Oleh. Rita Handayani
(Penulis dan Founder Media)
Ragam Formula - Hari Anak Nasional (HAN) yang diperingati setiap tahun tampaknya tak membawa perubahan berarti dan mendasar. Seolah hanya sekadar seremonial belaka. Buktinya setiap tahun kasus kekerasan terhadap anak bukan berkurang atau berhenti, tetapi semakin "menggila" dan menggejala.
Anak-anak terzalimi tidak hanya oleh orang lain atau orang asing. Bahkan oleh orang terdekatnya sendiri seperti teman, guru, hingga keluarga, bahkan orang tuanya sendiri. Ini menunjukkan persoalan terhadap tidak berdiri sendiri. Melainkan imbas dari problematika lain.
Untuk itu, harus cermat dalam menganalisa faktor penyebabnya. Agar tepat dalam menentukan penyelesaiannya. Tidak hanya sekadar uji coba atau bahkan melakukan hal yang jauh dari solusi yang seharusnya dilakukan.
Persoalan Mendasar
Persoalan mendasar atas kejahatan seksual anak sejatinya lahir akibat diterapkannya sistem hidup yang jauh dari konsep aturan Islam. Sekularisme (sistem yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan berbangsa dan bernegara ini) berdampak sangat luas. Hingga pada kasus terhadap anak yang tak pernah berhenti bahkan bertambah setiap saat.
Jauhnya individu dari nilai agama (sekuler) menjadi faktor mendasar yang selalu membuatnya gamang dan hilang kendali. Faktor sekularisme ini juga yang membuat budaya liberal semakin mendarah daging di benak masyarakat. Pelaku kekerasan pada anak melakukan hal itu semata ingin melampiaskan syahwatnya.
Mereka kehilangan kontrol baik secara perasaan tentang masa depan anak. Maupun akal sehat dengan patokan agama, haram dan dosa. Sehingga tidak peduli pada anak didik, atau bahkan terhadap anak kandung sekalipun! Para pelaku, tindak kejahatan pada anak merasa bebas melakukan apa saja.
Liberalisme akut telah diidap masyarakat saat ini. Terlebih lagi, makin maraknya penyakit sosial. Seperti pedofilia yang semakin menambah kekhawatiran akan nasib generasi.
Budaya liberal juga membuat anak-anak bebas dalam melakukan apa pun yang mereka sukai. Seperti, pacaran, perundungan, seks bebas, bahkan hingga L687. Seolah menjadi hal biasa di tengah maraknya kejahatan seksual.
Pakaian tidak menutup aurat, serba seksi makin digandrungi anak-anak muda. Mereka juga bebas berkeliaran malam hari demi nongki di tempat-tempat keramaian dan hiburan. Bukankah ini menjadi pintu terjadinya kejahatan seksual?
Lantas, ke mana keluarganya, ayah juga ibunya? Lagi-lagi, akibat sekularisme menjadikan orang tua memiliki akidah yang amat tipis. Tidak menjadikan halal dan haram sebagai patokan dalam mengatur dan mendidik anak.
Bahkan ortu zaman sekarang tak jarang ikut-ikutan phobia terhadap agamanya sendiri. Mereka lebih takut jika anaknya memakai jilbab dan berkerudung besar, aktif ngaji dan tidak pacaran. Selain takut terkontaminasi radikalisme juga takut anaknya tidak mendapat jodoh.
Padahal dengan pacaran dan mengumbar aurat belum tentu juga dapat jodoh. Meski dapat jodoh pun, pastilah jodohnya bukan jodoh yang baik, taat agama. Hal pasti yang terjadi adalah ortunya ikut berdosa akibat kemaksiatan anaknya. Ditambah hal buruk lainnya juga bisa terjadi. Seperti perzinaan, hamil di luar nikah, hingga pembunuhan.
Selain itu, atas nama liberalisasi juga banyak ayah dan ibu tidak mengerti bagaimana cara pengasuhan yang benar. Anak tidak mendapatkan edukasi dari dalam rumah. Karena ayah dan ibunya sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Terpenuhinya kebutuhan fisik seolah-olah menjadi satu-satunya kebutuhan. Padahal, seharusnya rumah menjadi tempat untuk menyemai kasih sayang. Juga penancapan ilmu, terutama ilmu agama bagi anak untuk bisa mengarungi kehidupannya.
Kebanyakan Ayah dan ibu juga menyerahkan anak begitu saja kepada lembaga pendidikan. Sementara kebanyakan lembaga pendidikan di sistem saat ini tidak lepas dari serangan pemahaman liberal. Lihat saja kerudung dan jilbab yang dijadikan kasus. Padahal telah jelas syariat untuk perempuan adalah menutup auratnya.
Alhasil, karena terbiasa berpakaian bebas ketimbang menutup aurat dengan sempurna. Anak pun menjadi enggan mengikuti aturan agama. Lebih percaya diri dengan aturan liberal dan sekuler.
Demikian juga dengan media yang turut tidak selamat dari liberalisasi. Bahkan cenderung menjadi corong semakin mendalamnya budaya di luar Islam ini diidap generasi. Anak-anak muda pun latah dalam mengekspresikan kebebasannya tidak lepas dari adanya peran media. Demikianlah, budaya kafir Barat masuk melalui media sosial tanpa filter, yang kini tidak bisa terpisahkan dari para pemuda.
Hal yang tak kalah mirisnya, ketika pemerintah malah menjadi pihak terdepan dalam mengaruskan budaya liberal. Dengan alasan untuk membangkitkan ekonomi, kawula muda dieksploitasi hingga benar-benar mereka kehilangan jati diri. Sungguh, pemandangan yang sangat mengiris hati tatkala dukungan malah mengalir deras pada kebebasan berperilaku.
Bagaimana Solusinya?
Setelah mengidentifikasi secara jelas, apa persoalan mendasarnya. Yaitu, sekularisme dan liberalisme. Maka solusi praktis untuk menyelesaikan kejahatan seksual pada anak adalah dengan membuang paham tersebut.
Setiap elemen harus Insyaallah sama untuk bahu-membahu. Dalam menyingkirkan budaya sekuler dan liberal di tengah masyarakat, khususnya generasi muda. Langkah awal adalah dengan menjelaskan tentang kerusakan pemahaman ini pada masyarakat.
Liberalisme yang telah lahir dari sekularisme ini adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Paham ini telah membuang agama dari benak umat dalam mengatur setiap tingkah lakunya dan membenarkan setiap perbuatannya meski terlarang dalam agama. Padahal, agama merupakan pegangan yang menyelamatkan umat manusia dari kerusakan.
Sebagaimana firman Allah SWT. dalam QS. Al-A’raf: 52 “Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur’an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
Keluarga harus menjadi tempat terpenting untuk mendidik generasi. Ibu pun perannya harus kembali pada syariat. Yaitu menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Kemuliaan akan dapat diraih oleh ibu yang bersungguh-sungguh dalam mengasuh anak-anaknya.
Sedangkan, ayah harus giat dalam mencari nafkah. Serta berusaha untuk menjadi teladan terdepan bagi anak-anaknya. Anak yang kenyang dengan kasih sayang orang tuanya juga paham agama, tidak akan membiarkan dirinya melakukan perbuatan nista apa pun bentuknya.
Di sisi lain, sistem pendidikan wajib terdepan dalam menjauhkan generasi dari liberalisme. Yaitu dimulai dari menancapkan akidah pada peserta didiknya. Agar mereka tidak kehilangan jati diri.
Sejak dini, anak-anak harus sadar akan tujuan hidupnya. Yaitu untuk mencari rida Allah Taala. Dengan ketakwaan itulah yang akan dapat mengantarkan mereka dalam perilaku yang selalu terikat syariat. Mereka akan berpikir terlebih dulu sebelum bertindak, juga mampu membedakan antara perbuatan mana yang mengundang murka dan yang mendulang pahala.
Selanjutnya hal yang tak kalah penting adalah peran negara. Pemerintah, harus menjadi yang terdepan dalam menjaga rakyatnya. Terutama, generasi muda, dari segala mara bahaya.
Sekularisme liberal adalah bahaya laten. Harus secepatnya diperangi dan dimusnahkan. Dengan cara menerapkan aturan Islam kafah dalam sistem pemerintahan, berbangsa, dan bernegara.
Setiap kebijakan negara tidak boleh menyimpang dari ajaran Islam. Begitu juga dengan aturan yang diterapkan tidak boleh melanggar syariat. Juga sanksi yang ditetapkan harus berpedoman pada hukum syara, dengan sanksi tersebut akan mampu terampuninya dosa di akhirat dan menjerakan bagi yang lain.
Terakhir, negara wajib untuk menjaga suasana keimanan masyarakat. Dengan cara menerapkan kebijakan dan mengontrol media. Hal ini supaya generasi muda fokus dalam menjalankan misinya sebagai hamba mulia, bermanfaat bagi umat.
Dengan begitu insyaAllah sirnalah kasus kekerasan pada anak. Generasi muda akan senantiasa mengisi hari-hari mereka dengan amal saleh. Yang akan mengantarkan pada tingginya peradaban manusia. Anak-anak bangsa akan menjadi anak yang berbudi luhur, kebanggaan negara. Anak sebagai agen perubahan pun akan mampu terwujud dalam naungan sistem Islam.
Wallahualam bissawab.