SELAMAT DATANG DI RAGAM FORMULA

BERITA DARI RAGAM FORMULA

media berita dan edukasi terpercaya yang menginspirasi dan mencerdaskan umat

Kamis, 24 April 2025

Penulis: Rati Suharjo

(Pegiat Literasi)





Pelanggaran gencatan senjata oleh Israel mengakibatkan penderitaan rakyat Gaza semakin akut. Serangan membabi buta telah menewaskan dan melukai banyak warga, serta menghancurkan fasilitas umum dan infrastruktur penting.


Konflik berkepanjangan ini mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk menawarkan solusi berupa penampungan ribuan warga Gaza di Indonesia. Beliau bahkan berencana mengirimkan pesawat untuk mengevakuasi mereka. Setelah situasi di Gaza aman, warga tersebut akan dipulangkan. (Beritasatu.com, 9 April 2025)


Presiden Prabowo menyatakan bahwa sejak era Presiden Jokowi, Indonesia tak tinggal diam menghadapi tragedi kemanusiaan di Gaza, dengan memberikan bantuan kemanusiaan dan menyampaikan kecaman.


Namun, kebijakan evakuasi ini menimbulkan pertanyaan: apakah ini harapan baru bagi Palestina, atau justru celah bagi Israel untuk menguasai Gaza?


Sejak 1948, Israel, dengan dukungan Inggris dan negara-negara Barat, terus menjajah Palestina. Perjanjian damai dan gencatan senjata berkali-kali gagal, dan Israel tetap menindas rakyat Palestina, berupaya mendapatkan legitimasi internasional untuk eksistensi negaranya.


Evakuasi warga Gaza dapat diinterpretasikan sebagai keberhasilan Israel mengosongkan wilayah yang ingin mereka kuasai tanpa perlu perang berkepanjangan.


Di sisi lain, menampung warga Gaza membutuhkan biaya besar, menambah beban APBN yang telah mengalami defisit. Meskipun membantu sesama Muslim adalah kewajiban, aspek ini perlu dipertimbangkan.


Masjid Al-Aqsa, situs bersejarah penting bagi umat Islam, juga menjadi perhatian. Ambisi Israel untuk merobohkan masjid ini demi menemukan kuil kuno di bawahnya menimbulkan kekhawatiran. Jika warga Gaza dievakuasi, siapa yang akan menjaga Masjid Al-Aqsa? Rakyat Palestina sendiri telah bersumpah untuk mati syahid mempertahankan tanah suci tersebut. Ironisnya, tindakan ini justru seolah memberikan "karpet merah" bagi Israel.


Memboyong warga Gaza bukanlah solusi mengakhiri konflik, malah membuka peluang bagi penjajahan. Penjajahan harus dilawan dengan kekuatan yang seimbang. Rasulullah saw. bersabda, "Umat Islam itu ibarat satu tubuh." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menekankan pentingnya persatuan umat Islam.


Penerapan Islam kaffah dalam bingkai negara Islam (Daulah Islamiyah) dapat mewujudkan persatuan dan menghasilkan kepemimpinan yang melindungi rakyatnya. Sebuah kepemimpinan yang menjamin keamanan dan kesejahteraan, sebagaimana diibaratkan dalam hadis, "Imam itu laksana penggembala kambing." (HR. Imam Al-Bukhari). Untuk menghentikan konflik di Palestina, maka pengiriman pasukan militer ke Gaza menjadi solusinya.


Wallahu a'lam bishawab.

Selasa, 22 April 2025

Penulis: Khurunninun

(Aktivis Kota Blora)





Di tengah merosotnya daya beli masyarakat akibat tekanan ekonomi yang tak kunjung reda, fenomena penggunaan layanan paylater justru semakin marak. Gaya hidup konsumtif yang dahulu hanya menjadi tren kini berubah menjadi kebutuhan “ terpaksa”. Masyarakat tidak lagi berbelanja karena ingin, melainkan karena harus meski dengan cara berutang. Inilah potret nyata bagaimana sistem sekuler kapitalis telah gagal memberikan solusi yang hakiki bagi kehidupan rakyat.


Terbukti juga dengan jumlah utang Paylater yang begitu besar pada awal tahun ini, seperti yang dilansir dari liputan6.com- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Februari 2025 total utang masyarakat Indonesia lewat layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang lebih akrab disebut Paylater di sektor perbankan menyentuh angka 21,98 triliun.


Meski angka ini sedikit turun dari posisi Januari 2025 yang berada di 22,57 triliun, secara tahunan justru terlihat kenaikan yang cukup signifikan, yakni sebesar 36,60 persen.


“ Februari 2025 baki debet kredit BNPL sebagaimana dilaporkan dalam SLIK, tumbuh sebesar 36,60 persen yoy menjadi rp 21,98 triliun” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan, Secara Virtual, Jumat (11/4/2025).


Paylater: Solusi Palsu dalam Sistem yang Rusak


Paylater, cicilan tanpa kartu kredit, dam layanan buy now, pay later seolah menjadi pilihan baru bagi masyarakat yang kehilangan daya beli. Padahal, di balik kemudahan itu, tersembunyi jebakan sistemik berupa utang konsumtif, bunga terselubung, dan ketergantungan gaya hidup yang tidak produktif.


Fenomena ini bukan berdiri sendiri, melainkan buah dari sistem ekonomi kapitalisme yang memisahkan atura kehidupan dari agama ( sekulerisme). Dalam sistem ini, negara tidak hadir sebagai fasilitator pasar dan korporasi. Negara hanya menjadi “wasit” yang mempersilahkan masyarakat berkompetisi di area bebas, tanpa ada jaminan kesejahteraan bagi yang kalah.


Kapitalisme Melahirkan Krisis yang Berulang


Daya beli turun bukan semata karena pandemi atau gejolak global, melainkan karena struktur ekonomi yang tidak adil. Ketimpangan ekonomi semakin tajam, distribusi kekayaan dikuasai segelintir elite, sementara rakyat diminta “kreatif” menghadapi hidup yang makin sulit.


Sistem kapitalisme justru mendorong masyarakat hidup di ats utang. Bank, fintech, dan layanan kredit lainnya tumbuh subur bukan untuk menyejahterakan rakyat, tapi untuk mencari untung dari kesulitan rakyat.


Padahal Islam telah memperingatkan bahayanya transaksi ribawi dan gaya hidup konsumtif. Allah SWT berfirman:


“Allah musnahkan riba dan menyuburkan sedekah...” (QS. Al-Baqarah:276)


Islam menawarkan solusi sistemik berbeda dengan kapitalisme, Islam tidak sekedar melarang riba atau mengatur akhlak individu. Islam menawarkan sistem ekonomi yang komprehensif. Dalam sistem Islam, negara berkewajiban menyediakan kebutuhan dasar rakyat seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dam kesehatan tanpa syarat dan bukan berbasis utang. Islam melarang negara membiarkan rakyat hidup dari utang konsumtif, apalagi dari praktik ribawi.


Kesimpulan

Lonjakan layanan paylater dan turunnya daya bli rakyat adalah alaram keras bahwa sistem hari ini sedang sakit. Penyakitnya bukan sekadar inflasi, tetapi kerusakan sistemik dari ideologi sekuler kapitalisme. Sudah saatnya umat Islam sadar bahwa solusi tidak cukup dengan edukasi keuangan atau bijak berbelanja, tapi dengan kembali pada aturan Allah secara menyeluruh.


Karena hanya dengan penerapan syariat Islam secara kaffah lah, keadilan sosial dan kesejahteraan hakiki bisa diwujudkan bukan dengan utang, tapi dengan berkah dari langit. Wallahua’lam...

Kamis, 17 April 2025

Penulis: Sendy Novita, S.Pd., M.M.

(Praktisi Pendidik)



Hari Raya Idulfitri baru saja usai. Kini, masyarakat berbondong-bondong meninggalkan kampung halaman untuk kembali beraktivitas seperti biasa. Mudik ke kampung halaman, fenomena tahunan yang selalu dinantikan, seakan menjadi tradisi yang terjadi setiap akhir Ramadan. Mereka meninggalkan perantauan dan kembali ke desa dengan berbagai tujuan: mengunjungi orangtua, menjalin silaturahmi dengan saudara, atau sekadar mengenang masa lalu. Tradisi ini telah mengakar kuat dalam masyarakat Muslim, khususnya, dan berlangsung selama puluhan tahun.


Rasulullah SAW pernah melakukan perjalanan "mudik" ke Mekkah selama 19 hari, di mana beliau dan para sahabat merayakan Idulfitri ke-6 di kampung halaman. Perjalanan tersebut membuktikan bahwa Islam adalah agama penuh keberkahan. Beliau memaafkan musuh-musuh yang menentang dakwah-Nya, lalu kembali ke Madinah. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada lagi hijrah ke Madinah setelah kemenangan di Mekkah, yang ada adalah niat tulus dalam melakukan kebajikan disertai jihad dalam mewujudkannya" (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim). Sebagai umat Islam, kita hendaknya meneladani beliau dengan menyebarkan kebaikan, kebahagiaan, dan kedamaian selama mudik.


Sayangnya, dari tahun ke tahun, aktivitas mudik mengalami banyak perubahan. Ia tak lagi semeriah dan penuh keberkahan seperti dulu, bahkan menjadi ajang *flexing*. Tradisi mudik, bagian integral budaya Indonesia, terus berubah seiring perkembangan zaman. Menurut pakar Sosiologi Pedesaan IPB University, Prof. Dr. Sofyan Sjaf (siaran pers IPB University, Selasa, 8 April 2024, Kumparan.com), beberapa faktor memengaruhinya, antara lain: banyak orang yang memilih merayakan Lebaran di Tanah Suci, orangtua yang mengunjungi anak di perantauan, beragamnya pilihan moda transportasi dan biaya, serta—yang tak kalah penting—mudik sebagai ajang *flexing* untuk menunjukkan kekuatan dan keberhasilan sebagai perantau di kota besar.


Mengapa hal ini terjadi? Budaya materialisme dan sekular kapitalis yang tumbuh subur di masyarakat telah mewarnai tradisi mudik. Perayaan kemenangan justru diwarnai perbuatan makruh bahkan haram, seperti berlebih-lebihan dalam makan dan minum, berpakaian tidak sesuai syariat, menghamburkan uang untuk pamer kekayaan, serta menjadikan halal bihalal, reuni, atau acara musik sebagai ajang pamer. Oleh karena itu, umat perlu kecerdasan dalam memanfaatkan momen mudik agar terhindar dari kemaksiatan dan pelanggaran syariat. Wallahu a'lam bisshawab.


Selasa, 15 April 2025

Penulis: Rita Handayani 

(Founder Media)



Seruan jihad yang akhirnya dikumandangkan oleh Persatuan Ulama Muslim Internasional, sebagaimana dilansir oleh merdeka.com, mediaindonesia.com, dan sindonews.com, adalah respons yang wajar atas situasi tragis di Gaza dan kegagalan berbagai upaya umat Islam dalam menolong saudara-saudaranya di sana. Aksi demonstrasi, boikot produk, hingga pengiriman bantuan logistik, meski memiliki nilai simbolik dan kemanusiaan, nyatanya belum mampu menghentikan kebiadaban zionis Israel.

Namun, perlu direfleksikan secara mendalam, apakah fatwa jihad saja akan membawa perubahan signifikan di lapangan? Fatwa, meskipun memiliki legitimasi keagamaan, pada hakikatnya tidak memiliki kekuatan eksekutif yang mengikat. Kekuatan militer, yang menjadi instrumen utama dalam jihad ofensif maupun defensif yang efektif, justru berada di tangan para penguasa di berbagai negeri muslim. Ironisnya, selama ini, seruan-seruan mereka untuk membela Palestina seringkali berhenti pada retorika tanpa diikuti pengerahan pasukan dan kekuatan nyata.

Faktanya, jihad defensif telah lama dilakukan oleh kaum muslimin di Palestina di bawah komando kelompok-kelompok bersenjata. Namun, perjuangan mereka seringkali terisolasi dan kekurangan dukungan strategis yang terkoordinasi dari seluruh umat Islam. Upaya membebaskan Palestina dengan jihad yang sesungguhnya membutuhkan komando seorang pemimpin yang diakui dan ditaati oleh mayoritas umat Islam di seluruh dunia.

Analisis mendalam dari Muslimah News ID (sekali lagi, tanpa akses langsung ke artikel spesifik mereka, kita merujuk pada kecenderungan analisis mereka terhadap isu-isu kepemimpinan dan solusi Islam) kemungkinan besar akan menyoroti pentingnya menghadirkan kepemimpinan seperti ini sebagai agenda utama umat Islam, khususnya bagi gerakan-gerakan dakwah yang memiliki kepedulian mendalam terhadap nasib muslim Gaza dan Palestina. Kepemimpinan yang dimaksud adalah Khilafah Islamiyah.

Khilafah, dalam perspektif Islam, bukanlah sekadar konsep utopis, melainkan sebuah sistem kepemimpinan yang pernah tegak selama berabad-abad dan terbukti mampu menyatukan umat, melindungi kaum lemah, dan menegakkan keadilan. Tegaknya Khilafah hanya mungkin terwujud atas dukungan mayoritas umat, sebagai buah dari proses penyadaran ideologis yang dilakukan oleh gerakan-gerakan Islam yang tulus dan lurus dalam perjuangannya semata-mata demi Islam.

Umat Islam adalah pemilik hakiki kekuasaan (as-sulthan li al-ummah). Merekalah yang memiliki kekuatan untuk memaksa para penguasa yang ada untuk bertindak sesuai dengan kehendak mereka, atau bahkan menggantikannya dengan kepemimpinan yang lebih responsif terhadap aspirasi umat. Dalam konteks Palestina, kehendak umat jelas: pembebasan tanah suci dari penjajahan dan perlindungan bagi saudara-saudara muslim di sana.

Urusan penegakan Khilafah sejatinya adalah urusan hidup matinya umat Islam secara keseluruhan, bukan hanya terbatas pada problem Palestina. Sistem Khilafah memiliki potensi untuk menyelesaikan berbagai persoalan umat, mulai dari ketidakadilan ekonomi, perpecahan politik, hingga ancaman eksternal. Oleh karena itu, menjadi kewajiban kolektif bagi setiap Muslim untuk terlibat dalam memperjuangkannya.

Seruan jihad kepada tentara-tentara muslim di berbagai negeri harus terus dikumandangkan, seiring dengan seruan yang lebih mendasar dan strategis, yaitu seruan untuk menegakkan Khilafah Islamiyah. Tanpa adanya kepemimpinan yang terpusat dan memiliki otoritas untuk menggerakkan kekuatan umat secara terpadu, fatwa jihad akan tetap menjadi seruan tanpa implementasi nyata yang signifikan.

Palestina tidak hanya membutuhkan air mata dan doa, meskipun keduanya penting. Palestina membutuhkan aksi nyata, membutuhkan kekuatan yang mampu menggentarkan musuh dan melindungi kaum muslimin. Kekuatan itu hanya akan terwujud melalui persatuan umat di bawah kepemimpinan Islam yang benar. Inilah saatnya bagi umat Islam untuk bergerak melampaui retorika dan mulai membangun fondasi kepemimpinan yang akan membebaskan Palestina dan melindungi seluruh kaum muslimin yang tertindas di seluruh dunia. Fatwa jihad adalah langkah awal yang baik, namun langkah selanjutnya, yang jauh lebih krusial, adalah mewujudkan kepemimpinan yang mampu mengimplementasikan jihad secara nyata.


Penulis: Anizah

(Penulis dan Aktivis Kota Blora)



Rumah sakit, yang seharusnya tempat untuk berobat dan penyembuhan. Justru tak luput dari predator seksual. Dikutip dari laman detikNews pada 09/04/2025, seorang Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) diduga memperkosa pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Pelaku, Priguna Anugerah (31), memperdaya korban dengan dalih membantu mengambil darah untuk transfusi ke ayahnya yang sedang krisis dan akan menjalani operasi.

 

Kejadian serupa juga terjadi di kampus. Dosen Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto, melakukan pelecehan seksual kepada mahasiswinya dalam berbagai kegiatan akademik, dia melakukannya dikampus dan dirumahnya sendiri. (METROTV, 08/04/2025)

--------


Akibat Sekulerisme Liberal


Fakta adanya seorang dokter dan dosen yang menjadi pelaku kekerasan seksual merupakan aib terbesar dalam negeri ini. Sosok yang seharusnya memiliki tugas mulia malah menjadi predator seksual. Tingginya kecerdasan intelektual dan pendidikan tak bisa menjadikan manusia yang bermoral, jika tidak di imbangi dengan iman dan takwa. Ini semua disebabkan karena penerapan sistem sekuler dan liberal di negeri ini. 


Sistem sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan telah membentuk manusia-manusia yang tak bermoral dan tidak takut dengan Tuhan-Nya. Agama tak lagi menjadi pedoman hidup, akibatnya siapa pun mudah melakukan kekerasan seksual.


 Jauhnya agama dari kehidupan tidak hanya membuat manusia tak bermoral, akan tetapi menjadikan manusia kehilangan nilai kemanusiannya, sehingga tidak ubahnya seperti hewan. 


Selain itu, lemahnya regulasi negara yang membiarkan akses mudah ke konten pornografi turut pemicu terjadinya kejahatan seksual. Bahkan individu yang berpendidkan tinggi pun mudah masuk kedalam perangkap hawa nafsu. 


Sementara itu, lemahnya sistem hukum dinegeri ini menjadikan pelaku kekerasan seksual tidak takut, karena hukum di sistem sekularisme bisa diperjualan belikan dan akhirnya uang lah yang mampu unjuk gigi. Itulah bobroknya negara jika masih terus menerapkan sistem yang rusak. 

-------


Islam Punya Solusi Mengatasi Kejahatan seksual


Dengan maraknya kasus kekerasan seksual, tentunya kita membutuhkan sistem yang sahih , yaitu sistem Islam. 


Jika di sistem sekuler melahirkan manusia yang tidak beradab, justru di sistem Islam sebaiknya. 


Di dalam sistem Islam manusia-manusia akan dicetak menjadi pribadi beriman dan bertakwa, dan perbuatannya berpatok kepada halal dan haram. 


Dalam sistem Islam juga ada mekanisme untuk memutus mata rantai kekerasan seksual agar tidak berulang dan menjadi bertambah kasusnya. 


Yang pertama, menerapkan sistem pergaula Islam yang mengatur interaksi laki-laki dan perempuan, baik diranah publik ataupun privat. Dasarnya adalah akidah Islam yang akan menguatkan dan berperan sebagai alarm agar terus berupaya menjauhi perbuatan maksiat. Dalam Islam akan menutup semua celah aktivitas yang mengumbar aurat atau sensualitas ditempat umum, ini karena kejahatan seksual bisa terpicu merangsang dari luar yang kemudian mempengaruhi naluri seksual. 


Kedua, media akan berjalan sesuai prinsip-prinsip syariat. Tidak akan dijumpai lagi informasi atau media massa yang merusak dan meracuni akhlak masyarakat. 


Ketiga, sistem kontrol sosial berupa amar makruf nahi munkar, nantinya masyarakat akan saling menasehati dalam kebaikan, juga akan mencegah segala bentuk kemaksiatan. 


Ke empat, sistem sanksi yang tegas terhadap pelaku kejahatan dan tidak pandang bulu. Sanksi ini akan memberikan efek jera bagi pelaku dan menjadi penghapus dosa. 

Contohnya: sanksi bagi pelaku tindak pemerkosaan, yaitu jika pelakunya sudah menikah akan dikenai hukuman rajam (dilempari batu) hingga mati, dan jika pelakunya belum menikah maka akan dikenai hukuman jilid (dicambuk) 100 kali dan diasingkan selama setahun.

Itulah langkah dari sistem Islam untuk memutus kejahatan seksual, hanya dengan Islam semua problematika kehidupan bisa teratasi.



Penulis: Rita Handayani 

(Founder Media)



Deretan angka yang mengerikan tentang anak-anak Gaza adalah tamparan keras bagi nurani kemanusiaan. Seratus nyawa anak melayang setiap harinya sejak agresi Israel kembali membara. Puluhan ribu bocah tak berdosa menjadi yatim piatu, kehilangan sandaran hidup dan masa depan yang seharusnya mereka rengkuh. Data yang dilansir PBB dan berbagai media kredibel seperti erakini.id, liputan6.com, mediaindonesia.com, katakini.com, dan sindonews.com bukan sekadar statistik, melainkan jeritan pilu yang akan terus bergema dalam sejarah.

Ironisnya, semua kebiadaban ini terjadi di tengah gembar-gembor narasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan sederet aturan internasional yang katanya melindungi anak-anak. Namun, kenyataannya, perangkat hukum dan lembaga-lembaga internasional tak berdaya menghentikan genosida yang merenggut masa depan generasi Palestina. Aturan-aturan yang digadang-gadang sebagai benteng perlindungan justru menjadi saksi bisu atas ketidakmampuan dan bahkan kemunafikan dunia dalam menghadapi kezaliman.

Fakta tragis ini seharusnya membuka mata umat Islam. Harapan semu pada lembaga internasional dan aturan buatan manusia telah terbukti gagal melindungi nyawa dan hak-hak saudara kita di Palestina. Masa depan Gaza, masa depan Palestina, terletak di tangan umat itu sendiri. Solusi hakiki hanya akan terwujud melalui kepemimpinan politik Islam yang kokoh, sebuah Khilafah yang diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.

Sebagaimana yang dianalisis oleh Muslimah News ID dalam berbagai artikelnya (meskipun saya tidak memiliki akses langsung ke artikel spesifik mereka saat ini untuk referensi langsung), konsep Khilafah dalam Islam memiliki peran sentral sebagai ra’in wa junnah (pemimpin dan pelindung). Sejarah mencatat bagaimana Khilafah selama berabad-abad mampu menjadi perisai yang aman bagi rakyatnya, memberikan sistem dukungan terbaik bagi tumbuh kembang anak-anak sehingga mereka dapat menjadi generasi gemilang yang membangun peradaban.

Dalam konteks Gaza, Khilafah dengan kekuatan dan otoritasnya tidak akan pernah membiarkan kezaliman merajalela. Sumber daya umat akan dimobilisasi untuk melindungi nyawa, memberikan bantuan kemanusiaan yang efektif, dan yang terpenting, membebaskan tanah Palestina dari cengkeraman penjajah. Sistem pendidikan dan sosial dalam naungan Khilafah akan menjamin tumbuh kembang anak-anak Gaza yang selamat dari tragedi, memberikan mereka pendidikan yang layak, pemulihan psikologis, dan harapan akan masa depan yang lebih baik.

Oleh karena itu, setiap Muslim memiliki tanggung jawab moral dan agama untuk terlibat aktif dalam memperjuangkan tegaknya kembali Khilafah. Ini bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan agar kita memiliki hujjah (alasan yang kuat) di hadapan Allah kelak bahwa kita tidak diam berpangku tangan menyaksikan pembantaian anak-anak Gaza dan orang tua mereka oleh zionis dan sekutu-sekutunya.

Persoalan anak-anak Gaza tidak akan selesai dengan bantuan parsial atau kecaman retoris semata. Akar masalahnya adalah penjajahan dan ketidakadilan sistem internasional yang lemah dan bias. Solusi tuntas hanya dapat terwujud dengan pembebasan Palestina secara menyeluruh, dan dalam pandangan Islam, jalan menuju pembebasan yang hakiki adalah melalui jihad di bawah naungan Khilafah.

Anak-anak Gaza yang hari ini kehilangan masa kecilnya, yang menjadi yatim piatu akibat kebiadaban zionis, kelak akan menuntut tanggung jawab kita. Mereka akan bertanya, "Apa yang telah kalian lakukan ketika saudara-saudara kalian dibantai?" Jangan sampai kita tidak memiliki jawaban yang memuaskan di hadapan Allah dan di hadapan sejarah. Perjuangan untuk tegaknya Khilafah adalah wujud nyata kepedulian dan tanggung jawab kita terhadap masa depan mereka, masa depan Palestina, dan masa depan umat Islam yang lebih adil dan sejahtera.

Wallahualam bissawab 


Senin, 14 April 2025

Oleh: Sendy Novita, S.Pd., M.M.

(Praktisi Pendidik)





Meskipun dalam suasana Hari Raya Idul Fitri, pengeboman Israel terus berlanjut, menewaskan puluhan orang di Jalur Gaza, Palestina (Erakini.id, Senin, 31 Maret 2025). Palestina merayakan Idul Fitri pada Sabtu (30/1). Hari kemenangan yang dinantikan umat Muslim dunia justru dirayakan dengan darah dan nyawa.


Gencatan senjata yang dijanjikan Israel tak kunjung terwujud. Serangan udara dini hari menghantam tenda dan rumah warga, menewaskan sedikitnya 35 orang. Serangan brutal juga menyasar pekerja medis dan awak media. Penghentian pengiriman bantuan sejak awal Maret semakin mempersulit warga. “Warga Palestina seharusnya berbuka puasa dengan makanan lezat (untuk Idulfitri), tetapi hari ini mereka tak mendapatkan apa pun,” kata Hind Khoudary dari Al Jazeera, melaporkan dari Deir el-Balah. Makanan di Jalur Gaza langka dan mahal, menyulitkan orang tua memberi makan keluarga.


Hampir 90% warga Rafah mendapat perintah evakuasi paksa dari juru bicara militer Israel, dengan peringatan operasi tempur intensif akan dilanjutkan. Avichay Adraee, dalam unggahan di X, meminta warga Rafah dan sekitarnya segera mengungsi ke al-Mawasi. Radio Angkatan Darat Israel menyebutnya evakuasi terluas sejak pertempuran kembali berkecamuk. Rafah, diduduki selama tujuh bulan invasi darat (Mei 2024-gencatan senjata), dihuni sekitar 50.000 warga Palestina yang terancam sejak penyerbuan mendadak Israel ke Shaboura. Ancaman Netanyahu—Hamas harus meletakkan senjata, mengasingkan pemimpinnya, dan menyerahkan keamanan Gaza kepada Israel—semakin memperparah situasi.


PBB menyoroti tewasnya dan terlukanya sedikitnya 100 anak setiap hari sejak serangan kembali dimulai pada 18 Maret, akibat dukungan Amerika Serikat. Lembaga Palestina dan PBB memperingati Hari Anak Palestina dengan kisah mengerikan akibat serangan tersebut. UNICEF melaporkan sedikitnya 322 anak tewas sejak serangan Israel pada 18 Maret 2025, menghancurkan gencatan senjata yang berlaku sejak 19 Januari 2025. Sebanyak 1.100 anak ditahan Israel sejak 7 Oktober 2023, dan 39.000 kehilangan orang tua. Pendudukan Israel secara sistematis menarget anak-anak, menggunakan mereka sebagai tameng manusia, merampas pendidikan, dan berupaya memutus identitas nasional mereka sejak 1948. Lebih dari 9.500 warga Palestina, termasuk perempuan dan lebih dari 350 anak-anak, ditahan di penjara Israel dalam kondisi memprihatinkan. Sejak Oktober 2023, Israel telah membunuh lebih dari 50.600 warga Palestina di Gaza (sebagian besar perempuan dan anak-anak), melukai 164.000, dan 14.000 dinyatakan hilang.


Meskipun Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan (November lalu) untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza, serta tuduhan genosida di Mahkamah Internasional, penjajahan dan penyerangan terus berlanjut. Gencatan senjata dan bantuan kemanusiaan bukan solusi jitu. Hamas menyerukan negara-negara Arab dan umat Islam untuk mendukung rakyat Gaza, meningkatkan penolakan terhadap Israel, mengakhiri agresi, mencabut pengepungan, dan memperjuangkan hak Palestina. Adalah hal yang wajar jika genosida yang dilakukan Israel berjalan mulus tanpa hambatan. Perhatikan saja bagaimana penguasa negeri ini bertindak. Mereka tidak mampu menyelesaikan masalah Palestina dari akarnya—mengusir penjajah dan mengerahkan pasukan—bahkan sekadar membuka perbatasan untuk kelancaran bantuan kemanusiaan pun tidak bisa dilakukan, dengan dalih menjaga kepentingan nasional. Lebih jauh, ketika Israel melanggar perjanjian gencatan senjata, negara mediator justru meminta rakyat Gaza dan Hamas bersabar serta menerima keputusan tersebut. Hal ini membuktikan bahwa masa depan Gaza tidak dapat diserahkan kepada negara yang tidak sepenuhnya menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.


Tindakan Hamas tentu mulia di mata umat Islam. Keikhlasan dan kesungguhannya tidak diragukan, namun Hamas hanyalah sebuah gerakan yang berada di bawah tekanan kekuatan negara, sehingga sulit mengambil langkah besar tanpa campur tangan negara lain. Satu-satunya jalan untuk membebaskan Palestina dan mengusir penjajah adalah dengan berdirinya negara Islam yang kuat, bukan sekularisme dan nasionalisme yang menghambat persatuan umat. Negara inilah yang akan memimpin jihad melawan penjajah dan mampu menghadapi negara-negara yang turut bertanggung jawab atas penjajahan, memaksa mereka kembali ke jalan yang benar. Negara tersebut adalah Khilafah, yang ditakuti Amerika dan sekutunya. Khilafah telah terbukti melindungi umat Islam sejak wafatnya Rasulullah SAW, memimpin peradaban dunia hingga runtuh pada tahun 1924 akibat konspirasi Barat. Keruntuhan Khilafah menjadi awal penderitaan, kehinaan, dan perpecahan umat Islam, termasuk masalah penjajahan di Palestina.


Oleh karena itu, menegakkan kembali Khilafah bukan hanya kewajiban dan konsekuensi iman, tetapi juga kebutuhan umat Islam. Upaya ini harus menjadi tujuan seluruh gerakan Islam di dunia, karena Khilafah merupakan solusi menyeluruh atas berbagai permasalahan, termasuk Palestina.


Mewujudkan Khilafah memang tidak mudah, karena kehadirannya akan menjadi mimpi buruk bagi penguasa negara adidaya dan sekutunya. Khilafah akan menggantikan kepemimpinan destruktif mereka dengan kepemimpinan yang penuh rahmat, karena kembalinya Khilafah adalah janji Allah yang disampaikan Rasulullah SAW. Wallahu a'lam.

Selasa, 08 April 2025

Penulis: Khurunninun 

(Aktivis Kota Blora)





Kondisi jalan rusak dan berlubang di berbagai titik di Kabupaten Blora kembali menjadi sorotan tajam masyarakat. Sudah bertahun-tahun persoalan ini diangkat oleh warga, namun hingga kini, janji perbaikan dari pemerintah daerah hanya tinggal janji. Bukan hanya diperbaiki, lubang-lubang itu justru semakin menganga, mengancam keselamatan pengendara yang melintas dan menghambat aktivitas ekonomi warga.


Warga pun tak bisa lagi menahan rasa kecewa dan marah. Mereka menilai pemerintah hanya pandai berbicara, namun nihil aksi nyata. Sebagai bentuk protes terhadap kelambanan tersebut, sejumlah warga, khususnya para pemuda, memilih untuk melakukan aksi yang tak biasa. Mereka mulai menanam pohon pisang di tengah-tengah lubang jalan yang berlubang. Setiap lubang yang ditemukan, segera diisi dengan pohon pisang yang sengaja ditanam dengan rapi. Aksi ini cepat menyebar dan menjadi perbincangan hangat di media sosial. 


Seperti yang dilansir dari Kompas.com,- Warga protes dengan menanam ratusan pohon di lubang jalan yang hubungkan tiga desa di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Rabu (2/4/2025).


Aksi ini bertujuan menarik perhatian pemerintah untuk segera memperbaiki jalan sepanjang sekitar 8-10 kilometer itu.


Dari sini fenomena jalan rusak bukan sekedar masalah infrastruktur. Ini adalah cerminan dari kegagalan sistem kapitalisme yang mengatur kehidupan hari ini. Dalam sistem ini, anggaran dan kebijakan sering kali tidak berpihak pada kebutuhan rakyat, melainkan pada proyek-proyek yang menguntungkan elit tertentu. Pembangunan hanya diprioritaskan di wilayah-wilayah yang menguntungkan secara politik dan ekonomi.


Rakyat kecil di daerah pinggiran seperti Blora harus puas dengan janji-janji kosong, sementara penguasa justru sibuk menjaga citra dan kekuasaan. Kita melihat dampak nyata dari sistem kapitalisme yang tidak berpihak pada rakyat. Jalan rusak dan berlubang, yang seharusnya menjadi prioritas perbaikan, justru menjadi persoalan yang terabaikan. Warga terpaksa mencari cara sendiri untuk bertahan hidup di tengah ketidakpastian pemerintah yang lamban dalam mengatasi masalah yang berkaitan langsung dengan keselamatan dan kenyamanan mereka.


Sistem Islam adalah solusi sejati bagi kesejahteraan umat yang sangat berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memandang urusan rakyat sebagai amanah besar yang harus ditunaikan oleh penguasa. Dalam sistem pemerintahan Islam, negara wajib menjamin infrastruktur dasar seperti jalan, air, pendidikan, dan kesehatan secara langsung dari baitul mal (kas negara), bukan dari proyek berbasis tender yang rawan korupsi.


Rasulullah SAW bersabda:

“Imam ( khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Dan Allah SWT juga menegaskan dalam Al-Qur’an:

“ Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan...” (QS. An-Nahl:90)


Ayat ini bukan sekedar anjuran personal, tapi panduan sistemik dalam mengatur urusan rakyat secara adil, termasuk menjaga infrastruktur agar rakyat tidak celaka.


Kesimpulan

Saatnya umat sadar sistem, kondisi jalan berlubang di Blora adalah bukti kecil dari kerusakan besar akibat sistem kapitalisme yang gagal memenuhi kebutuhan dasar rakyat. Sudah saatnya umat menyadari bahwa solusi sejati tidak cukup dari pergantian pejabat atau proyek tambal sulam, tapi harus dari perubahan sistemik menuju sistem Islam yang adil dan rahmatan lil ‘alamin. 

Wallahualam bissawab. 


Selasa, 01 April 2025

Penulis: Khurunninun

(Aktivis Kota Blora)





Mudik lebaran selalu menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh masyarakat Indonesia. Namun, dibalik semaraknya tradisi ini, berbagai persoalan dalam sarana transportasi kerap terjadi, mulai dari kemacetan yang mengular, lonjakan harga tiket, hingga kecelakaan lalu lintas yang merenggut banyak korban jiwa. Semua ini tidak bisa dilepaskan dari buruknya tata kelola transportasi yang berasaskan kapitalisme-sekuler, di mana transportasi lebih dipandang sebagai komoditas daripada sebagai fasilitas publik yang harus dijamin negara.


Kurangnya jumlah trasportasi umum yang tersedia juga membuat banyak masyarakat terpaksa menggunakan travel gelap, yang sering kali tidak memiliki izin resmi dan tidak menerapkan standar keselamatan yang jelas. fenomena travel gelap yang menjamur setiap musim mudik menjadi bukti nyata gagalnya pengelolaan angkutan umum. Banyak masyarakat yang terpaksa menggunakan jasa angkutan ilegal karena terbatasnya pilihan transportasi saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat secara optimal, hingga membuka celah bagi layanan trasportasi ilegal yang justru membahayakan keselamatan penumpang. Seperti yang dilansir oleh Liputan6.com, Jakarta Fenomena maraknya travel gelap jelang mudik lebaran kembali menjadi sorotan. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai, maraknya travel gelap ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam menyediakan layanan angkutan umum yang merata hingga pelosok daerah.


“Ini bukan inovasi, melainkan bukti kebutuhan masyarakat akan transportasi yang belum terpenuhi oleh pemerintah,” ujar Djoko, Minggu (23/3/2025).


Karena juga dalam sistem kapitalisme-sekuler, pengurusan transportasi malah dijadikan sebagai jasa komersil karena pengelolaannya di serahkan kepada pihak swasta. Negara hanya berperan sebagai regulator yang sering kali lebih berpihak kepada pengusaha dibandingkan rakyat. Akibatnya, layanan trasportasi lebih mengutamakan keuntungan daripada kesejahteraan pengguna. Infrastruktur transportasi pun cenderung berkembang di wilayah yang memberikan keuntungan besar, sementara daerah yang dianggap kurang potensial dibiarkan tertinggal.


Sehingga mengakibatkan tidak meratanya pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum yang mana membuat masyarakat menggantungkan hidupnya di kota-kota besar. Ini mendorong urbanisasi besar-besaran, yang berakibat pada meningkatnya jumlah perantau yang setiap tahunnya melakukan mudik. Padahal, jika pembangunan ekonomi dan infrastruktur merata di seluruh wilayah, urbanisasi biasa dikendalikan dan kebutuhan akan mudik dalam jumlah besar bisa dikurangi.


Islam memandang trasportasi sebagai fasilitas publik yang tidak boleh dikomersilkan. Negara bertanggung jawab penuh dalam penyediaan sarana dan prasarana trasportasi yang aman, nyaman, murah, dan tepat waktu. Meski pembangunan infrastruktur membutuhkan biaya besar dan teknologi yang canggih, Islam mengharamkan negara untuk menyerahkan pengelolaannya kepada swasta. Hal ini karena trasportasi adalah kebutuhan publik yang harus dijamin oleh negara tanpa mencari keuntungan.


Allah SWT berfirman:

“Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” ( QS. Al-Anbiya:107)


Dari ayat ini, dapat diambil hikmah bahwa sistem Islam hadir untuk memberikan rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, termasuk dalam penyediaan fasilitas transportasi yang layak bagi rakyat.


Islam juga menempatkan pembangunan dan kemajuan sebagai hak setiap rakyat dan kewajiban negara. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur tidak hanya terpusat di kota-kota besar, tetapi merata ke seluruh wilayah. Dengan demikian, setiap daerah memiliki akses terhadap ekonomi yang berkembang, mengurangi ketimpangan, dan memberikan masyarakat pilihan untuk tetap tinggal di daerah asal mereka tanpa harus berpindah ke kota besar.


Dengan pengeloaaln berbasis Islam, negara tidak hanya menjamin keamanan dan kenyamanan saat mudik Lebaran, tetapi juga mengatasi akar permasalahan yang menyebabkan urbanisasi tinggi dan ketimpangan pembangunan. Hanya dengan sistem yang adil dan berpihak kepada rakyat, masalah transportasi di Indonesia bisa diselesaikan secara fundamental. Wallahua’lam...

Categories

Labels

Tragedi Ponpes Al-Khoziny: Bukti Telanjang Abainya Negara terhadap Pendidikan

Oleh: Rati Suharjo   Pengamat Kebijakan Publik Bangsa ini kembali berduka. Pada 29 September 2025, langit Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, seo...

Popular Posts