jika menghitung kerugian materiil, untuk membenahi sekolah tentu butuh waktu, tenaga, dan dana yang tidak sedikit. Apalagi, kalau sampai ada yang kehilangan nyawa, tentu saja masalah perundungan ini tidak bisa lagi ditoleransi.


Peran Orang Tua


Perundungan bisa terjadi akibat dari banyak sisi yang memengaruhi. Bisa dari kualitas kepribadian peserta didik. Selain itu, peran pendidikan dalam keluarga juga tak kalah pentingnya. Lingkungan juga mewarnai serta perlindungan negara lebih penting dalam menjaga kualitas pendidikan generasinya.


Alat ukur kebaikan anak-anak saat ini adalah media dengan nilai-nilai kebebasan. Ini menunjukkan karakter dan kepribadian yang terbentuk bukan berdasar pada aspek agama. Apalagi ada anggapan negatif pada siswa yang aktif kegiatan kerohanian dan memiliki karakter pemimpin. 


Mereka malah dicap dengan label radikal, intoleran, dan anti-Pancasila. Akhirnya, mereka menjadi generasi yang takut bahkan menjauh dari nilai-nilai agama. Sehingga generasi saat ini malah lebih merasa percaya diri jika jauh dari agamanya.


Selain itu, lingkungan juga terpengaruh dengan budaya-budaya sekularisme. Nilai sekuler yang tidak membolehkan membawa agama di lingkungan publik ini membuat rentang jarak semakin curam antara muslim dengan aturan agamanya. Membuat individualitas lebih dominan ketimbang amar makruf nahi mungkar saat ada penyelewengan hukum syara. Seperti aktivitas membully teman.


Tak hanya keluarga dan lingkungan, negara tak kalah penting dalam perannya sebagai pelindung generasi. Yaitu dengan membuat kebijakan hukum yang tegas bagi perundung. Ketegasan negara juga sangat vital dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Pijakan aturan yang digunakan wajib bersumber dari Allah Taala. Sehingga solusi yang terbaik adalah dalam melakukan pencegahan.


Sementara yang bisa dilakukan oleh keluarga atau orang tua saat anaknya, menceritakan kasus pembullyan adalah, sebagai berikut:


1. Mendengarkan dengan Tenang


Ketika seorang anak bercerita tentang pengalamannya yang mengalami bullying, dengarkanlah dengan tenang. Jadikan anak nyaman ketika bercerita. Juga jadilah pendukungnya sepenuh hati.


Kebanyakan anak-anak enggan memberi tahu orang dewasa atau orang tuanya tentang bullying. Karena bisa jadi mereka merasa malu. Juga bisa karena khawatir, kalau orang tua mereka akan marah.


2. Bukan Salah Anak


Para orang tua atau orang dewasa dapat membantu mereka dengan menenangkan bahwa aksi bullying itu bukan karena kesalahan mereka. Ingatkan juga bahwa aksi bullying itu biasanya terkait orang yang terlibat. Jadi bukan orang yang menjadi saran.


Sebab kebanyakan anak akan merasa aksi perundungan yang terjadi akibat dari kesalahan mereka sendiri. Seperti penampilan atau tindakan mereka yang berbeda dari teman-teman pada umumnya


3. Puji Anak


Ketika anak menceritakan pengalamannya dalam meredakan perundungan, puji mereka dengan rasa bangga padanya. Juga bisa dengan memberi tahu kepada anak untuk meniru saat melihat ada anak lainnya melawan perundungan. Jadi minimal, mengingatkan untuk menunjukkan keberanian bahwa mereka tidak bisa diganggu.


4. Bicarakan dengan Guru


Seorang anak seharusnya tidak menghadapi perundungan sendirian. Jadi jika kasus bullying terjadi di lingkungan sekolah, maka orang tua perlu berkomunikasi dengan pihak sekolah. Juga bicarakan dengan guru.


Orang tua bisa menanyakan apakah sekolah punya kebijakan atau kode etik untuk kasus perundungan. Sebab walaupun biasanya sekolah menerapkan program pencegahan bullying, tetapi kadang banyak yang tidak memiliki cukup dukungan. Juga tidak punya sumber daya.


5. Mengajari Anak untuk Jadi Pejuang


Hal yang tak kalah pentingnya adalah mengajarkan anak agar menjadi pejuang. Minimal untuk dirinya sendiri, jika mengalami perundungan maka harus bisa membela diri. Jika tidak berani laporkan kepada guru atau orang tua. Jangan ditanggung sendiri dengan menutupi atau merahasiakannya. 


Anak juga harus berani membantu teman yang terzalimi. Misal, saat melihat kasus bullying di lingkungan sekitarnya. Karena, menjadi pengamat yang pasif saat melihat bullying juga bukan hal yang baik untuk dibiasakan.


Anak bisa diminta responnya, bagaimana rasanya jika ada seseorang yang membela saat dirundung dan bagaimana rasanya saat tidak ada yang membela? Maka anak akan bisa memahami dan mencoba untuk berani melawannya.


To be continued



Minggu, 02 Juli 2023

Oleh. Rita Handayani 

(Penulis dan Founder Media)




Ragam Formula - Dengan melegalkan pernikahan beda agama merupakan bentuk dari pencorengan akidah umat. Hal tersebut tidak sepatutnya dilakukan oleh para pemimpin negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Inilah imbas dari negara sekuler, negara yang tidak berpedoman pada aturan Ilahi secara kafah.


Larangan Nikah Beda Agama


Dalam Islam pernikahan adalah institusi terkecil dari sebuah peradaban. Dari pernikahan akan lahir generasi para pemimpin dan pelanjut risalah Islam. Untuk itulah, pernikahan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu muslim. Karena menjadi penentu wajah peradaban umat Islam di masa mendatang.


Sehingga pernikahan harus disiapkan secara matang. Hal yang perlu dipersiapkan selain mental dan finansial adalah ilmu dan iman yang kuat dari masing-masing pasangan. Sehingga, kesamaan akidah adalah hal mutlak untuk pasangan yang akan menikah. Karena, dengan kesamaan akidah akan membangun visi-misi dalam berumah tangga.


Islam sangat tegas dalam melarang pernikahan beda agama. Hal ini Pertama, karena nikah beda agama jelas telah bertentangan dengan nas dan dalil Al-Qur’an ataupun Hadis. Seperti ayat 221 dalam QS Al-Baqarah. 


“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga; dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”


Berkata, Imam Ibnu Jarir ath-Thabari: “Allah mengharamkan wanita-wanita mukmin untuk dinikahkan dengan lelaki musyrik mana pun (baik ahli kitab maupun bukan).” (Jami’ al-Bayan 2/379).


Pernikahan beda agama tidak hanya bertentangan dengan prinsip dalam penjagaan agama saja. Tetapi juga bertentangan dengan hal lainnya. Karena persoalan keluarga dan agama mempunyai kompleksitas yang saling terkait. 


Misalnya, dalam penjagaan harta, nikah beda agama akan berdampak pada pembagian waris. Karena Islam telah menetapkan antara muslim dan nonmuslim itu tidak saling mewarisi. 


Begitu juga dengan permasalahan dalam penjagaan keturunan. Pernikahan berbeda agama berkaitan juga dengan nasab dan perwalian anak, dll. Alhasil, Islam tegas melarang nikah beda agama antara perempuan muslim dan laki-laki nonmuslim. 


Negara Penjaga Syariat 


Untuk itu, dalam Islam negara harus berperan sebagai institusi penerapan Islam kafah. Para penguasa dalam Islam akan menetapkan aturan sesuai syariat Islam. Juga para hakim, akan memutuskan semua perkara termasuk terkait pernikahan berlandaskan atas aturan Allah Swt.


Sehingga, jelas pernikahan beda agama antara muslimah dan nonmuslim tidak akan mungkin dikabulkan. Dari sinilah akan tercapai tujuan dari diterapkannya syariat Islam, yaitu negara sebagai pengurus urusan umat. Wajib untuk menjaga agama, harta, jiwa, keturunan bahkan akal umatnya.


Pernikahan adalah dasar peradaban. Dari menikah, akan bangkit hukum-hukum lainnya. Seperti kewajiban suami istri, hadhanah (pengasuhan), birrul walidain (berbakti pada orang tua), hukum waris, dll. Sehingga seseorang yang menikah karena agama. Ia akan mencari pahala dengan cara mengoptimalkan berbagai macam kewajiban lainnya yang datang padanya. 


Kebaikan lainnya yang akan datang adalah ia akan menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesamanya. Karena sebaik-baik manusia ialah yang paling bermanfaat untuk sesamanya. Ia akan memakai ilmunya untuk menyelesaikan persoalan umat juga memajukan bangsa. Bukan untuk kesenangan duniawinya semata juga tidak untuk menimbun materi seperti yang terjadi saat ini.


Sementara masyarakat yang ada dalam Islam akan berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Karena standar tolok ukur perbuatannya adalah halal haram. Sedangkan standar kebahagiaannya adalah rida Allah Taala. 


Inilah yang akan menjadikan masyarakat Islam sebagai masyarakat yang agung. Sebab hubungan antarindividunya saling memudahkan, juga saling tolong-menolong dalam kebaikan yang terjadi dalam kesehariannya.


Wallahualam bissawab.




Oleh. Rita Handayani 

(Penulis dan Founder Media)



Ragam Formula - Pernikahan bukan hanya tentang cinta dan dua insan yang sedang bergejolak rasa. Namun pernikahan adalah ikatan suci nan sakral dari Ilahi. Pernikahan adalah ibadah. Pernikahan harus menjadi penguat akidah. 


Apa jadinya jika pernikahan yang beda agama semakin marak? Akibat dari penguasa yang melegalkannya? Akidah Umat pasti akan tercoreng hingga terkoyak. 


Sebagaimana yang dilakukan, Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang telah mengabulkan permohonan pernikahan pasangan beda agama JEA dan SW. Permohonan yang diajukan oleh seorang mempelai laki-laki beragama Kristen dan mempelai perempuan yang beragama Islam ini. Terkendala saat hendak mendaftarkan pernikahan mereka Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). 


Atas dasar UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) dan pertimbangan sosiologis. Yaitu keberagaman masyarakat. Palu hakim pun diketuk untuk melegalkan permohonan tersebut. (Kompas.com, 30 Juli 2023)


Nikah Beda Agama Kian Marak


Tak hanya kali ini, pernikahan beda telah banyak terjadi. Bahkan tahun lalu, sempat viral nikah beda agama di Semarang. Dalam video 13 detik yang beredar tersebut cukup membuat geger warganet. Karena pengantin perempuannya berhijab dan prosesi pernikahannya dipimpin oleh seorang pendeta di gereja dengan latar salib.


Berita tersebut pun telah dibenarkan oleh seorang aktivis Pusat Studi Agama dan Perdamaian sekaligus konselor pernikahan. Yaitu Ahmad Nurcholish. Menurutnya, pernikahan tersebut berlangsung dengan tata cara Islam dan juga Katolik. 


Ahmad juga mengakui bahwa pernikahan tersebut adalah pasangan yang ke-1.425. Yang telah menjalani pernikahan beda agama di kota. Ia mengaku telah mendampingi sekitar 15 - 20 pasangan beda agama, menikah pada setiap bulannya. Bahkan, Ia juga mengaku dirinya sendiri merupakan pelaku pernikahan campuran beda agama. (Tribun News, 7/3/2022).


Kedudukan Pernikah di Indonesia


Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan tingkat religiusitas tinggi. Hingga menjadikan agama sebagai hal penting dalam hidupnya. Termasuk di dalamnya pengaturan dalam urusan pernikahan. 


Di Indonesia pernikahan masih dianggap sebagai ikatan yang sakral. Karena tidak hanya terkait hubungan pribadi dari pasangan yang melangsungkan pernikahan. Namun juga berkaitan dengan persoalan agama.


Hal itu berdasarkan pada definisi pernikahan yang tertera dalam Pasal 1 UU Perkawinan (UUP) No. 1/1974, “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” 


Kemudian, pada Pasal 2 UUP yang menyebutkan, “… bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” 


Dalam pasal tersebut, syarat materiil sahnya suatu perkawinan adalah setiap warga negara Indonesia (WNI). Yang hendak menikah harus melewati lembaga agamanya masing-masing. Serta harus tunduk terhadap aturan agama yang dianutnya terkait perkawinan.


Untuk WNI muslim, dalam urusan perkawinan juga terikat pada hukum perkawinan seperti yang terdapat dalam Buku I: Hukum Perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang telah dikuatkan melalui Instruksi Presiden (Inpres) 1/1991. Dalam pasal 40 (c) dan 44 KHI, tegas dinyatakan bahwa terdapat larangan bagi muslim untuk melangsungkan perkawinan dengan pasangan yang nonmuslim.


Jadi, sangat jelas asas perkawinan yang terdapat di Indonesia adalah perkawinan dengan pasangan yang seagama. Hal ini juga diperkuat dengan beberapa kali pernikahan beda agama digugat ke MK, namun hingga kini MK belum mengabulkan. Sehingga pernikahan beda agama tetap tidak diperbolehkan sesuai UU Perkawinan.


Upaya Pelegalan 


Tahun 2014, adanya upaya uji materi UU Pernikahan yang diajukan ke MK oleh Damian Agata Yuvens, dkk. Dengan fokus gugatan pada pasal 2 ayat (1) UU. Yang mengatur keabsahan pernikahan harus berdasarkan agama. 


Namun ketentuan ini ia anggap bertentangan dengan konstitusi. Karena telah membatasi ruang mempraktikkan pernikahan beda agama yang mereka sebut sebagai “hak asasi”. Melalui putusan No. 68/PUU/XII/2014, MK menolak permohonan tersebut. 


Kemudian pasal ini kembali digugat ke MK pada awal Februari 2022 oleh E. Ramos Petege. Seorang pria Katolik yang ingin menikahi pacarnya yang seorang muslim. Namun hingga kini belum ada keputusan MK untuk mengubah asas pernikahan. 


Ini Artinya, pernikahan yang telah dianut di Indonesia adalah sesuai UUP 1/1974. Yakni didasarkan pada akidah yang sama. Di antara pasangan yang akan menikah.


Akan tetapi, sangat disayangkan. Terdapatnya UU Administrasi Kependudukan No. 23/2006 jo UU No. 24/2013 yang membuka peluang pencatatan pernikahan beda agama di Kantor Catatan Sipil. Dengan syarat sudah ada penetapan pengadilan.


Selanjutnya Kantor Catatan Sipil akan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan. Aturan inilah yang telah menjadi pintu, maraknya pernikahan beda agama. yang kemudian akan “dilegalkan”.


Itulah tatanan negara sekuler demokratis yang menyerahkan pembuatan hukum kepada manusia. Yang senantiasa dipenuhi hawa nafsu. Suatu UU akan berbenturan dengan UU lainnya. Sehingga tidak ada ruang bagi hukum Islam untuk bisa diterapkan.


Akibat Negara Sekuler


Semakin tingginya angka nikah beda agama merupakan fakta yang tidak bisa dimungkiri. Membuktikan kian rusaknya tatanan hidup manusia. Akibat menjauh dari syariat Sang Pencipta. 


Manusia semakin tampak jauh dari visi akhirat. Mereka bahkan malah mengejar kenikmatan duniawi dan telah melupakan kehidupan akhirat. Sehingga manusia semakin mengagungkan soal hak asasi dibandingkan aturan Ilahi.


Liberalisme hasil dari sekularisme adalah sebuah paham kebebasan yang telah menyingkirkan fungsi agama sebagai pedoman hidup bagi manusia. Membuat Individu-individunya merasa bebas dalam melakukan apapun sesuai keinginannya. Tidak peduli melanggar syariat atau tidak, yang penting puas dan senang. Bahkan mengejar hawa nafsu dan syahwat pun dianggap sah-sah saja.


Pendidikan sekuler yang ada pun telah menjauhkan agama dari anak didik. Ini yang kemudian melahirkan kenakalan remaja. Seperti, seks bebas, aborsi, geng motor, narkoba, tawuran, perilaku "sesama", dsb. Akibat jangka panjangnya adalah keinginan menikah beda agama atau sesama pun bisa menjadi sesuatu yang niscaya.


Karena sekularisme dan liberalisme hanya menjadikan pernikahan sekadar untuk mengejar hawa nafsu. Baik untuk mengejar cinta, harta, ataupun kedudukan. Sehingga tidak ada lagi tujuan pernikahan untuk ibadah.


Inilah ciri dari masyarakat liberal, hanya menjadikan materi sebagai standar kebahagiaannya. Yang penting punya harta juga kehidupan terhormat, meski agama dicela. Ini jugalah yang menjadikan rusaknya masyarakat liberal. Karena hubungan antarindividu yang terjalin amat rapuh bahkan membawa pada kemudaratan.


To Be continue



Oleh. Apt, Arimbi N.U, S.Farm

(Work at Home)



Ragam Formula - Praktik korupsi memiliki sejarah panjang. Juga sudah berlangsung cukup lama di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu, untuk mengatasi korupsi di Indonesia maka dibentuk suatu lembaga yang khusus menangani masalah ini sehingga lahirlah KPK.


Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Sejak awal didirikannya KPK, seperti nampak secercah harapan untuk musnahnya praktik korupsi di negeri ini.

Bukan pp, karena gebrakan yang dilakukan KPK tidak main-main. Lembaga ini membuat takut para koruptor dan sudah banyak kasus korupsi yang dibongkar.


Sejak dibentuk pada 2002, KPK menangkap sejumlah tokoh dan pejabat penting di Indonesia baik dari tingkat pusat hingga daerah. KPK sudah memproses 1.064 orang dan korporasi atas kasus korupsi. Jumlah 1.064 orang itu terdiri dari 255 wakil rakyat, 27 kepala lembaga dan menteri, empat duta besar, tujuh komisioner. 


Kemudian 20 gubernur, 110 wali kota dan bupati, 208 pejabat eselon I hingga III, 22 hakim, delapan jaksa, dan dua polisi. Ada 111 pengacara, 266 orang dari swasta, enam korporasi, dan 118 sipil dengan berbagai profesi yang turut memuluskan korupsi. Total uang yang diselamatkan KPK, atau potensi kerugian negara yang tidak jadi hilang karena korupsi sejak 2004 hingga 2018 mencapai Rp 161,1 triliun.


Sebuah prestasi yang sungguh luar biasa dan menciutkan nyali para koruptor. Namun sayang, citra KPK mulai tercoreng dengan beberapa kasus yang menimpa lembaga independen tersebut. Yang terbaru adalah temuan dugaan pungutan liar.


Sungguh ironis! Dugaan pungli terjadi di lingkungan rutan KPK. Dewan Pengawas (Dewas) KPK menemukan sejumlah praktik pungli tersebut hingga mencapai Rp4 miliar. Staf Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya, mengatakan bahwa kejadian ini hanyalah satu dari beberapa insiden yang membuat integritas KPK ‘pudar’ di mata publik, khususnya selama masa kepemimpinan Firli Bahuri.


Mendung membayangi harapan pemusnahan korupsi. Bahkan lembaga yang terdepan memberantas korupsi kini mulai menjadi ladang korupsi.

Mengapa korupsi seakan tak pernah mati?


Semua karena sistem kapitalisme yang memeluk erat masyarakat. Sistem yang mengedepankan materi. Sehingga semua seolah dapat dibeli dengan uang, bahkan hukum dan keadilan.


Bila lembaga yang bertugas memberantas korupsi bisa dibeli dengan uang. Lalu kemana lagi rakyat akan percaya? Karena merekalah harapan bagi rakyat agar korupsi tidak terus tumbuh subur. Sayang, demi uang, kejujuran tergadaikan.


Di sisi lain, sistem sekularisme yang memisahkan agama dan kehidupan tidak membentuk ketakwaan individu. Sehingga mampu menjaga diri dari godaan harta dunia. Tidak ingin saling mengingatkan jika ada yang berbuat curang dan justru melakukan korupsi berjemaah tanpa rasa malu.


Berbeda di dalam Islam, saling nasehat menasehati, amar makruf nahi mungkar akan diberlakukan. Masyarakat bisa menjadi penjaga sekaligus pengawas terterapkannya syariat. Jika ada individu yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi, bisa dengan mudah melaporkannya pada pihak berwenang.


Negara pun sebagai pihak yang berwenang akan menegakkan sistem sanksi Islam yang tegas dan berefek jera bagi pelaku kriminal. Tidak terkecuali kasus korupsi. Sistem sanksi Islam ini memiliki dua fungsi, yaituÄ·Æ™ sebagai penebus dosa dan efek jera.


Ketika hukum yang dipakai adalah aturan Allah. Maka celah untuk mempermainkan hukum pun mustahil terjadi. Untuk itu, bila benar-benar ingin korupsi tercabut sampai keakarnya, maka tidak ada solusi lain selain menggunakan aturan Allah, aturan Islam yang sempurna.

 

Wallahu'alam bissawab.

 





Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts